Menuju konten utama

Arsul Sani Sebut Jokowi Tawarkan Jalur Non-Yudisial untuk Kasus HAM

Arsul menuturkan, jika pendekatan non-yudisial belum dipastikan akan ditempuh Jokowi jika terpilih lagi menjadi presiden.

Arsul Sani Sebut Jokowi Tawarkan Jalur Non-Yudisial untuk Kasus HAM
Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

tirto.id -

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Arsul Sani mengatakan jika penyelesaian pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat masa lalu menjadi hutang pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) saat ini.

Namun kata Arsul, hal tersebut juga menjadi hutang pemerintahan sebelumnya.

Hal itu ia sampaikan saat diskusi bertajuk Membedah Visi-Misi Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terkait Isu Hak Asasi Manusia.

"Ini [Pelanggaran HAM Berat] harus diakui menjadi hutang pemerintahan saat ini sebagaimana utang pemerintah sebelumnya. Hutang ini kan sama tuanya dengan reformasi," ujarnya saat di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (19/2/2019).

Oleh karena itu, Arsul mengatakan jika calon presiden nomor urut 01 itu berencana ingin membuka alternatif penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat lewat jalur non yudisial.

Alternatif ini ditawarkan lantaran berbagai kendala masih menghambat penyelesaian kasus HAM lewat jalur pengadilan.

"Mudah-mudahan saya tidak salah, tapi beliau [Jokowi] bersemangat untuk alternatif non-yudisial tentu tanpa menutup opsi yudisial," ucap Arsul.

Arsul menuturkan, jika pendekatan non-yudisial belum dipastikan akan ditempuh Jokowi jika terpilih lagi menjadi presiden.

Hanya, pendekatan itu menjadi opsi yang didorong Jokowi untuk ditentukan bagaimana skema penyelesaiannya.

Namun, Sekertaris Jendral Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menjelaskan beberapa cara yang dibuka, antara lain mendorong kembali Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang sempat dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) atau lewat Dewan Kerukunan Nasional.

Setelah itu cara non-yudisial akan dirumuskan bersama pihak lain.

"Bentuknya apa ya itulah yang kemudian kami diskursuskan bersama. Apakah melalui KKR atau dewan kerukunan dan perannya seperti apa. Itu detail nanti yang harus sama-sama kami luruskan," ucap Arsul.

Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI itu juga menuturkan pembahasan soal penyelesaian kasus HAM berat ini memang kerap menimbulkan polemik. Bahkan di internal Komisi III sendiri saja memiliki suara yang berbeda-beda.

Selain itu, tekanan politik lain kerap terjadi dalam penanganan kasus pelanggaran HAM berat. Bahkan, Arsul mengaku jika dirinya pernah diberitahu banyak organisasi masyarakat agar tidak menyentuh kasus G 30 S 1965.

Sehingga Arsul juga mendorong kepada para aktivis untuk mulai mengkaji pendekatan non-yudisial terkait kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

"Kami ingin mendorong teman-teman yang ada di Komnas HAM, di elemen-elemen masyarakat sipil yang concern dengan HAM ini, untuk tidak berkutat hanya dengan pendekatan yudisial," kata Arsul.

Baca juga artikel terkait HAM atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Hukum
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Nur Hidayah Perwitasari