Menuju konten utama

Apakah Nikah Tamasya dan Mengapa Menjadi Tren?

Juga untuk Anda yang tak suka pesta di gedung dengan ribuan undangan.

Apakah Nikah Tamasya dan Mengapa Menjadi Tren?
Ilustrasi sepasang mempelai melangsungkan pernikahan di pinggir danau. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Di tengah hutan negara Bhutan, desainer busana Chitra Subyakto mengikat janji sehidup semati dengan pasangannya. Seorang biksu mendoakan mereka. Beberapa anggota keluarga dan kerabat dekat berdiri mengelilingi pasangan ini. Seremoni dilanjutkan dengan aktivitas memanah, olahraga populer di Bhutan, yang dilakukan suami Chitra dan beberapa anggota keluarga. Setelahnya diadakan resepsi berupa acara makan bersama di sebuah meja panjang.

Ketimbang sebuah acara pernikahan, momen tersebut lebih tampak sebagai acara berlibur bersama. Tidak ada pakem yang biasa dilakukan dalam acara pernikahan di dalam negeri. Chitra dan suami saling membantu mengenakan busana pernikahan. Tidak tampak penata rias profesional atau dekorasi ruang pesta. Mereka terlihat menyatu dengan alam Bhutan. Chitra memilih lokasi tersebut lantaran tempat itu membawa kenangan tersendiri dalam perjalanan kasihnya bersama suami.

Pernikahan yang dilakukan Chitra disebut destination wedding. Acara pernikahan yang dilakukan di sebuah lokasi yang jaraknya puluhan ribu hingga ratusan ribu kilometer dari tempat tinggal calon pengantin. Praktik pernikahan seperti ini, seperti ditulis New York Times, telah dilakukan sejak pertengahan tahun 1990an di Amerika.

Aktivitas tersebut pertama kali dilakukan oleh pasangan yang menginginkan konsep pernikahan yang lebih romantis dibanding dengan apa yang bisa ditawarkan di tempat tinggal mereka. Alasan lain, mereka menginginkan sebuah acara pernikahan yang menyenangkan dan berlangsung lebih dari satu atau dua jam.

Dari segi biaya, destination wedding atau nikah tamasya bisa dibuat lebih hemat. Pada 2012 di Amerika, rata-rata uang yang dihabiskan untuk sebuah pesta pernikahan ialah $23.800, sedangkan nikah tamasya rata-rata menghabiskan $26.989.

Baca juga: Kompromi Pernikahan ala Generasi Milenial

Tidak ada rumusan khusus tentang nikah tamasya. Konsep acara benar-benar dikurasi sesuai keinginan calon pengantin. Hendak membuat pesta sambil berlayar di kapal pesiar, berkemah di atas gunung, membuat tenda di area peternakan, di bawah laut, atau di kastil ternama pun sah-sah saja. Inspirasi bisa datang dari mana saja, termasuk memori yang berkesan ketika masih kanak-kanak.

Pada 2012, sepasang kekasih memutuskan menikah di John Knox Ranch, kamp musim semi di Wimberley, Texas. Lokasi tersebut dipilih karena John Knox Ranch adalah tempat favorit calon pengantin wanita ketika ia masih kecil. Sekitar 185 tamu tidur di tempat tidur susun yang ada di dalam kabin perkemahan ini. Ketika datang, para tamu diberi “survival kit” yang terdiri dari tabir surya, penangkal serangga, dan kue.

Benda-benda tersebut diberikan agar mereka merasa nyaman berada di tempat yang tidak biasa mereka datangi. Para panitia mengagendakan aktivitas permainan luar ruang, berenang, memanah, dan kano. Pemberkatan pernikahan dilakukan di tepi sungai. Louise Johnson, pemilik kamp tersebut mengatakan selama tiga tahun terakhir ia menerima peningkatan permintaan untuk menikah di kamp miliknya. Di mata Louise, pemandangan alam menjadi faktor utama pasangan pengantin menikah di sana.

Peningkatan acara nikah tamasya bukan hanya terjadi di Amerika. Artikel "Perfect Weddings Abroad" menyebutkan bahwa di masyarakat Inggris terjadi peningkatan pernikahan di luar negeri sebanyak 43 persen, terhitung dari 2003-2008. Jumlah tersebut akan terus meningkat sebanyak 18 persen di tahun 2013.

CNN Travel pernah mencoba merumuskan jenis destinasi favorit untuk nikah tamasya. Tempat tersebut diantaranya pantai, kastil, dan teluk yang tersebar di negara seperti Meksiko, Inggris, dan Italia. Salah satu tempat yang laris sebagai lokasi nikah tamasya ialah Tuscany.

Baca juga: Kecemasan karena Mendamba Pernikahan

infografik destination wedding

Tirto sempat berjumpa dengan Rachel Nathani, pemilik konsultan branding Label Ideas, yang menikah di Tuscany, Florence, Italia. Ia memilih tempat tersebut lantaran terpana dengan taman yang ada di ibukota Florence. Alasan lainnya ialah Rachel tidak suka dengan pesta yang mengundang ribuan tamu.

Di Florence, ia mengundang 450 tamu. Seluruh biaya akomodasi dan transportasi para tamu selama di Tuscany ditanggung oleh keluarga pengantin. Ketika para tamu datang, mereka diberi buku program acara pernikahan yang mengambil waktu selama tiga hari tiga malam. Rachel membuat tiga tema.

“Fairy Lights and Fairytales untuk jamuan makan malam menyambut para tamu di St.Regis Hotel. Keesokan harinya, pemberkatan nikah secara Kristiani dilakukan di Palazzo Corsini dan bertema Love and Lemons. Hari ketiga adalah pesta adat India bertema Roses and Rituals yang diselenggarakan di Vila le Corti. Villa ini terletak di kebun anggur," kata Rachel.

Setelah melakukan pesta adat, Rachel menggelar pesta kembang api. "Setelah itu ada acara tari sebagai bagian tradisi kami dan dilanjutkan dengan after party. Sebenarnya after party selalu diadakan sejak hari pertama pesta,” lanjutnya.

Nikah tamasya tak melulu harus mengundang tamu. Presenter Annisa Pagih melakukan hal tersebut di New Zealand hanya berdua dengan suami. Sebuah helikopter mengantar mereka ke salah satu puncak area perbukitan di negara tersebut. Di sana, seorang pria mendoakan mereka. Setelah doa usai, botol sampanye terbuka sebagai tanda perayaan. Berfoto dengan latar lanskap yang indah menjadi agenda berikutnya.

Baca juga: Pernikahan Anak bikin Melarat

Di Indonesia, salah satu tempat yang kerap dijadikan nikah tamasya adalah Bali. Sejumlah artis luar negeri yang berasal dari Korea dan Tiongkok sempat mengadakan pernikahan di salah satu resor bintang lima dengan memesan seluruh kamar selama beberapa hari. Chris Hemsworth, pemeran Thor, juga melakukan nikah tamasya di Indonesia, yakni di Nihiwatu, Sumba.

Baca juga artikel terkait PERNIKAHAN atau tulisan lainnya dari Joan Aurelia

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Joan Aurelia
Penulis: Joan Aurelia
Editor: Maulida Sri Handayani