Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

Arah Parpol Nonparlemen Jelang 2024: Antara Verifikasi & Koalisi

Apabila parpol nonparlemen bersatu dan solid, pasti akan banyak bakal capres atau koalisi partai yang akan mendekati mereka.

Arah Parpol Nonparlemen Jelang 2024: Antara Verifikasi & Koalisi
Sekjen tujuh parpol nonparlemen saat bertemu untuk membahas persiapan verifikasi tahapan Pemilu 2024, di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (9/6/2022). ANTARA/HO-Dokumen pribadi.

tirto.id - Mendekati Pemilu 2024, sejumlah partai nonparlemen berusaha membangun langkah strategis. Salah satunya dengan membangun koalisi. Ada tujuh partai nonparlemen yang disebut sudah berupaya membentuk poros, yaitu: Partai Berkarya, Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Hanura, Partai Garuda, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Perindo dan Partai Keadilan dan Persatuan (PKP).

Upaya tersebut ditandai dengan sebuah acara makan malam pada 10 Juni 2022 di kawasan Jakarta Selatan. Namun sayang, pertemuan itu masih belum menentukan progres perjalanan mereka ke depannya. Tidak ada hal strategis yang diperbincangkan, kecuali mereka memiliki nasib yang sama, terhalang kursi parlemen dan aturan presidential threshold.

Wakil Ketua Umum Perindo, Ferry Kurnia Rizkiyansyah menerangkan, pertemuan tersebut terlaksana atas inisiasi pihaknya. Meski demikian, tidak ada harapan bahwa mereka sering bertemu akan menjadi ajang koalisi.

“Kami membangun komunikasi politik dengan semua parpol baik di parlemen maupun nonparlemen," kata Ferry saat dihubungi reporter Tirto pada Kamis (4/8/2022).

"Adapun dengan parpol nonparlemen, kami cukup intens melakukan pertemuan dan kebetulan kami dari Partai Perindo yang menginisiasi," imbuhnya.

Sebagai pihak inisiator pertemuan partai nonparlemen, kata dia, Perindo tidak ingin mengikat partai lainnya. Tidak ada kesepakatan mereka dalam proses menjalankan Pemilu 2024, termasuk dalam hal koalisi.

“Kemungkinan apa pun masih bisa terjadi, karena saat ini masih cair, proses elektoral ada dan masih lama. Namun komunikasi politik terus dibangun dan komunikasi masih terus berjalan," ujarnya.

Pada Pemilu 2019, Perindo menjadi partai nonparlemen yang memperoleh suara paling tinggi. Angkanya mencapai 3.738.320 atau setara dengan 2,67 persen. Disusul Partai Berkarya 2.929.495 atau setara 2,09 persen, PSI 2.650.361 atau 1,89 persen, Hanura 2.161.507 atau 1,54 persen, PBB 1.099.848 atau 0,79 persen, Partai Garuda 702.536 atau 0,50 persen, dan PKPI 312.775 atau 0,22 persen.

Namun, ambang batas parlemen 4 persen menjadi penghalang bagi mereka untuk maju ke parlemen. Akan tetapi, apabila mereka bersatu bisa menjadi akumulasi suara sebesar 9,7 persen. Suara yang besar dan menjadi incaran banyak partai.

Suara partai nonparlemen tersebut sudah menjadi incaran sejumlah pihak. Salah satunya dari Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Golkar, PAN dan PPP. Mereka sering menyebut ada partai nonparlemen yang bergabung dengan mereka, namun merahasiakan nama partai tersebut kepada publik.

“Ada partai dari parlemen dan nonparlemen yang bergabung dengan kami. Tapi soal nama itu rahasia," kata Wakil Ketua Umum DPP PPP, Arsul Sani di Gedung DPR beberapa waktu lalu.

Potensi itu semakin menguat, karena tidak hanya Arsul yang mengonfirmasi akan ada partai nonparlemen yang akan bergabung dengan KIB. Pengurus PAN dan Golkar juga mengonfirmasi perihal yang sama, tapi mereka masih enggan membeberkan apa dan siapa partai itu.

Sibuk Mengurus Verifikasi Partai

Menduduki posisi kedua setelah Perindo sebagai partai nonparlemen pemilik suara terbesar di Pemilu 2019, Partai Berkarya tidak ingin ambil pusing soal koalisi. Sekjen Partai Berkarya, Badarudin Andi Picunang mengatakan, saat ini fokus mereka adalah menjadi peserta Pemilu 2024.

“Fokus kami saat ini adalah bagaimana Partai Berkarya bisa lolos verifikasi calon partai peserta Pemilu 2024 terlebih dahulu," kata Badaruddin.

Badaruddin berdalih, urusan koalisi untuk mengusung bakal capres dan cawapres bisa dilakukan belakangan. Baginya percuma bila sibuk koalisi, tapi lupa persoalan verifikasi di KPU.

“Soal koalisi untuk pencapresan keputusannya nanti setelah lolos verifikasi. Masih dinamis," ujarnya.

Meski urusan bakal capres bukan prioritas, namun Badaruddin tidak menutup adanya pertemuan-pertemuan dengan partai nonparlemen. Akan tetapi, ia menampik bahwa itu sudah membicarakan soal koalisi. Hanya kesamaan nasib yang membawa mereka bisa duduk bersama.

“Belum ada kesepakatan koalisi capres hanya menyikapi persiapan verifikasi utamanya pembedaan perlakuan verifikasi antar partai parlemen dan non parlemen," ungkapnya.

Hal serupa juga akan dilakukan PSI untuk tidak terburu-buru masuk atau ikut dalam koalisi partai. Pihaknya juga memilih untuk sibuk verifikasi factual parpol. Di sisi lain, Juru Bicara PSI, Ariyo Bimo menyebut, akan ada proses pemilihan capres dukungan PSI dalam agenda 'rembuk rakyat'.

"Bergabung dan koalisi pendukung itu pasti dilakukan. Tapi seperti kata presiden, ojo kesusu. Kami tidak buru-buru memutuskan. Tapi pasti bergabung," kata Ariyo.

PSI menjanjikan bahwa suatu saat mereka akan bergabung koalisi dengan harapan agar tidak ada suara rakyat yang terbuang. “PSI punya corcern yang sama terutama dengan partai nonparlemen lainnya, jangan sampai ada suara rakyat yang terbuang," imbuhnya.

Potensi Kekuatan Gabungan Partai Nonparlemen

Direktur Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno mengungkapkan ada sebuah potensi yang bisa didapat bila partai nonparlemen mau bersatu. Salah satunya nilai tawar di hadapan partai parlemen lainnya soal koalisi.

“Apabila mereka bersatu dan mau solid pasti akan ada banyak capres atau koalisi partai yang mendekati mereka. Suara mereka cukup besar bila dibulatkan nyaris 10 persen, itu bahkan lebih besar dengan sejumlah partai yang ada di Senayan saat ini," kata Adi.

Adi menyampaikan saat ini semua kembali pada masing-masing individu partai mengenai koalisi tersebut. Karena ada suara konstituen di belakang partai nonparlemen yang siap mengikuti kata ketua umum.

“Perlu diingat, walau mereka tidak masuk partai, namun masih ada suara konstituen yang berpotensi. Dan ini menjadi incaran banyak pihak kalau tidak dimanfaatkan dengan baik. Terutama di sistem pemilihan one man one vote seperti di negara kita saat ini," imbuhnya.

Meski demikian, Adi tetap mengingatkan, proses koalisi masih bukan prioritas utama saat ini. Namun verifikasi faktual di KPU agar mereka bisa melenggang menjadi peserta Pemilu 2024.

“Yang terpenting buat partai nonparlemen adalah melengkapi syarat dari KPU. Itu dulu, yang lain soal koalisi dan lainnya bisa belakangan," ungkapnya.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Politik
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Abdul Aziz