Menuju konten utama

Apa Memang Perlu Jumlah Taksi Online Dibatasi?

Jumlah taksi online dibatasi. Peraturan ini diharapkan bisa membuat persaingan di antara para pengemudi lebih renggang.

Apa Memang Perlu Jumlah Taksi Online Dibatasi?
Penumpang layanan ridesharing Grab menunggu kendaraan mereka di sebuah pusat perbelanjaan di Kuala Lumpur, Malaysia (26/3/18). AP Photo/Vincent Thian

tirto.id - Jumlah pengemudi angkutan berbasis aplikasi terus bertambah. Go-Jek, misalnya, sudah punya lebih dari dua juta pengemudi--yang mereka sebut mitra--per Maret 2019, padahal pada Maret 2018 baru satu juta. Angka ini bisa jadi terus bertambah hingga kemudian pemerintah sadar satu hal: penawaran lebih tinggi dari permintaan. Pendapatan pengemudi makin lama makin berkurang.

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) lantas menerbitkan Permenhub 118/2018 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus (bahasa 'hukum' untuk taksi online) yang berlaku mulai 18 Juni lalu. Dalam beleid itu salah satu yang dibahas adalah perkara kuota unit taksi yang diizinkan beroperasi.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi menegaskan bahwa pasal terkait itu memang sengaja dibuat agar muncul keseimbangan antara permintaan dan ketersediaan taksi. Dia juga bilang ini adalah hasil diskusi dengan penyedia aplikasi.

"Mereka juga sudah melihat kalau pendapatan pengemudi sudah berkurang. Itu berarti sudah enggak boleh tambah lagi. Jadi mereka menjaga stabilitas dan harmonisasi dari itu," kata Budi Setiyadi, Selasa (25/6/2019) kemarin.

Namun pembatasan ini bukan berarti menghentikan rekrutmen pengemudi baru sama sekali. Budi Setiyadi menjelaskan, karena dasarnya adalah kuota per wilayah, maka masih mungkin penyedia aplikasi menambah jumlah pengemudi baru pada tempat-tempat tertentu. Di Jakarta, misalnya, ditetapkan kuota sebesar 36 ribu, sementara yang baru terdaftar 18 ribu. Masih ada sisa 18 ribu lagi.

“Kami harapkan kuota yang ada dipenuhi saja dulu,” katanya.

Dengan demikian, setidaknya hingga dalam beberapa waktu ke depan kebijakan ini mungkin tidak akan diprotes orang-orang yang berniat jadi pengendara taksi online, profesi yang syarat-syaratnya memang relatif mudah.

Pernyataan Budi Setiyadi dipertegas Vice President Corporate Communication Go-Jek Michael Reza Say. Dia menegaskan bahwa dalam aturan ini, pembatasan hanya untuk jumlah unit taksi, bukan jumlah pengemudi.

“PM 118 itu mengatur jumlah kendaraan. Bukan jumlah pengemudi. Rekrutmen (jika ada) bisa saja dilakukan untuk akun pengemudi. Karena satu kendaraan bisa dipakai bergantian,” jelas Reza kepada reporter Tirto.

“Dulu 10, Sekarang 2-3 Kali”

Tidak seperti beberapa kebijakan terkait angkutan berbasis aplikasi lain yang kerap ditolak mentah-mentah, kebijakan yang satu ini didukung para pengemudi, setidaknya oleh Aliansi Driver Online (ADO).

Kepada reporter Tirto saat dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu (26/6/2019), Ketua Umum ADO Christiansen Ferary Wilmar mengatakan kelebihan jumlah pengemudi memang sudah jadi keluhan organisasinya sejak lama.

Christiansen mengaku dulu dia bisa mendapat 10 pesanan dalam sehari, namun sekarang hanya mengangkut 2-3 kali. Kondisi ini juga dirasakan kawan-kawannya, katanya. Akhirnya, pendapatan mereka makin hari makin sedikit.

“Dulu bisa sampai Rp500 ribu-700 ribu per hari. Sekarang bahkan kerja sudah lebih dari 12 jam itu setoran susah baget lebih dari Rp300 ribu. Hanya sebagian kecil yang bisa mendapatkan uang segitu,” kata Christiansen.

“Kenapa? Karena suplai dan demand-nya sudah enggak seimbang. Sekarang sudah banyak driver daripada penumpang,” kata dia.

Meski begitu, Christiansen bilang kebijakan ini sebetulnya agak terlambat. Lebih jauh dari menurunnya pendapatan, ada pula sopir yang lantas tidak bisa sama sekali menutupi biaya hidup sehari-hari, termasuk membayar cicilan mobil. Padahal banyak yang mencari nafkah purnawaktu dari pekerjaan ini.

“Banyak teman-teman yang kendaraannya ditarik leasing,” jelas dia.

Dukungan juga muncul dari Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas. Dia khawatir bila kuota angkutan online bukan cuma taksi) tak diatur, pada akhirnya aspek keselamatan bakal terabaikan.

“Kalau terlalu banyak armada, akhirnya persaingannya menjadi tidak sehat, aspek safety-nya juga bisa terabaikan, dan keberlangsungan dari bisnis itu sendiri tidak terjamin,” kata Darmaningtyas kepada reporter Tirto.

Baca juga artikel terkait TAKSI ONLINE atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Rio Apinino