Menuju konten utama

Apakah Fetish di Kasus Gilang Bungkus adalah Gangguan Psikologis?

Apakah perilaku Gilang Bungkus merupakan kelainan fetish dan gangguan psikologis?

Apakah Fetish di Kasus Gilang Bungkus adalah Gangguan Psikologis?
Ilustrasi Fetish. foto/istockphoto

tirto.id - Kasus "Gilang Bungkus" ramai di media sosial dan banyak dibicarakan warganet. Kasus pelecehan seksual ini melibatkan seorang mahasiswa bernama Gilang yang meminta korbannya untuk mengirim foto diri sedang dibungkus kain atau foto-foto bagian tubuh lainnya dengan alasan riset tugas kuliah.

Warganet menyimpulkan, Gilang memiliki fetish terhadap kain jarik, orang yang dibungkus, dan bagian tubuh orang seperti jempol kaki. Orang dengan fetish biasanya memiliki dorongan seksual atau ketertarikan pada bagian-bagian tubuh yang sifatnya non-genital seperti rambut, telapak kaki dan ibu jari kaki atau benda mati.

Orang dengan fetish bisa saja sudah merealisasikan dorongan pada fantasinya ini, menurut psikolog Inez Kristanti. Lalu, apakah fetish merupakan sebuah gangguan psikologis?

"Belum tentu. Ketika seseorang yang memiliki dorongan seperti ini merealisasikan fetish-nya dengan pasangan yang memberikan persetujuan atau consent (mau sama mau), fetish bisa saja tidak menjadi sebuah masalah," kata dia, seperti dikutip Antara News, Jumat (31/7/2020).

Namun, kondisinya menjadi berbeda jika kecenderungan ini sampai menimbulkan distress yang signifikan bagi orang yang mengalami fetish, merugikan orang lain atau memaksa orang lain melakukan fetish yang sebenarnya tidak diinginkan.

Sebagai contoh, seseorang merealisasikan fetish tanpa persetujuan orang yang bersangkutan untuk melakukan aktivitas seksual atau sampai menjadi pengganti (substitusi) pasangan manusia atau menjadi syarat mutlak untuk melakukan aktivitas seksual (hingga mungkin mengganggu kehidupan seksualnya dengan manusia lain).

Menurut Inez, pada kasus ini seseorang bisa mengkonsultasikan kondisinya kepada pakar kesehatan mental untuk mendapatkan pertolongan yang sesuai.

"Diagnosis fetishistic disorder bisa diberikan oleh mental health professional," ujar dia.

Pendapat serupa juga diungkapkan psikolog klinis dewasa Nirmala Ika. Untuk memastikan seseorang dengan fetish perlu ada pemeriksaan langsung oleh para ahli kesehatan.

Nirmala juga tak bisa serta merta menyebut fetish sebagai salah satu bentuk penyimpangan seksual. Menurut dia, perilaku disebut penyimpangan seksual jika minimal selama enam bulan terus terfokus pada fantasi dan membuat dia tidak bisa berfungsi secara baik dalam kehidupan sehari-harinya.

"Karena pikirannya fokus di situ, dan mulai melakukan tindakan-tindakan yang menganggu misalnya sampai mencuri, atau bahkan hingga melakukan tindakan kriminal yang lebih berat lagi demi mendapatkan obyek yang dia inginkan," demikian jelas Nirmala.

Perilaku Gilang Bungkus Belum Tentu Fetish

Perilaku Gilang yang belakangan ramai diperbincangkan karena perilakunya yang meminta orang lain membungkus diri bak pocong menggunakan kain jarik dan jenis lainnya belakangan dilabelkan fetish oleh orang-orang di dunia maya.

Padahal, untuk memastikan seseorang dengan fetish perlu ada pemeriksaan langsung oleh para ahli kesehatan. Nirmala Ika sependapat dengan hal ini.

"Harus ada pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan Gilang itu fetish atau bukan," ujar dia.

Dia mencontohkan, seseorang dengan fetish bisa terangsang ketika melihat ibu jari seseorang, rambut atau hidung seseorang. Dia juga bisa mendapatkan rangsangan ketika melihat benda-benda semisal sepatu, pakaian, sarung tangan dan lainnya, yang sebenarnya pada orang lain benda ini terasa biasa saja.

"Yang untuk orang lain pada umumnya mungkin hal-hal itu ya akan dilihat biasa saja," kata Nirmala.

Lalu, dari sisi positif dan negatif, apa label yang tepat untuk fetish?

Nirmala mengatakan, hal ini sulit bisa dikategorikan karena bisa saja seseorang memiliki dorongan seksual pada benda-benda non seksual tetapi dia masih bisa menjaganya dalam ranah pribadi dia.

Dia juga bisa saja tidak menyakiti atau merugikan orang lain, sehingga orang lain tidak bisa serta merta menyebut fetish perilaku negatif.

"Apalagi lalu kita bandingkan dengan orang yang 'normal' tidak punya masalah penyimpangan seksual tapi melakukan pelecehan seksual atau bahkan pemerkosaan ke orang lain tanpa rasa bersalah," demikian penjelasan Nirmala.

Baca juga artikel terkait FETISH

tirto.id - Kesehatan
Sumber: Antara
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Agung DH