Menuju konten utama

Aroma Politis di Balik Anggaran DKI Rp64 M untuk Masjid Raya Jaktim

Pemprov DKI akan membangun masjid raya di Cakung, Jakarta Timur dengan anggaran Rp64 miliar yang dinilai sebagai langkah politis, tidak ada urgensi dan pemborosan anggaran.

Aroma Politis di Balik Anggaran DKI Rp64 M untuk Masjid Raya Jaktim
Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (5/8/2019). ANTARA/Andi Firdaus.

tirto.id - Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan (CKTRP) DKI Jakarta mengajukan anggaran sebesar Rp511 miliar dalam KUA-PPAS 2020. Anggaran itu telah disetujui oleh Komisi D DPRD DKI Jakarta.

Kepala Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan DKI Jakarta, Heru Hermawanto, mengatakan dalam pos anggaran itu nantinya akan digunakan untuk berbagai keperluan, salah satunya membangun masjid raya di kawasan Jakarta Timur.

"Lokasi pembangunan masjid di sekitar pool bus PPD Cakung, Cakung Barat sekitar situ," kata Heru, Rabu (6/11/2019) lalu.

Ia mengatakan dalam anggaran pembangunan masjid tersebut, pihaknya bakal mengalokasikan anggaran sebesar Rp64 miliar untuk pembangunan konstruksi masjid.

Heru menargetkan, pengerjaan konstruksi bakal tuntas dalam setahun. Sedangkan untuk pengerjaan interior akan diajukan dalam anggaran tahun 2021 mendatang.

"Rp64 miliar untuk pembangunan konstruksi dengan metode single years," katanya.

Heru mengatakan masjid tersebut dibangun di atas lahan seluas satu hektar dengan luas bangunan sekitar 14.000 meter persegi. Dalam perencanaannya, masjid raya tersebut bakal dibangun tiga lantai dengan daya tampung hingga 10.000 orang jemaah.

Untuk Apa Masjid Raya (Lagi)?

Rencana pembangunan masjid ini mengundang tanda tanya. Pasalnya, jika diteliti lebih jauh, sebenarnya daerah Cakung Barat, Jakarta Timur, memiliki beberapa masjid raya. Salah satunya Masjid Jami Baiturrahman, yang berada Jalan Bekasi Timur Raya Blok Masjid, Cakung Barat, Jakarta Timur.

Ada juga Masjid Jami Al-Mujahidin di Jalan Tipar Cakung, Cakung Barat. Selain itu, Masjid Jami' Al-Muhabbab yang juga di Jalan Tipar Cakung, Cakung Barat.

Masjid lain di wilayah Jakarta Timur sendiri sudah ada beberapa masjid raya seperti Masjid Raya Pulo Asem di Jalan Pulo Asem Timur Raya, Pulo Gadung. Ada juga Masjid At-Tin di Jalan Taman Mini, Pinang Ranti--yang menjadi bekas peninggalan almarhum Ibu Tien, istri Presiden Soeharto.

Beberapa lainnya seperti Masjid Raya Baitussalam di Jalan Kepala Hijau, Pondok Kelapa dan masih ada Masjid Raya Al-Azhar di Jalan Dr Soemarno, Cakung.

Hingga Masjid Raya Al-Huda di Jalan Cililitan Besar, Kramat Jati. Dan Masjid Raya Ibadur Rahman di Jalan Kelapa Dua Wetan, Ciracas.

Tak hanya itu, yang lebih menarik adalah daerah Cakung Barat merupakan salah satu kantung kemenangan Anies-Sandi dalam Pilgub 2017 silam. Dengan rasio kemenangan 65,30 persen mengalahkan Ahok-Djarot sebesar 34,70 persen.

Fakta lain yang menarik, daerah Cakung Barat mendapat dana hibah masjid sebesar Rp100 juta pada 2019 ini. Beberapa pihak menduga kalau penentuan dana hibah ini tak jauh dari politik balas budi karena telah memenangkan Anies-Sandi waktu itu.

Heru mengatakan salah satu alasan mengapa Pemprov DKI Jakarta membangun masjid raya di Cakung Barat kendati ada tiga masjid raya, karena pihaknya belum memiliki bangunan masjid raya di Jakarta Timur.

"Tiga itu punya siapa? Punya Pemprov bukan? Setiap daerah kan membutuhkan masjid yang mewakili atau mencerminkan kebutuhan wilayahnya. Pemprov memiliki enggak sih di Jakarta Timur? Nah, kalau ada agenda-agenda pemerintahan di mana coba? Utamanya ke situ," kata Kadis CKTRP) DKI Jakarta itu saat dikonfirmasi wartawan Tirto, Senin (11/11/2019) pagi.

Ia memberi contoh jika di Jakarta Utara pihaknya memiliki Masjid Jakarta Islam Center dan Jakarta Barat ada Masjid Raya Daan Mogot.

"Saya kurang paham di Jakarta Selatan tapi seinget saya sudah diusulkan namun belum terealisasi. Ini Jakarta Timur juga usulannya sudah lama, kita tinggal jalanin aja. Usulan itu kan dari semua wilayah, kita tinggal bangun aja," katanya.

Heru mengatakan bahwa pembangunan masjid raya tersebut tak ada sangkut pautnya dengan dana hibah masjid.

"Itu dana hibah ke pengelolanya. Bukan untuk membangun. Yang membangun kan kita," katanya.

Tak Ada Urgensi Bangun Masjid Raya

Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono, mempertanyakan urgensi pembangunan masjid raya puluhan miliar tersebut jika memang sudah banyak masjid raya di daerah Cakung Barat.

"Artinya kalau mau bangun masjid, ya harus berjarak atau jauh dari masjid yang lain. Itu prinsipnya seperti itu. Kalau sudah ada di situ, ngapain bangun lagi di situ?" kata Gembong saat dihubungi, Jumat (8/11/2019) siang.

Menurut Gembong, alih-alih membangun masjid yang tidak tepat, lebih baik dana sebesar itu dialokasikan ke kebutuhan rakyat yang lain.

"Dengan dana yang besar, itu kan bisa dialihkan ke yang lain," lanjutnya.

Apalagi, kata Gembong, Cakung Barat merupakan salah satu daerah yang menerima dana hibah masjid dari Anies pada 2019. Dengan membangun masjid raya lagi di daerah itu, sama saja Anies tidak mendukung pemerataan pembangunan.

"Ini harus ada keseimbangan. Kalau daerah situ masjid-masjid sudah mendapatkan dana hibah dari Pemprov DKI Jakarta, ya jangan bangun masjid lagi di situ. Logikanya begitu. Supaya asas pemerataan tetap terlaksana," katanya.

Investasi Politik 2024?

Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, membenarkan ucapan Gembong. Ia menilai pembangunan masjid raya di Cakung Barat tak memiliki sisi urgensi mengingat banyaknya masjid raya di sana.

"Kalau menekankan asas proporsional dan berkeadilan, harusnya sudah enggak perlu lagi. Jelas pemborosan anggaran," katanya, Jumat sore.

Menurutnya, lebih banyak warga Jakarta yang lebih membutuhkan dana untuk pemenuhan hak-hak dasar: kekurangan air bersih, sembako murah, hingga kesejahteraan kaum lansia.

"Itu hak-hak mendasar daripada [bangun] tempat ibadah yang sudah ada di situ. Jauh lebih bermanfaat dan urgen," tegasnya.

Bahkan, Trubus menilai kebijakan pembangunan masjid raya dengan konteks sosiologis warga yang memenangkan Anies di Pilgub 2017, adalah langkah politis yang tidak mementingkan masyarakat secara luas.

"Ini lebih ke arah politik populis ke 2024 saya melihatnya. Arahnya ke sana. Ini memang saya lihat memanfaatkan anggaran untuk 2024," katanya.

Ditambah, daerah tersebut telah mendapat dana hibah masjid yang besar, seperti yang diduga banyak pihak kalau ada politik balas budi saat Pilgub 2017.

"Jangan sampai menimbulkan persepsi publik bahwa Anies lebih condong menggunakan APBD untuk mendapatkan dan mempertahankan nama di daerah tertentu," katanya.

Baca juga artikel terkait TRANSPARANSI ANGGARAN atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Maya Saputri