Menuju konten utama

Apa yang Harus Dilakukan Saat Kehilangan Penciuman karena COVID-19?

Virus corona dapat menyebabkan peradangan dan pembengkakan di saluran hidung sehingga menyebabkan hidung tersumbat, menurunkan indra Anda dalam prosesnya.

Apa yang Harus Dilakukan Saat Kehilangan Penciuman karena COVID-19?
Ilustrasi Anosmia. foto/IStockphoto

tirto.id - Kehilangan kemampuan penciuman atau anosmia menjadi salah satu gejala dan bisa terjadi pada siapapun yang terinfeksi COVID-19.

Anosmia adalah salah satu gejala utama yang ditunjukkan seseorang terinfeksi virus COVID-19. Penyakit anosmia adalah kondisi ketika indera penciuman tidak berfungsi dengan normal. Sebagian besar kasus anosmia bersifat ringan dan sementara, tetapi sebagian lainnya bisa saja menjadi pertanda adanya masalah serius pada kesehatan.

Kehilangan penciuman adalah tanda-tanda COVID-19, tetapi juga jarang terlihat pada orang yang memiliki kasus flu akut. Namun, dalam kasus COVID-19, bisa menjadi lebih parah. Lebih dari itu, tidak seperti gejala flu biasa, hilangnya indera penciuman atau perasa dapat terjadi tanpa adanya hidung tersumbat atau tersumbat.

Anosmia biasanya terjadi karena adanya penyumbatan pada hidung yang menghambat aroma masuk ke rongga hidung bagian atas. Anosmia pada umumnya disebabkan oleh infeksi sinus, pilek, flu, allergic rhinitis, atau alergi non-rhinitis.

Biasanya anosmia yang disebabkan oleh gejala ini bisa sembuh dengan sendirinya dan tidak memerlukan penanganan khusus. Sebagaimana dikutip Healthline, ada kondisi tertentu yang menyebabkan terjadinya anosmia, di antaranya adalah tumor, nasal polyps, dan tumbuhnya tulang di dalam hidung.

Lantas bagaimana dan apa yang harus dilakukan untuk membantu mengembalikan kemampuan penciuman seseorang yang sempat hilang karena terinfeksi COVID-19?

Dokter Spesialis Paru, Sylvia Sagita Siahaan mengatakan, rehabilitasi penciuman menjadi solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi anosmia.

"Yang paling baik rehabilitasi penciuman misalnya mencium sesuatu seperti minyak kayu putih. Jadi kita rangsang saraf lagi saraf-sarafnya untuk bisa beregenerasi supaya anosmianya menjadi perbaikan," ujar Sylvia seperti dilansir Antara.

Peneliti anosmia Eric Holbrook, yang juga direktur rinologi di Massachusetts Eye and Ear mengatakan, pasien dapat mencoba pelatihan aroma yakni menemukan bau yang kuat dan menghirupnya sambil berfokus pada seperti apa aroma itu seharusnya.

Beberapa penelitian menunjukkan, orang-orang mengalami peningkatan kemampuan mencium dibandingkan dengan kelompok kontrol setelah menjalani pelatihan penciuman.

"Tidak semua orang merespons hal yang sama. Ini sesuatu yang non-invasif dan mudah dilakukan dan disarankan," tutur Holbrook seperti dikutip dari Prevention.

Pasien bisa mengumpulkan beberapa aroma yang kuat misalnya kayu manis, mint, jeruk, wewangian mawar dan cengkih. Lalu tarik napas selama 10- 20 detik sambil memikirkan seperti apa aromanya.

Ahli otolaryngologi di Mount Sinai Hospital, New York, Alfred Iloreta beberapa waktu lalu memulai uji klinis untuk melihat apakah mengonsumsi minyak ikan membantu memulihkan indra penciuman.

Asam lemak omega-3 yang ditemukan dalam minyak ikan dapat melindungi sel saraf dari kerusakan lebih lanjut atau membantu meregenerasi pertumbuhan saraf.

"Jika Anda tidak bisa membaui atau rasa, Anda akan kesulitan makan apa pun dan itu adalah masalah kualitas hidup yang sangat besar. Pasien saya, dan orang yang saya kenal yang kehilangan baunya, benar-benar hancur karenanya," kata Iloreta seperti dikutip dari The New York Times.

Studi dalam Journal of Internal Medicine pada Januari 2021 menemukan, hampir 86 persen dari 2.581 pasien COVID-19 yang diteliti kehilangan membaui dan mengecap akibat virus corona.

Dokter spesialis penyakit menular di Northeast Ohio Medical University, Richard Watkins seperti dikutip dari Prevention, menjelaskan, anosmia terjadi sebagai efek samping virus yang berkembang biak di hidung dan tenggorokan.

Virus dapat menyebabkan peradangan dan pembengkakan di saluran hidung sehingga menyebabkan hidung tersumbat, menurunkan indra Anda dalam prosesnya.

Tetapi mengapa gejala ini tak kunjung hilang pada beberapa orang belum sepenuhnya bisa dipahami para ahli.

"Reseptor virus telah ditemukan di lapisan khusus rongga hidung yang berisi saraf penciuman yang pertama kali mendeteksi bau di udara. Meskipun reseptor ini belum ditemukan pada saraf itu sendiri, kerusakan di sekitarnya kemungkinan besar menyebabkan hilangnya bau," tutur Holbrook.

Anosmia biasanya akan membutuhkan waktu untuk hilang, bisa berbulan-bulan dan umumnya berbeda-beda antar pasien. Para peneliti menemukan sekitar 15 persen belum bisa memulihkan indra perasa dan penciuman mereka 60 hari setelah infeksi, sementara hampir 5 persen berada dalam situasi yang sama hingga enam bulan kemudian.

Sylvia mengatakan, para dokter yang menangani COVID-19 akan bekerja sama dengan dokter spesialis THT dalam kasus anosmia. Penanganannya bisa tergantung derajat kerusakan saraf yang diakibatkan virus.

"Kami bekerja sama dengan dokter THT, karena saluran napasan atas memang dipegang THT juga. Biasanya memang tergantung derajat kerusakannya karena yang dirusak sarafnya," pungkasinya.

Baca juga artikel terkait ANOSMIA atau tulisan lainnya dari Nur Hidayah Perwitasari

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Nur Hidayah Perwitasari
Editor: Agung DH