Menuju konten utama

Apple yang Menolak Jatuh dari Pohonnya

Laporan keuangan kuartal kedua Apple menunjukkan penjualan unit smartphone yang menjadi ujung tombaknya jatuh. Hal itu pada akhirnya membuat raksasa teknologi tersebut mencatat penurunan pendapatan yang cukup signifikan.
Jelas, menunjukkan Apple masih sangat bergantung pada produk iPhone-nya. Masa depan Apple memang masih dalam perdebatan.

Apple yang Menolak Jatuh dari Pohonnya
Apple Store. Foto/Shutterstock.

tirto.id - Tiga belas tahun terakhir merupakan periode yang sangat menarik bagi Apple. Tidak hanya berkembang secara luar biasa, perusahaan itu bahkan menjelma menjadi sebuah ikon teknologi. Inovasi Apple sedemikian menyegarkan, sehingga produk-produknya banyak yang menjadi barometer semua perusahaan setipe pada zamannya.

Dari semua produk Apple, iPhone – nama smartphone besutan perusahaan dengan logo buah apel tergigit itu – adalah anak emasnya. Alat komunikasi digital produksinya itu menjadi pemimpin dari revolusi dunia telepon pintar. Semua perusahaan telepon genggam mengekor jejaknya. Google, yang sudah beken dengan sistem pencariannya, terpaksa mengurungkan niat untuk membuat platform sistem operasi yang mirip dengan Blackberry. Google akhirnya beralih meniru tampilan dari software iOS pada iPhone. Ya, sistem operasi itu adalah Android yang saat ini menjadi satu-satunya pesaing iOS.

Mereka yang tidak larut dalam inovasi yang dipimpin oleh iPhone tenggelam. Nokia yang notabene adalah perusahaan telepon genggam nomor satu di dunia akhirnya tumbang. Blackberry pun mengalami nasib yang sama dengan Nokia beberapa tahun kemudian. Keduanya larut dalam lingkaran setan, gagal menyuguhkan inovasi untuk menandingi kedigdayaan Apple.

Namun, cerita bak dongeng itu harus berakhir awal tahun ini. Lucunya, inovasi yang membuat nama Apple membumbung tinggi, dapat dibilang menjadi penyebabnya.

Pada kuartal dua tahun keuangan 2016 (laporan keuangan Apple menggunakan periode September – Agustus), Apple hanya berhasil menjual 51,2 juta unit iPhone. Angka ini menurun cukup jauh jika dibandingkan dengan penjualan pada periode yang sama tahun lalu di angka 61,2 juta unit. Penurunan penjualan iPhone ini adalah penurunan penjualan kuartalan yang pertama kali sejak ponsel pintar itu dirilis pada tahun 2007.

Dalam hal total penjualan seluruh produknya, raksasa teknologi itu juga mengalami penurunan untuk pertama kalinya sejak tahun 2003.

Penurunan total penjualan tersebut – terutama iPhone yang menjadi ujung tombak Apple – membuat perusahaan itu hanya mampu memperoleh pendapatan sebesar $50,56 miliar, turun 13 persen dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar $58 miliar.

Tidak berhenti di situ, seperti dilaporkan oleh The Guardian, Apple memprediksi penurunan pendapatan itu masih akan berlanjut menjadi sekitar $41 miliar hingga $43 miliar pada kuartal ketiga yang jatuh pada bulan Juni.

Banyak faktor yang menyebabkan Apple terpuruk, mulai dari penguatan dolar Amerika Serikat hingga pasar ponsel pintar yang mulai jenuh. Namun, dari semuanya pukulan paling hebat datang dari pelemahan ekonomi Cina.

Di Negeri Tirai Bambu itu, Apple hanya dapat mencatat pendapatan kuartal kedua sebesar $12,5 miliar, turun lebih dari seperempat jika dibandingkan pada kuartal sebelumnya, sebesar $18,4 miliar. Perlu dicatat, Cina merupakan pasar penting kedua bagi perusahaan tersebut setelah Amerika Serikat.

Inovasi yang berhenti

Memang tidak semua lini penjualan Apple menurun. Di sektor jasa, seperti Appstore dan Apple Music, perusahaan itu mencatat pertumbuhan 20 persen. Chief Executive Officer Apple Tim Cook pernah mengatakan bahwa Apple memiliki kemungkinan untuk lebih fokus pada sektor tersebut.

Masalahnya, sektor tersebut ternyata tidak cukup kuat untuk menyelamatkan Apple. Penjualan perangkat keras (hardware), tidak dapat dipungkiri, masih tidak dapat tergantikan dalam menopang kehidupan Apple. Yang terutama, Apple terlalu bergantung pada iPhone.

Penjualan produknya yang lain seperti iPad, Macbook, serta iPad masih jauh di bawah jumlah penjualan iPhone yang menyumbang 68 persen pendapatan Apple. Itupun semuanya tidak menunjukkan tren yang positif, hampir selalu turun dari tahun ke tahun.

Apple sempat berharap pada produk wearable mereka, Apple Watch. Itulah produk pertama Apple yang dibuat tanpa campur tangan CEO fenomenal mereka, Steve Jobs. Produk ini meluncur setelah Steve Jobs berpulang. Sayangnya, penjualan produk ini ternyata mengecewakan. Apple bahkan tidak merilis angka penjualannya secara terperinci, hanya menggabungkannya dengan jumlah penjualan Apple TV, iPod, beserta aksesoris lainnya. Total penjualan kategori tersebut hanya sepersepuluh dari penjualan iPhone.

Di sisi software, dalam usahanya untuk bersaing dengan Google, semua orang tentunya masih mengingat kegagalan Apple Map pasca peluncuran awalnya. Hujan kritikan muncul seiring dengan banyaknya bug pada aplikasi tersebut, sehingga orang menemukan banyak tempat yang namanya salah, dan bahkan juga hilang.

Kegagalan Apple Map memaksa Tim Cook minta maaf. Richard Williamson yang menjabat sebagai supervisor dari aplikasi peta digital dipecat, sementara salah satu petinggi perusahaan, Scott Forstall, yang menjabat sebagai Mobile-software Chief mengundurkan diri.

Produk-produk MacBook mereka, di sisi lain, tidak menyuguhkan inovasi yang berarti, paling tidak dari segi tampilannya sejak bertahun-tahun yang lalu. MacBook generasi teranyar mereka bahkan mendapat banyak kritikan dari pemerhati teknologi, karena hanya menyertakan dua port. Satu untuk port audio, sementara satunya merupakan port USB-C untuk semua fungsi, mulai dari untuk mengisi daya hingga melakukan transfer data.

Dari sisi harga, produk-produk Apple dikenal dengan harganya yang mahal. Dengan kondisi perekonomian dunia yang masih suram, terutama di Cina, Apple kemudian mendapatkan rival yang kuat dari merek-merek lokal yang menjual ponsel mereka lebih murah, seperti Vivo, Oppo, Xiaomi maupun Lenovo.

Para pemegang saham mulai meragukan masa depan Apple. Saham Apple jatuh 7,8 persen, setengah jam setelah Apple mengumumkan laporan keuangan kuartalan mereka, menjadi $97 dari $104 per lembar dan masih terus turun hingga lebih dari dua pekan. Sebagai catatan, dalam 12 bulan terakhir, saham mereka jatuh hampir sebesar 20 persen.

Beberapa waktu yang lalu, akibat penurunan saham yang terus berlanjut, Apple sempat menyerahkan kedudukannya sebagai perusahaan teknologi paling berharga di dunia kepada Alphabet, induk perusahaan Google.

Terus Menggelinding

Beberapa saat setelah mengumumkan laporan keuangan kuartalan mereka yang suram, Tim Cook menjanjikan bahwa Apple akan membawa pembaruan pada iPhone 7 – akan dirilis pada September tahun ini – yang diprediksi akan menarik banyak peminat.

"Kami punya inovasi besar yang sedang dikembangkan. iPhone yang baru yang akan mendorong Anda dan orang lain [yang] sudah memiliki iPhone hari ini untuk meng-upgrade ke iPhone baru," kata Cook dalam sebuah wawancara pada awal bulan ini, seperti dikutip dari laman TechTimes.

"Kami akan memberikan hal-hal yang Anda tidak bisa hidup tanpanya, yang Anda tidak tahu Anda membutuhkannya saat ini. Hal tersebut selalu menjadi tujuan Apple. Untuk melakukan hal-hal yang benar-benar memperkaya kehidupan orang-orang. Hal yang membuat Anda melihat ke belakang dan bertanya-tanya bagaimana aku hidup tanpa ini."

Bagi beberapa pengamat, pernyataan Tim Cook hanyalah pernyataan seorang CEO dengan niat marketing yang kental. Banyak yang percaya, iPhone 7 tidak akan banyak membawa inovasi yang benar-benar nyata, dan kebanyakan fasilitas yang ditawarkan dapat ditemukan pada ponsel-ponsel pintar dari pabrikan lain.

Namun, perlu dicatat bahwa dalam beberapa tahun belakangan, Apple telah menggelontorkan biaya penelitian dan pengembangan jauh lebih besar daripada tahun-tahun sebelumnya. Sebuah langkah yang mungkin mengindikasikan persiapan Apple untuk mengubah bisnis mereka secara radikal. Salah satunya yang kini sedang serius digarap Apple adalah proyek mobil yang dikenal dengan nama Project Titan.

Seorang pengamat yang merupakan mantan analis finansial di Wall Street, Neil Cybart, yakin bahwa dalam beberapa tahun ke depan, kita tidak akan lagi melihat Apple sebagai sebuah perusahaan iPhone lagi, demikian seperti dikutip dari laman resminya, aboveavalon.com.

Neil memprediksi Apple berada pada jalur yang memungkinkan perusahaan tersebut untuk mengeluarkan lebih dari $10 miliar untuk biaya penelitian dan pengembangan pada tahun ini dan lebih dari $12 miliar pada tahun depan. Project Titan tampaknya akan menjadi titik balik Apple untuk kembali bangkit dalam bisnis teknologi ini.

Setitik harapan muncul pada Senin (16/5/2016), ketika orang terkaya nomor dua di Negeri Paman Sam tersebut, Warren Buffett, menyatakan perusahaan investasi miliknya, Berkshire Hathaway, membeli saham Apple senilai $1 miliar. Pernyataan tersebut mendorong naiknya saham Apple sebesar 3,7 persen menjadi $93.88 pada sesi penutupan hari itu. Setiap tingkah polah Buffet memang menjadi barometer pergerakan saham. Pembelian saham Apple dianggap sebagai kepercayaannya bahwa perusahaan akan tumbuh dan berkembang dengan baik di masa depan.

Sayangnya, tidak semuanya sependapat memang. Seperti halnya miliarder Carl Icahn yang menjual seluruh sahamnya di perusahaan teknologi tersebut. Icahn mengambil langkah tersebut setelah menilai bahwa Apple akan mengalami kesulitan dalam bisnisnya di Cina. Perlu diketahui, Apple telah menutup layanan buku dan film online miliknya, iBooks dan iTunes Movies, di Negeri Panda tersebut.

Masa depan Apple memang masih dalam perdebatan. Yang Apple butuhkan sekarang hanyalah waktu yang tepat untuk memasarkan kembali inovasinya yang nyata, dan sedikit komentar-komentar kejutan, seperti yang telah dilakukan Steve Jobs sebelumnya. Kalau mereka konsisten dengan pakem itu, dipastikan Apple akan bertahan di puncak pohon yang tinggi. Masih lama sebelum Apple jatuh dari pohonnya.

Baca juga artikel terkait APPLE atau tulisan lainnya dari Ign. L. Adhi Bhaskara

tirto.id - Bisnis
Reporter: Ign. L. Adhi Bhaskara
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti