Menuju konten utama

APBN Tak Jadi Sumber Pertumbuhan Ekonomi untuk 3-4 Tahun Mendatang

Kementerian Keuangan menyebutkan, tahun 2017 menjadi masa transisi bagi APBN.

APBN Tak Jadi Sumber Pertumbuhan Ekonomi untuk 3-4 Tahun Mendatang
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto.

tirto.id - Pemerintah menargetkan untuk 3-4 tahun ke depan anggaran pemerintah bukan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi. Sumber pertumbuhan ekonomi bertumpu pada konsumsi, investasi, dan ekspor.

Karenanya, dimulai sejak 2016 semester kedua, pemerintah melakukan pemotongan anggaran belanja negara yang jumlahnya signifikan, baik bagi pemerintah pusat maupuan pemerintah daerah. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara mengatakan pada 2017 adalah masa transisi bagi APBN.

"Transisi di penerimaan, karena target pajak, target penerimaan negara, kami tetapkan lebih rendah dari 2016. Dan itu juga tidak tercapai. Transisi juga di pengeluaran, karena kalau kita lihat dibanding 2016 ada pertumbuhan, tapi kita mengupayakan pertumbuhan relatif sedang, tidak jadi gegap gempita APBN, dan pembelajaran mengenai utang," ujar Suahasil di Bank Indonesia Jakarta pada Rabu (28/3/2018).

Sementara untuk APBN 2018, ia menerangkan berusaha menaruh beberapa koridor yang ingin disampaikan sebagai signal perekonomian. Koridor tersebut adalah, pertama, target penerimaan negara harus lebih kredibel dibanding 2017.

"Karena itu, APBN 2017 ke 2018 pertumbuhan pajak atau penerimaan negara hanya sekitar 9 persen. Tapi dengan shortfall yang masih terjadi di 2017, maka pertumbuhan jadi lebih tinggi. Ini jadi tantangan kami, jangan-jangan 2018 masih mengalami sedikit transisi sebelum buat 2019 lebih kredibel lagi," ungkapnya.

Pemerintah berharap kalau tahun ini bisa terpenuhi target tax ratio 11 persen, dalam lima tahun ke depan tax ratio Indonesia bisa di angka 13-14 persen.

"Kami akan overhaul kebijakan kami, AEoI [Automatic Exchange Of Information], kami akan buat kerja sama dengan berbagai negara," ucapnya.

Sementara itu, pemerintah disebutkannya juga tengah membangun sebuah koridor besar. Nantinya, Indonesia bukan lagi sekadar kekurangan uang, tapi melakukan efisiensi pengeluaran negara. Misalnya, untuk pendidikan pada 2018 ini telah dianggarkan 20 persen atau Rp440 triliun dari APBN Rp2.200 triliun.

"Ini bukan lagi soal uangnya enggak ada, uangnya ada. Tapi bagaimana menggunakan uang itu lebih baik, menghasilkan output dan outcome yang baik. Sekarang output dan outcome masih agak challenging. Dalam banyak sektor sepertinya bukan lagi tentang berapa uangnya, berapa yang tersedia, tapi bagaimana menggunakannya lebih baik," tegasnya.

Begitu pun untuk transfer ke daerah, sudah ada anggaran Rp760 triliun atau satu per tiga dari APBN. Hasilnya, baik dan tidaknya sangat bergantung dengan kualitas belanja pemerintah daerah dalam memanfaatkan anggaran sebaik-baiknya.

Dengan efisiensi pengeluaran negara seperti anggaran perjalanan dinas, anggaran yang dihemat bisa digunakan untuk dua pengeluran pemerintah yang sangat penting, yaitu infrastruktur dan belanja sosial.

Ia menekankan pertumbuhan belanja negara tidak akan terlalu besar, karena pemerintah ingin memperbaiki kualitas APBN secara keseluruhan. Salah satu indikatornya adalah defisit primary balance.

Lalu, bersamaan dengan membangun medium term fiscal framework. Visinya adalah untuk membuat baseline APBN 2020 dengan primary balance yang positif. "Itu kami harapkan bisa kami selesaikan di baseline 2020 untuk diteruskan oleh pemerintahan yang baru," jelasnya.

Suahasil selanjutnya menerangkan bahwa koridor-koridor ini mulai dibentuk karena defisit dalam primary balance yang pemerintah mulai sekitar 2011 melampaui target semestinya. Waktu itu diperkirakan defisit primary balance akan berlangsung maksimal 4 tahun, ternyata akan berlangsung 9 tahun. "Begitu masuk ke sana, butuh effort yang besar untuk keluar," ungkapnya.

Sementara itu, terkait konsumsi menjadi salah satu sumber pendorong pertumbuhan ekonomi pemerintah sedang berproses menyusun kebijakan dengan formula kalibrasi yang tepat, di tengah tren kenaikan harga minyak mentah dunia.

"Pengertian yang kami bangun perubahan di tingkat dunia harus ditransmisikan di perekonomian domestik, dan yang bisa menerima impact itu adalah anggaran pemerintah, anggaran badan usaha dan konsumen,” jelasnya.

“Pada saat sekarang inilah pemahaman kami. Sehingga kebijakan sekarang ini kami letakkan dalam koridor tersebut karena konsumsi harus tumbuh, maka daya beli harus dijaga, inflasi harus dijaga, investasi harus terus tumbuh.”

Baca juga artikel terkait APBN atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yuliana Ratnasari