Menuju konten utama
Misbar

Apakah Tak Tahu Berarti Bahagia? Severance Mungkin Punya Jawabannya

Severance menghadirkan kisah para pekerja yang menjalani pemisahan kesadaran. Kunci menuju work-life balance atau malah perampokan atas otoritas individu?

Apakah Tak Tahu Berarti Bahagia? Severance Mungkin Punya Jawabannya
Poster Film Severance. FOTO/IMDB/Apple TV+

tirto.id - Bagaimana jika ada teknologi yang memungkinkan orang-orang memisahkan kesadaran sebagai pekerja dan kesadaran di luar pekerjaan mereka? Dengan kata lain, dirimu di kantor sama sekali tak ingat apa pun soal kehidupan di luar pekerjaan, begitu juga sebaliknya. Kau bisa saja masih tersedu-sedan di parkiran kantor, lantas sontak menjadi pribadi yang sama sekali berbeda ketika berada di ruangan kerjamu.

Itulah premis dasar yang membuat serial Severance memikat. Serial sci-fi psychological thriller rekaan Dan Erickson itu bisa kau saksikan di Apple TV+. Dirilis sejak Februari 2022, season pertamanya bermuatan 9 episode dengan durasi berkisar antara 40-57 menit per episodenya. Di balik bangku sutradara ada nama seperti Aoife McArdle dan aktor sekaligus filmmaker kenamaan Ben Stiller yang menangani sebagian besar serial.

Dengan hanya dibekali poster yang memampang kepala Adam Scott yang terpotong rata dan ditempati dirinya versi lebih kecil menghadap komputer (yang mengingatkan pada Ratatouille), saya memulai menyaksikan serial ini tanpa banyak ekspektasi. Episode pilotnya pun dimulai tanpa opening credits panjang. Sekuens pembuka macam itu baru muncul di episode berikutnya, yang kurang lebih menampilkan bagaimana para pekerja dikendalikan sebagian kecil diri mereka.

Lalu, bagaimana kiranya dirimu yang asli bertahan dengan metode pemisahan kesadaran seperti itu? Apakah metode itu etis? Apa benar work-life balance yang sempurna bakal tercapai? Apa kau cukup tega melakukannya terhadap (sebagian) dirimu sendiri?

Musim Pertama yang Potensial

"Ini adalah keadaan yang tak wajar bagi seseorang untuk tidak memiliki sejarah. Sejarah membuat kita menjadi seseorang. Memberi kita konteks, bentuk. Namun bangun di atas meja itu, aku tak berbentuk," ujar Irving B. (diperankan John Turturro).

Dalam episode pilotnya—yang juga merupakan episode terpanjang, kisah Severance dimulai dengan teramat kuat. Helly R. (Britt Lower) terbangun di meja ruangan rapat yang kosong dan harus menjawab beberapa pertanyaan dari Mark S. (Adam Scott) nyaris tanpa mengetahui apa pun, baik jawaban maupun perihal dirinya sendiri. Helly lantas diterima bergabung di departemen Macrodata Refinement (MDR) yang hanya dihuni tiga orang, Mark S., Irving B., dan Dylan G. (Zach Cherry).

Segala peralatan retrofuturistik disandingkan dengan arsitektur gedung-gedung brutalis dengan banyak ruang liminal yang sepi—mengesankan latar distopia yang hening dan muram. Di luar gedung, musim dingin menambah kesan terisolasi atau terasing.

Serial lalu berjalan dan mulai menjelaskan dengan perlahan apa yang terjadi di Lumon Industries, perusahaan misterius yang konon telah beroperasi di bidang obat-obatan dan teknologi sejak 1800-an.

Baik Helly, Mark, dan juga kebanyakan pegawai Lumon bekerja dengan kesadaran khusus yang hanya aktif di kantor. Kesadaran khusus yang disebut innie itu sama sekali berbeda dari kesadaran mereka di luar pekerjaan—disebut outie.

Pemisahan kesadaran itu bukanlah metode yang dipaksakan, melainkan pilihan bebas dari para pegawai sendiri. Sebelum bekerja di Lumon, para karyawan itu menjalani prosedur penanaman microchip jauh di dalam otaknya.

Bagi para innie, akhir pekan tidak terasa sama sekali dan pintu keluar kantor hanyalah ilusi—setidaknya sampai jam kerja selesai. Begitu masuk kantor, para pegawai itu datang tanpa beban pikiran kehidupan di luar kantor sehingga senantiasa lebih enteng dan sigap dalam bekerja.

Segala hal mulanya terasa menguntungkan bagi semua pihak hingga para innie menunjukkan sisi yang sepenuhnya manusiawi, merasa muak dengan rutinitas pekerjaan menyortir angka yang mengerikan atau suasana pekerjaan di kantor pada umumnya. Dari sini, plot utama Severance bertolak, baik dari pemberontakan innie-nya Helly maupun Mark yang mulai merasa skeptis terhadap kantornya berkat berbagai petunjuk dari eks kolega yang berhasil keluar dari kantor.

Sementara itu, protes dilangsungkan di jalanan. Poster bertulis "Severance is subjugation" diacungkan. Prosedur ini dianggap sebagai penaklukkan terhadap diri dan merampok otoritas individu atas kesadaarannya sendiri.

Pemisahan kesadaran itu ternyata tak serta-merta membuat manusia menjadi individu baru sepenuhnya. Ambil contoh Irving, yang kepekaannya akan seni bertahan menembus pemisahan memori. Belakangan, dia pun mendapati kubikelnya dibanjiri cairan cat akrilik hitam—yang kelak kita ketahui itu adalah cat yang digunakan outie-nya.

Tak melulu berfokus pada empat staf MRD atau refiner, Severance juga menghadirkan berbagai pegawai (karakter) lain dalam waktu yang tepat. Ada konselor Ms. Casey (Dichen Lachman) dan Burt G. (Christopher Walken) dari departemen optic & design yang menambah menarik dinamika drama perkantoran dan juga kehidupan para karakter di luar kantor.

Kehadiran mereka memperkuat deretan karakter yang sudah diisi Mr. Milchick (Tramell Tillman) dan Harmony Cobel/Mrs. Selvig (Patricia Arquette), dua karakter dengan kesetiaan-menuju-keimanan pada Lumon.

Bagi Harmony, Lumon memang tak ubahnya kepercayaan. Dia menyanyikan mars perusahaan dan berdoa sembari melihat foto pendiri Lumon—menguatkan kesan perusahaan yang bak kultus. Di lain waktu, kita ditunjukkan bagaimana para pendiri perusahaan dilukis bak hidup di masa Renaisan, hukuman yang menyiksa psikis, hingga hadirnya tarian topeng sensual untuk pegawai berprestasi.

Di samping kekhasan estetikanya, keseruan Severance juga tak lain bersumber dari kontinuitas cerita yang terjaga. On/off-nya Mark bagai upaya menyambung garis putus antara dua sosok dalam satu diri, dengan arah kelanjutan cerita yang cukup sulit ditebak. Dan semuanya ditampilkan dalam tempo lambat yang memungkinkan penonton meresapi misteri, penyingkapannya, dan efek dari pemisahan memori.

Ketidaktahuan adalah Kebahagiaan?

Episode terakhir musim pertama Severance seolah mengatakan, “Kami (para innie) sudah tiba.” Para innie tiba dalam kehidupan outie-nya masing-masing, sekaligus menyampaikan pesan bahwa serial ini bukan main-main dan kau harus menunggu kelanjutannya.

Pertemuan atau perebutan kontrol antara dua kesadaran dalam masing-masing diri manusia ini memang patut dinantikan. Irving mendapati bahwa dirinya adalah veteran US Navy yang gemar melukis dan mendengarkan Motörhead. Sementara itu, Mark menemukan bahwa istrinya belum mati dan sesungguhnya bekerja di kantor yang sama dengannya.

Kita bisa melihat Severance sebagai kiasan individu yang kejam terhadap diri sendiri, menyia-nyiakan "petunjuk" yang datang jauh dari dalam diri untuk berhenti melakukan pekerjaan yang tak disukai. Di lain sisi, sampai tahap tertentu, ketidaktahuan tampaknya memang berarti kebahagiaan. Maka pemisahan memori jadi candu atau pelarian dari depresi dan rasa kehilangan—rasanya tak masalah jika kau teringat soal luka hanya untuk beberapa jam, alih-alih sepanjang hari.

Infografik Misbar Severance

Infografik Misbar Severance. tirto.id/Fuad

Di samping tema eksistensial itu, Severance juga bisa dibilang mendorong solidaritas antarpegawai tatkala menghadapi kesewenang-wenangan korporasi. Ia sedikit mengingatkan akan Brazil (1985) dan para pembaca Orwell mungkin akan menemukan pengaruh si penulis di sana-sini. Dan tak lupa, ia juga menyoroti pengkultusan buta pada agama atau kepercayaan (mengacu pada Lumon yang sangat mengingatkan pada Church of Scientology).

Severance sarat akting brilian dari para penampilnya, terutama para refiner dalam menampilkan sosok manusia yang sama sekali tak tahu dunia di luar kantor. Patricia Aquette bisa berganti rupa dengan drastis, dan Tramell Tillman tampak karismatik sekaligus selalu siap menghukummu.

Kendati mengusung tema psychological thriller, Severance juga kerap menghadirkan musik ceria yang kontras. Ia menghadirkan racikan scoring dengan rentang nuansa yang beragam, sekali waktu bernuansa tegang dan sesekali mencekam di sana-sini dalam porsi yang pas.

Twist demi twist menambah luas dimensi serial yang bisa dibilang “cerdas”. Begitu juga cara sineasnya menjaga rasa penasaran penonton sepanjang serial, termasuk cliffhanger besar di penghujung episode season pertamanya. Jalinan cerita dan kemisteriusannya sanggup memicu kemunculan banyak teori fan dan diskusi di internet.

Lebih dari itu, Severance masih punya semesta yang kuat dan potensial dengan Lumon sebagai pusatnya. Premisnya pun bisa saja diperluas—selain untuk kerja kantoran sarat rahasia atau melewati masa kehamilan dan persalinan, bagaimana jika prosedur pemisahan kesadaran itu diterapkan di bidang seperti militer, yang membuat para serdadu jauh lebih patuh dan berani mati?

Para sineas Severance mesti berupaya keras untuk mewujudkannya—atau melampauinya, jika bisa—di musim keduanya nanti. Minimal, mereka musti bisa menjaga ketegangan dan plot kuat yang sudah ditunjukkan di musim perdananya. Severance juga mungkin perlu menghadirkan: 1) semacam peringatan bahwa kisahnya mampu bikin ketagihan, dan 2) lebih banyak lagi dansa oleh Mr. Milchick.

Baca juga artikel terkait SERIAL TV atau tulisan lainnya dari R. A. Benjamin

tirto.id - Film
Penulis: R. A. Benjamin
Editor: Fadrik Aziz Firdausi