Menuju konten utama

7 Amalan Sunnah di Bulan Rajab serta Keistimewaannya

Apa saja amalan yang bisa dilakukan di bulan Rajab? Berikut 7 amalan sunnah di bulan Rajab beserta dalil dan penjelasan keutamaannya.

7 Amalan Sunnah di Bulan Rajab serta Keistimewaannya
Ilustrasi Berdoa dan Dzikir. foto/IStockphoto

tirto.id - Rajab termasuk salah satu bulan hijriah yang mulia bagi umat Islam. Ia termasuk di antara empat bulan haram (asyhurul hurum) yang dimuliakan Allah SWT, yaitu Zulkaidah, Zulhijah, Muharram, dan Rajab. Maka itu, sejumlah amalan sunnah di bulan Rajab dianjurkan menjadi pelengkap ibadah umat Islam.

Amalan sunnah bulan Rajab terdiri atas puasa, sedekah, hingga bacaan doa. Amalan-amalan sunnah di bulan Rajab itu dianjurkan untuk melengkapi ibadah umat Islam mengingat keutamaan bulan ini.

Keutamaan bulan Rajab tidak hanya terlihat dari penjelasan Al-Quran dan hadits, tetapi juga kejadian penting yang pernah terjadi di dalamnya. Peristiwa yang menandakan keistimewaan bulan Rajab adalah Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW.

Isra Mikraj terjadi pada suatu malam di tanggal 27 Rajab tahun kedelapan setelah Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasulullah. Dalam Isra Mikraj, Nabi Muhammad melakukan perjalanan menuju Sidratul Muntaha untuk menghadap Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan menerima perintah sholat lima waktu.

Keutamaan Bulan Rajab dan Dalilnya

Rajab berasal dari kata bahasa Arab yang berarti terhormat dan agung. Secara bahasa, Rajab juga bisa berarti memuliakan dan menghormati. Penamaan Rajab tersebut selaras dengan perintah Allah kepada umat Islam agar menahan diri dari bebruat zalim dan permusuhan selama bulan ini.

Keistimewaan bulan Rajab secara jelas diterangkan di dalam Al-Qur'an dan hadits. Mengingat kejelasan dalil ini, tidak ada perbedaan pendapat ulama tentang keutamaan bulan Rajab.

Dalil keutamaan bulan Rajab yang paling pokok terdapat dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 36:

اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَاۤفَّةً ۗوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ

Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan,326) (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauhulmahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu padanya (empat bulan itu), dan perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa,” (QS. At-Taubah [9]:36).

Di dalam kitab Fathul Mu'in, Syekh Zainuddin al-Malibari menerangkan bulan-bulan paling utama selain Ramadhan ialah Muharram, Rajab, Dzulhijah, Dzulqa'dah, dan Sya'ban. Bulan-bulan tersebut dimuliakan oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW.

Khusus 4 bulan di antaranya, yakni Muharram, Rajab, Dzulhijah, Dzulqa'dah juga disebut sebagai bulan-bulan haram, sebagaimana maksud dari surat at-Taubah ayat 36. Ayat ini menegaskan bahwa larangan berbuat dosa maupun maksiat lebih ditekankan lagi pada bulan-bulan tersebut.

Secara lebih luas, maksud dari "bulan haram" ialah adanya penegasan larangan melakukan permusuhan, kedzaliman, serta berbuat dosa selama bulan-bulan tersebut. Perlu dicatat, kata haram (حرام) di bahasa Arab memiliki beragam arti. Kata haram tidak hanya berarti "terlarang," tapi juga bisa bermakna "mulia" atau "kehormatan". Contohnya penyebutan Makkah sebagai "tanah haram" yang berarti tanah mulia dan penuh kehormatan.

Dalil keutamaan bulan Rajab juga terdapat dalam hadis yang diriwayatkan Abu Bakrah RA, bahwasanya Nabi Muhammad SAW bersabda:

Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram [suci]. Tiga bulannya berturut-turut yaitu Zulkaidah, Zulhijjah dan Muharram. [Satu bulan lagi adalah] Rajab Mudhar yang terletak antara Jumadil [akhir] dan Sya’ban,” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Sementara itu, dalam hadits yang bersumber dari Anas dan menurut Imam asy-Syaukani dalam Nailul Authar adalah hadis hasan mursal, Rasulullah SAW bersabda:

رَجَبٌ شَهْرُ اللهِ وَشَعَبَانُ شَهْرِيْ وَرَمَضَانُ شَهْرُ أُمَّتِيْ

Arti: “Rajab adalah bulannya Allah, Sya'ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulannya umatku." (Jami'ul Ahadits, Hadits Nomor 12682).

Dalil tentang keutamaan bulan Rajab lainnya terdapat di hadits riwayat Anas bin Malik, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

قِيْلَ لِرَسُوْلِ اللهِ لِمَ سُمِيَ رَجَبَ؟ قَالَ: لأنَّهُ يُتَرَجَّبُ فِيهِ خَيْرٌ كَثِيرٌ لِشَعْبَانَ وَرَمَضَانَ

Artinya: "Dikatakan kepada Rasulullah, ‘Kenapa (bulan Rajab) dinamakan Rajab?’ Rasulullah menjawab: Karena sungguh banyak di dalamnya kebaikan untuk bulan Sya’ban dan Ramadhan."

Menukil artikel di laman Pondok Pesantren Lirboyo (lirboyo.net), Imam al-Manawi al-Qahiri (w. 1031 h) menjelaskan makna kata "yutarajjabu" dalam hadits di atas adalah, bahwa Allah SWT menggandakan pahala dan memperbanyak kebaikan pada bulan Rajab.

Oleh karena itu, bulan Rajab memiliki julukan Al-Ashabb yang berarti mengucur atau menetes, merujuk pada derasnya tetesan kebaikan di bulan Rajab. Julukan bulan Rajab yang lain adalah Al-Ashamm yang berarti tuli, lantaran di bulan ini tidak terdengar adanya peperangan. Rajab juga dijuluki Rajam, karena pada bulan ini setan-setan dikutuk dan dilempari agar tidak menyakiti orang saleh dan kekasih Allah.

Amalan Apa Saja yang bisa Dilakukan di Bulan Rajab?

Selain tetap konsistem mengerjakan ibadah wajib, serta menjauhi semua perbuatan dosa dan tercela dalam Islam, kaum muslimin-muslimat juga dianjurkan memperbanyak amalan sunnah di bulan Rajab.

Mengerjakan berbagai amalan sunnah di bulan Rajab dapat semakin melengkapi ibadah umat Islam. Apalagi Rajab dan kemudian Sya'ban merupakan 2 bulan mulia yang tiba sebelum Ramadhan. Maka itu, meningkatkan amalan ibadah di bulan Rajab bisa menambah semangat untuk menyambut kedatangan Ramadhan.

Berikut ini sejumlah amalan sunnah yang bisa dilakukan di bulan Rajab menurut hadits dan anjuran para ulama:

1. Puasa sunnah di bulan Rajab

Salah satu amalan bulan Rajab adalah puasa sunnah. Mengenai amalan ini, sering kali ada pertanyaan umat Islam, seperti: "puasa rajab berapa hari sesuai sunnah?"; "Puasa rajab dimulai hari apa?;" "Puasa rajab berakhir tanggal berapa?;" dan "puasa rajab berapa hari dan tanggal berapa?."

Sebenarnya, penjelasan detail mengenai jumlah puasa Rajab dan harinya apa saja tidak terdapat dalam al-Qur'an maupun hadits. Memang ada beberapa hadits yang mendasari detail tuntunan puasa sunnah Rajab, tetapi para ulama berbeda pendapat mengenai keabsahannya.

Sebagai gambaran, ulama besar Mazhab Syafii, Imam Nawawi, dan Ibnu Taimiyah dari Mazhab Hanbali sama-sama berpendapat, tidak ada dalil kuat yang mendasari tuntunan khusus puasa Rajab. Sekalipun demikian, menurut Imam Nawawi, tidak ada juga dalil Al-Quran atau hadits yang melarang pelaksanaan puasa sunnah di bulan Rajab.

Buya Yahya dalam buletin Risalah Al-Bahjah yang dirilis laman buyayahya.org menerangkan, perbedaan pendapat di kalangan ulama 4 mazhab tentang puasa Rajab sejatinya tidak terlampau keras. Bahkan mayoritas ulama empat mazhab tidak menyatakan puasa sunnah Rajab merupakan perbuatan bid'ah.

Seturut penjelasan Buya Yahya, mayoritas ulama dari Mazhab Syafii, Mazhab Maliki, dan Mazhab Hanafi mendukung pendapat tentang kesunnahan puasa Rajab. Salah satu dalilnya adalah hadits riwayat Imam Muslim, bahwa Ibnu ‘Abbas pernah berkata: "Nabi Muhammad SAW berpuasa (di bulan Rojab) hingga kami katakan beliau tidak pernah berbuka di bulan Rajab, dan beliau juga pernah berbuka pada bulan Rajab, hingga kami katakan beliau tidak berpuasa di bulan Rojab." Hadits ini menunjukkan, Rasulullah pernah berpuasa sebulan penuh di bulan Rajab, tetapi pernah juga tidak.

Sementara itu, Imam Ahmad Bin Hanbal (Mazhab Hanbali) berpendapat bahwa berpuasa sebulan penuh di bulan Rajab adalah makruh. Namun, kemakruhan itu bisa hilang jika ada 1 hari saja tidak berpuasa di bulan Rajab. Kemakruhan itu juga bisa hilang dengan menyambung puasa sebulan penuh di bulan Rajab dengan puasa bulan sebelum atau setelahnya. Di antara dalilnya ialah pendapat Sayyidina Umar Ra yang dikutip dalam Kitab Al-Furu’ Karya Ibn Muflih (Juz 3).

Maka, bisa disimpulkan, umat Islam boleh melaksanakan puasa sunnah di bulan Rajab kapan saja sesuai kemampuannya. Agar lebih mantap, Umat Islam bisa melaksanakan puasa sunnah di bulan Rajab pada waktu-waktu yang kesunnahannya tidak diperdebatkan oleh ulama. Misalnya ialah puasa ayyamul bidh, puasa senin-kamis, dan puasa daud.

Puasa ayyamul bidh adalah puasa sunnah pada tiap tanggal 13, 14, 15 bulan hijriah, kecuali Ramadhan dan hari tasyrik (tanggal 13 dzulhijjah). Salah satu dalil yang menegaskan kesunnahan puasa ayyamul bidh adalah hadits shahih berikut:

وَإِنَّ بِحَسْبِكَ أَنْ تَصُومَ كُلَّ شَهْرٍ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فإن لك بِكُلِّ حَسَنَةٍ عَشْرَ أَمْثَالِهَا فإن ذلك صِيَامُ الدَّهْرِ كُلِّهِ

Artinya: "Sungguh, cukup bagimu berpuasa selama tiga hari dalam setiap bulan, sebab kamu akan menerima sepuluh kali lipat pada setiap kebaikan yang kamu lakukan. Karena itu, puasa ayyamul bidh sama dengan berpuasa setahun penuh," (Hadits Riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Adapun puasa daud adalah puasa selang-seling, yakni sehari berpuasa dan sehari tidak. Dalam salah satu hadits, Rasulullah SAW bersabda:

أَفْضَلُ الصِّيَامِ صِيَامُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا

Artinya: "Puasa yang paling utama [afdhol] ialah puasanya Nabi Dawud AS, ia berpuasa sehari dan berbuka [tidak berpuasa] sehari," (HR An-Nasai).

Sebagian umat Islam pun terbiasa menjalakan puasa sunnah pada 1 Rajab, Kamis pekan pertama Rajab, nisfu Rajab, dan 27 Rajab. Ada juga yang melaksanakan puasa pada awal, pertengahan, dan akhir bulan Rajab.

Sejumlah ulama memang menilai dalil-dalil amalan puasa Rajab di hari-hari tadi adalah hadits dhaif atau lemah (diragukan keabsahannya). Meskipun begitu, sebagian ulama Mazhab Syafii berpendapat hadits-hadits itu tetap bisa menjadi dasar amalan puasa bulan Rajab dengan alasan fadhailul a’mal (keutamaan amal). Maksudnya, puasa sunnah di hari apa pun termasuk amal yang mulia, sepanjang tidak dalil yang melarangnya.

2. Membaca doa di bulan Rajab

Amalan bulan Rajab sesuai sunnah Rasulullah SAW lainnya adalah membaca doa. Nabi Muhammad SAW mencontohkan amalan ini dengan membaca doa untuk menyambut awal bulan Rajab.

Seturut penjelasan Muhyiddin Abi Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi di Kitab Al-Adzkar terbitan Darul Hadits, Kairo, bacaan doa bulan Rajab yang dibaca oleh Rasulullah SAW itu adalah:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

Arab Latin: Allahumma barik lana fi rajaba wasya'bana waballighna ramadhana.

Artinya: "Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban dan pertemukanlah kami dengan Ramadhan."

Bacaan doa awal bulan Rajab juga bisa merujuk pada amalan Sayyidina Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah, salah seorang sahabat Nabi SAW yang paling utama dan Khulafaur Rasyidin.

Syekh Abdul Qadir al-Jilani di Kitab al-Ghunyah meriwayatkan, Sayyidina Ali mengintensifkan ibadahnya pada 4 malam tertentu dalam setahun, yaitu malam pertama bulan Rajab, malam Idul Fitri, malam Idul Adha, dan malam Nishfu Sya’ban.

Menurut Syekh Abdul Qadir al-Jilani, di antara bacaan doa Sayyidina Ali pada malam-malam itu adalah:

اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَصَابِيْحِ الْحِكْمَةِ، وَمَوَالِي النِّعْمَةِ، وَمَعَادِنِ الْعِصْمَةِ، وَاعْصِمْنِيْ بِهِمْ مِنْ كُلِّ سُوْءٍ، وَلَا تَأْخُذْنِيْ عَلَى غِرَّةٍ، وَلَا عَلَى غَفْلَةٍ، وَلَا تَجْعَلْ عَوَاقِبَ أَمْرِيْ حَسْرَةً وَنَدَامَةً، وَارْضَ عَنِّيْ؛ فَإِنَّ مَغْفِرَتَكَ لِلظَّالِمِيْنَ، وَأَنَا مِنَ الظَّالِمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِيْ مَا لَا يَضُرُّكَ، وَأَعْطِنِيْ مَا لَا يَنْفَعُكَ، فَإِنَّكَ الْوَاسِعَةُ رَحْمَتُهُ، الْبَدِيْعَةُ حِكْمَتُهُ، فَأَعْطِنِي السَّعَةَ وَالدَّعَةَ، وَالْأَمْنَ وَالصِّحَّةَ، وَالشُّكْرَ وَالْمُعَافَاةَ وَالتَّقْوَى، وَأَفْرِغِ الصَّبْرَ وَالصِّدْقَ عَلَيَّ وَعَلَى أَوْلِيَائِكَ، وَأَعْطِنِي الْيُسْرَ، وَلَا تَجْعَلْ مَعَهُ الْعُسْرَ، وَاعْمُمْ بِذٰلِكَ أَهْلِيْ وَوَلَدِيْ وَإِخْوَانِيْ فِيْكَ، وَمَنْ وَلَدَنِيْ، مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ

Bacaan latinnya: "Allahumma shalli 'ala muhammad wa aalihi mushaabihil hikmah wa mawaali an-nikmah, wa ma'aadinil 'ismah, wa'shimni min kulli suu', walaa ta'huznii 'ala ghirroh, wala 'ala ghoflah, wala taj'al 'awaqiba amri hasrotan wa nadaamatan, wardhi 'anni, fainna maghfirotaka lizzholimiin, wa anaa minadzzolimiin, allahummaghfirli maa laa yadhurrika, wa a'thinii maa laa yanfa'uka, fainnaka al wasi'atu rahmatuhu al badi'atu hikmatuhu, faa'thini as-sa'ata wad-dha'ata wal amna was-shihhata, wasy'syukro wal-mu'afata wat'taqwa, wa afrighi as-shobro was-shidqo 'alayya wa 'ala auliyaika, wa a'thinil yusra, wa laa taj'al ma'ahu al-usra, wa'mum bidzalika ahlii wawaladii, wa ikhwanii fiika, waman waladani minal muslimiina wal muslimaati wal mu'miniina wal mu'minaati."

Artinya: "Ya Allah, limpahkan rahmat ta'dzim kepada Muhammad dan keluarganya yang menjadi pelita-pelita hikmah, pemilik kenikmatan, sumber perlindungan. Jagalah kami—sebab (keberkahan) mereka—dari keburukan. Dan jangan engkau ambil kami dalam kondisi tertipu, tidak pula dalam keadaan lupa. Jangan jadikan akhir urusan kami sebagai penyesalan. Ridhailah kami. Sesungguhnya ampunan-Mu bagi orang-orang yang zalim, dan aku bagian orang yang zalim itu. Ya Allah, ampunilah aku atas dosa yang tidak pernah bisa membahayakan-Mu, berilah aku sesuatu yang memang tak ada manfaatnya sama sekali untuk-Mu. Sesungguhnya Engkau itu maha luas rahmat-Nya. Hikmahnya yang sangat indah. Berikan kami kelapangan dan ketenteraman, keamanan dan kesehatan, serta rasa syukur, selamat sentosa dan ketakwaan. Berikan kesabaran dan kejujuran kepada kami dan orang-orang yang Engkau cintai. Berikan kami pula kemudahan yang tidak ada kesulitannya sama sekali. Semoga itu semua juga Engkau berikan bagi keluarga kami, anak kami, saudara-saudara kami seagama. Dan Engkau berikan kepada orang tua yang telah melahirkan kami, dari muslimin muslimat, mu'minin mu'minat." (Syekh Abdul Qadir bin Shalih al-Jilani, al-Ghunyah juz 1, Dārul Kutub al-Ilmiyyah, Beirut, 1997, halaman 328-329).

3. Memperbanyak sedekah di bulan Rajab

Umat Islam bisa melengkapi amalannya pada bulan Rajab dengan memperbanyak sedekah (shodaqoh). Merujuk kepada penjelasan Syekh Abdul Qadir Al-Jilani dalam Kitab al-Ghunyah li-ṭālibī ṭarīq al-Ḥaqq, keutamaan sedekah di bulan Rajab diterangkan hadits yang memuat sabda Rasulullah SAW berikut:

من تصدق فى رجب باعده الله من النار كمقدار غراب طار فرخا من وكره فى الهوى حتى مات هرما

Artinya: "Barangsiapa bersedekah pada bulan Rajab, maka Allah akan menjauhkannya dari api neraka sejauh jarak tempuh burung gagak yang terbang bebas dari sarangnya hingga mati karena tua."

4. Memperbanyak zikir dan istighfar di bulan Rajab

Amalan sunnah bulan Rajab lainnya yang juga dianjurkan untuk dilaksanakan oleh umat Islam adalah memperbanyak zikir dan istigfar. Jika umat muslim meningkatkan amalan dzikir serta istighfar di bulan Rajab, pahala dan ampunan Allah SWT akan lebih besar daripada bulan-bulan biasa.

Pelipatgandaan pahala itu selaras dengan lebih besarnya dosa perbuatan zalim dan maksiat pada bulan-bulan 'haram' seperti Rajab, sebagaimana tafsir sejumlah ulama terhadap surat At-taubah ayat 36.

Syekh Wahbah bin Musthafa az-Zuhaili dalam Kitab Tafsir al-Munir fil Aqidati was Syari’ati wal Manhaji memberikan penjelasan berikut, seperti dilansir laman nu.or.id:

"Yang dimaksud (dari ayat larangan menzalimi diri sendiri) adalah larangan dari semua bentuk maksiat dengan sebab apa pun di bulan-bulan haram ini, (hal itu) disebabkan besarnya pahala dan siksaan di dalamnya."

Umat Islam bisa memperbanyak bacaan doa, dzikir, dan istighfar seperti yang diajarkan Rasulullah SAW atau para ulama. Misalnya, membaca istighfar "Robbighfily warhamny wa tub ‘alayya" atau "Rabbighfirlii Wa Tub ‘alayya, Innakat Tawwaabur Rahiim."

Sebagian ulama menganjurkan supaya bacaan istighfar yang pertama diamalkan 70 kali, pagi dan sore. Laman Pusat Kajian Hadis Indonesia melansir dua hadits shahih sebagai dalil umum amalan istighfar itu, yakni:

وقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ رضي الله عنه : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : ( وَاللَّهِ إِنِّي لاَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِي الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً ) رواه البخاري

Artinya: Abu Hurairah berkata, "Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Demi Allah, sesungguhnya aku meminta ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali.” (HR. Al-Bukhari).

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ إِنْ كُنَّا لَنَعُدُّ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَجْلِسِ الْوَاحِدِ مِائَةَ مَرَّةٍ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

Artinya: "Dari Ibnu Umar, ia berkata: sungguh Kami telah menghitung ucapan Rasulullah shallla Allahu ‘alaihi wa sallam dalam satu majlis beliau, 'Rabbighfirlii Wa Tub ‘alayya, Innakat Tawwaabur Rahiim' sebanyak seratus kali." (HR. Ibnu Majah).

5. Memperingati Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW

Bulan Rajab menjadi momen Peringatan Isra dan Mikraj Nabi Muhammad SAW. Peringatan Isra Mikraj pada tanggal 27 Rajab biasanya dilaksanakan oleh umat Islam di Indonesia dengan berkumpul bersama untuk membaca doa dan dzikir, serta mendengarkan ceramah agama.

Berkumpul bersama dalam sebuah majelis untuk mendalami hikmah Isra Mikraj tentu merupakan amalan yang mulia, apalagi disertai dengan membaca doa dan dzikir. Di sisi lain, Isra Mikraj merupakan peristiwa luar biasa dalam sejarah Islam sehingga setiap muslim perlu memahami keutamaan dan keistimewaannya supaya iman dan takwa semakin kokoh.

Dengan beragam penjelasan, sebagian ulama berpendapat memperingati merupakan amalan sunnah. Misalnya, laman nu.or.id memuat pendapat salah satu mufti besar dari Mesir, Syekh Dr. Syauqi Ibrahim Abdul Karim 'Allam, tentang hukum peringatan Isra Mi’raj pada tanggal 27 Rajab sebagai berikut:

اِحْيَاءُ لَيْلَةِ ذِكْرَى الْاِسْرَاءِ وَالْمِعْرَاجِ بِالْقُرْبَاتِ الْمُخْتَلِفَةِ هُوَ مَرْغُوْبٌ فِيْهِ شَرْعًا، وَفِيْهِ تَعْظِيْمٌ تَكْرِيْمٌ لِلنَّبِي

Artinya: "Menghidupkan malam dalam rangka memperingati Isra Mi’raj dengan beragam perbuatan ibadah adalah dianjurkan secara syariat, di dalamnya terdapat bentuk mengagungkan dan memuliakan pada nabi." [Lembaga Fatwa Mesir (Darul Ifta al-Mishriyah) mencatat pendapat ini dengan nomor fatwa 14336 pada 05 April 2018].

6. Membaca sholawat

Sebagaimana amalan dzikir, doa, dan istighfar, memperbanyak membaca sholawat dianjurkan menjadi pelengkap ibadah di bulan Rajab. Membaca sholawat kepada Nabi Muhammad SAW merupakan amalan yang utama dalam Islam, dan menjadi lebih mulia jika diamalkan di bulan-bulan haram, seperti Rajab.

Keutamaan membaca sholawat ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 56:

اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

Artinya: "Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya."

Selama bulan Rajab, umat Islam bisa menambah jumlah bacaaan sholawat setiap hari. Banyak bacaan sholawat yang bisa diamalkan, seperti sholawat nariyah, sholawat tibbil qulub, sholawat munjiyat, dan lain sebagainya.

7. Memperbanyak sholat sunnah di bulan Rajab

Pada bulan Rajab, melaksanakan berbagai sholat sunnah yang umum dikerjakan di hari-hari biasa dapat melengkapi dan menyempurnakan ibadah umat Islam. Memperbanyak salat sunnah di bulan Rajab tentu menjadi amalan mulia. Hal ini mengingat pahala untuk ibadah dan dosa atas maksiat pada bulan-bulan haram seperti Rajab akan lebih besar daripada waktu-waktu biasa.

Ada juga amalan yang disebut sholat Rajab (Raghaib), tetapi tidak ada dalil kuat mendasarinya. Meski demikian, amalan ini dianjurkan oleh ulama tasawuf besar dari kalangan Ahlus Sunnah Wal Jamaah (Sunni), Imam Al-Ghazali. Menurut sang Imam, sholat Rajab bisa dikerjakan dengan 12 rakaat (6 kali salam) pada malam jumat pertama bulan Rajab. Waktunya antara Maghrib dan Isya.

Al-Ghazali memafhumi riwayat yang mendasari amalan ini lemah. Namun, seturut pendapat Imam Al-Ghazali, terdapat jenis amalan sholat sunnah yang meski tidak ada dalam hadits, dapat dikerjakan guna bermunajat pada Allah SWT. Adapun pendapat Imam Al-Ghazali tentang keutamaan dan tata cara Sholat Rajab merujuk pada kebiasaan masyarakat muslim di Al-Quds (Palestina) saat menjalankan salat sunah mutlak untuk memuliakan bulan Rajab.

Maka dari itu, sejumlah ulama, seperti Ibnu Hajar al-Haitami berpendapat melaksanakan sholat Rajab (sholat Raghaib) adalah bidah, serta hukumnya makruh. Jika mengikuti pendapat ini, laman nu.or.id merekomendasikan agar menunaikan shalat sunnah mutlak (sebagai pengganti sholat Raghaib) untuk memperbanyak amalan di bulan Rajab yang mulia.

Baca juga artikel terkait BULAN RAJAB atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Dhita Koesno
Penyelaras: Addi M Idhom