Menuju konten utama

Aroma Tubuh bisa Naikkan Gairah Seks

Aroma tubuh yang menguar bisa meningkatkan gairah seksual seseorang.

Aroma Tubuh bisa Naikkan Gairah Seks
Ilustrasi. FOTO/Istock

tirto.id - Baru 24 jam silam hubungan Rea dan kekasihnya berakhir. Memori-memori bersama sang mantan masih berkelebat di benak sekalipun ia telah mencoba melupakannya dengan macam-macam kegiatan. Saat purnama menggantung, tibalah ia sendiri di kamarnya. Ada satu-dua foto bersama sang mantan masih terpajang di atas meja kerja, segera ia tempatkan ke dalam boks.

Lalu di gantungan pakaian, tersangkut kemeja flanel biru laut sang mantan. Keputusan berpisah memang tiba-tiba, menjadi ujung konflik besar malam lalu. Lantaran sering singgah di tempat Rea, beberapa barang sang mantan pun sengaja ditinggalkan di sana.

Rea merengkuh kemeja itu, kemudian pecahlah tangisnya kembali. Dari jarak beberapa centi, ia bisa mencium aroma tubuh mantannya. Hatinya terasa dipeluk erat-erat oleh nyeri mengingat tidak akan ada lagi aroma yang membuatnya nyaman tersebut.“The smell of your skin lingers on me now…” petikan lirik “Big Girls Don’t Cry” dari Fergie ini seolah melatari kisah kesah Rea saat itu.

Ilustrasi ini mungkin dialami pula beberapa orang di kehidupan nyata. Bukan bualan bahwa aroma tubuh bisa memengaruhi emosi atau membangkitkan memori seseorang. Lebih dari itu, aroma tubuh juga disebut-sebut berandil dalam menciptakan gairah seksual.

Aroma tubuh yang memengaruhi pikiran, perasaan, hingga pilihan tindakan seseorang ini dikaitkan dengan feromon. Collins Dictionary of Medicine mendefinisikan feromon sebagai aroma hasil sekresi tubuh yang mempengaruhi perilaku individu lain dari spesies yang sama. Feromon ditemukan pada hewan dan berperan dalam menciptakan daya tarik seksual.

Feromon yang keluar dari tubuh seseorang akan diproses di suatu area di hidung. Selanjutnya, “pesan” yang diterima di hidung ini akan dilanjutkan ke otak dan ditangkap sebagai stimulasi seksual.

Dalam penelitian yang ditulis Verheaghe et. al. (2013), dikatakan bahwa feromon dapat muncul di macam-macam bentuk sekresi manusia: urin, semen atau cairan vagina, air susu ibu, ludah dan aroma napas, serta keringat dari daerah ketiak.

Keringat dari ketiak ini mengandung senyawa kimia bernama androstadienone. Menurut Verheaghe dkk, androstadienone yang muncul dari laki-laki dapat meningkatkan mood dan fokus perempuan. Pengaruh pada mood dan fokus inilah yang mereka katakan terkait dengan respons dan kepuasan seksual perempuan.

Tidak melulu komunikasi yang mempengaruhi gairah seksual itu bersifat verbal atau dari sentuhan. Feromon pun dapat menjadi ‘alat komunikasi’ dua manusia sehingga hal ini bisa menciptakan suatu ketertarikan.

Sebuah studi dari beberapa peneliti University of Texas, Austin, mengungkap kaitan lain feromon. Peneliti-peneliti tersebut meminta sejumlah perempuan mengenakan kaus saat tidur, baik saat sedang dalam kondisi subur maupun tidak. Kemudian, mereka meminta sekelompok laki-laki untuk mencium kaus para perempuan, dan menanyakan kaus mana yang lebih disukai saat dicium. Hasilnya, para laki-laki menilai aroma pada kaus yang dipakai perempuan yang sedang subur lebih “menyenangkan” dan “seksi.”

Studi dari sisi sebaliknya dilakukan oleh Claud Wedekind (1995). Sebanyak 44 laki-laki diminta mengenakan kaus yang sama selama tiga hari tanpa boleh menggunakan deodoran atau sabun wangi. Selanjutnya, sekelompok perempuan diminta menilai mana kaus yang beraroma paling menyenangkan untuk mereka. Peneliti juga membandingkan DNA perempuan dan laki-laki yang menjadi partisipan eksperimen selagi mereka diminta melakukan aktivitas ini.

Hasilnya, para perempuan memilih kaus dengan aroma tubuh laki-laki yang major histocompatibility complex (MHC)-nya paling berbeda dengan MHC mereka. MHC merupakan serangkaian gen yang terlibat dalam sistem imun manusia.

Dari perspektif evolusi, memilih pasangan dengan sistem imun yang berbeda meningkatkan kemungkinan keberlanjutan hidup. Anak-anak dari pasangan yang memiliki gen imun jauh berbeda lebih mungkin tahan terhadap penyakit dan terus hidup. Dari sini dapat dipahami bahwa ketertarikan terhadap aroma tubuh tertentu berhubungan dengan insting untuk terus bertahan hidup atau melanjutkan keberlangsungan spesies.

Wedekin juga menyampaikan bahwa para perempuan yang berpartisipasi dalam eksperimennya menyukai kaus dengan aroma yang mengingatkan mereka pada pasangan saat ini atau mantan kekasihnya.

infografik feromon

Tidak berhenti sampai di sini saja studi mengenai ketertarikan perempuan terhadap aroma tubuh pada pakaian. Studi selanjutnya menemukan bahwa di sisi lain, perempuan juga menyukai aroma tubuh laki-laki yang mirip ayahnya. Maka itu, dapat disimpulkan bahwa perempuan tidak cuma lebih menyukai laki-laki yang memiliki karakteristik gen begitu berbeda dengannya, tetapi juga tetap ingin mendapatkan pasangan yang memiliki beberapa kesamaan gen.

Percakapan dan pemberitaan mengenai dampak feromon terhadap peningkatan gairah seksual seseorang membuat sejumlah produsen parfum menelurkan produk yang digadang-gadang mengandung feromon sintetis. Salah satu produk yang dijual di Amazon diklaim bisa menarik perempuan dan mengaktifkan reseptor seksualnya.

Meski demikian, belum ada studi yang mengafirmasi efektivitas parfum-parfum semacam ini dalam meningkatkan gairah seksual seseorang. Pasalnya, aroma menyenangkan bagi satu individu berbeda menurut individu yang lain. Ini sebabnya hanya ada segelintir laki-laki atau perempuan tertentu yang membikin tertarik.

Jadi, alih-alih menyemprot parfum banyak-banyak saat ingin pergi kencan atau hendak bercinta dengan pasangan, bolehlah mencoba bertemu tanpa menggunakan wewangian apa pun. Biarkan aroma tubuh menguar. Siapa sangka pasangan nyaman dan lebih menyukai aroma tubuh natural kita?

Baca juga artikel terkait SEKS atau tulisan lainnya dari Patresia Kirnandita

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Patresia Kirnandita
Penulis: Patresia Kirnandita
Editor: Maulida Sri Handayani