Menuju konten utama
Periksa Fakta

Apa Kabar Vaksinasi COVID-19 bagi Pengungsi & Migran di Indonesia?

Pengungsi dan migran tidak boleh ditinggalkan dalam proses vaksinasi COVID-19.

Apa Kabar Vaksinasi COVID-19 bagi Pengungsi & Migran di Indonesia?
Header Verifikasi Fakta. tirto.id/Quita

tirto.id - Vaksinasi COVID-19 saat ini sudah diperuntukkan untuk semua golongan, tak hanya lansia atau tenaga kesehatan, tetapi juga untuk kalangan umum usia produktif bahkan anak-anak dengan usia minimal 12 tahun. Namun demikian, berdasarkan tinjauan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), migran dan pengungsi masih menghadapi berbagai kendala dalam mengakses vaksin COVID-19.

Padahal, WHO menemukan bahwa migran dan pengungsi lebih mungkin untuk merasakan dampak yang lebih berat dari COVID-19. Selain itu, kondisi hidup kelompok ini membuat mereka lebih rentan terinfeksi virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.

Perlu diketahui bahwa menurut definisi Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), migran adalah orang yang pindah atau telah pindah melintasi perbatasan internasional, atau di dalam wilayah suatu negara, yang jauh dari tempat tinggalnya, terlepas dari status hukum orang tersebut, alasan pindah secara sukarela atau tidak, penyebab perpindahan, dan jangka waktu tinggal. Tulisan ini sendiri berfokus pada migran secara umum, baik pekerja asing dan pekerja Indonesia yang dipulangkan dari luar negeri. Sementara pengungsi, menurut Konvensi 1951, adalah seseorang yang berada di luar negara tempat tinggalnya dengan alasan adanya penganiayaan terkait ras, agama, kebangsaan, keanggotaan dalam kelompok sosial tertentu atau karena keanggotaan dalam partai/pendapat politik tertentu, dan karena ketakutan akan penganiayaan tersebut, tidak bersedia untuk kembali ke negaranya.

WHO, melalui panduan vaksinasi COVID-19 untuk pengungsi dan migran, menyebut bahwa secara global kelompok ini mungkin tinggal di tempat yang kurang layak (misalnya tempat penampungan informal yang berdesakan, asrama pekerja, lembaga pemasyarakatan) sehingga membuat mereka kesulitan menjaga jarak dan menjauhi kerumunan untuk mencegah penyebaran COVID-19.

Selain itu, masih dari WHO, kelompok ini secara global juga berada di tempat dengan budaya, bahasa, dan suku bangsa yang berbeda dengan tempat asal, sehingga hal ini bisa pula menyebabkan mereka kesulitan mendapat akses kesehatan dengan cepat. Ada pula yang ketakutan mencari bantuan kesehatan karena kurangnya kepercayaan terhadap pihak berwenang, termasuk kekhawatiran seputar penahanan dan deportasi.

Di Indonesia, menurut data UNHCR per Oktober 2021, sejumlah 13.188 pengungsi dan juga pencari suaka terdaftar di kantor Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), termasuk di dalamnya 71 persen orang dewasa dan 29 persen anak-anak. Namun, migran dan pengungsi masih mengalami berbagai kesulitan di Indonesia. Beberapa laporan Tirto menunjukkan nasib para pengungsi yang menunggu solusi jangka panjang, tidak memiliki akses untuk hak bekerja, hingga mereka kesulitan bertahan hidup di tengah penolakan warga setempat.

Hingga saat ini, Indonesia memang belum menandatangani Konvensi Terkait Status Pengungsi, atau dikenal sebagai Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokolnya pada 1967. Namun demikian, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri, Indonesia memberikan akses dan perlindungan sementara bagi pengungsi di dalam negeri hingga ditemukan solusi jangka panjang bagi mereka. Berdasarkan aturan tersebut pula, Pemerintah memberi wewenang kepada UNHCR, IOM, dan sejumlah lembaga negara untuk membantu melindungi dan menemukan solusi bagi para pengungsi.

Migran sendiri juga berjuang di tengah pandemi. IOM mencatat bahwa ada sekitar 40.000 pekerja migran yang pulang ke Indonesia pada Juni-Juli 2021 saja, dan mereka tidak bisa kembali bekerja karena pandemi. Survei IOM pada 2.100 responden menunjukkan bahwa sekitar 72 persen pekerja migran yang kembali harus menganggur setelah kepulangan mereka. Namun, pekerja migran Indonesia yang pulang dari luar negeri masuk ke dalam program vaksinasi nasional, berbeda dengan pekerja asing yang tidak secara langsung disebut di rencana program vaksinasi nasional.

Untuk pekerja asing, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan RI, dr. Siti Nadia Tarmizi, menyatakan (2/9/2021) bahwa warga negara asing (WNA) bisa mengakses vaksinasi COVID-19 yang tersedia melalui skema gotong royong. WNA tersebut dapat menghubungi kedutaan besar negaranya untuk mendapatkan informasi mengenai tempat-tempat penyedia vaksinasi COVID-19.

Sementara itu, inisiasi vaksinasi bagi pengungsi dan migran asing juga masih dilakukan dengan kerja sama antara UNHCR, IOM, pihak swasta, dan pemerintah daerah, dipayungi peraturan Kementerian Kesehatan. Di tengah kondisi ini, baik UNHCR maupun IOM telah berupaya mengadakan vaksinasi bagi kelompok pengungsi dan migran. Pada 8-10 September 2021 lalu misalnya, UNHCR bekerjasama dengan IOM, UNICEF, dan Kantor Resident Coordinator (RC’s Office) menyelenggarakan vaksinasi COVID-19 untuk pengungsi berusia 60 tahun ke atas, dan beberapa pengungsi dengan penyakit penyerta yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya. Kegiatan vaksinasi ini diikuti hampir 300 pengungsi.

Menurut data UNHCR, per 30 November 2021, organisasi ini juga telah mendukung vaksinasi COVID-19 yang diadakan oleh otoritas kesehatan bagi 5.614 pengungsi untuk dosis pertama dan 3.672 pengungsi untuk dosis kedua.

Lalu, pada 7 Oktober 2021 misalnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama UNHCR dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) DKI Jakarta menyelenggarakan vaksinasi COVID-19 untuk para pengungsi dan pencari suaka yang berdomisili di wilayah Jabodetabek yang melibatkan 600 warga negara asing (WNA).

Sementara itu, per 12 Oktober 2021, menukil dari Kompas, pemerintah telah memberikan vaksinasi COVID-19 untuk hampir 2.000 pengungsi asing. Namun, Direktur Hak Asasi Manusia dan Keamanan Kementerian Luar Negeri Achsanul Habib menyatakan bahwa vaksinasi bagi pengungsi masih terkendala Nomor Induk Kependudukan (NIK).

“Sementara ini WNA non-kategori. Inilah kemudian kita cari jalan keluarnya. Pemprov DKI mengeluarkan vaksin gotong royong kemarin,” kata Achsanul (12/10/2021).

Menurut laporan terakhir dari UNHCR, Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan instruksi lebih rinci terkait vaksinasi COVID-19 bagi pengungsi. Instruksi per 21 September tersebut diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/6424/2021. Instruksi terbaru ini mengizinkan pengungsi mengakses skema vaksinasi yang melibatkan sektor swasta dengan identitas yang dikeluarkan UNHCR. Para pengungsi juga dapat mengakses skema vaksinasi nasional dengan ketentuan setidaknya 70 persen populasi daerah setempat telah menerima vaksinasi dosis pertama.

Pedoman vaksinasi bagi para pengungsi dan migran yang dikeluarkan WHO juga telah dipublikasikan oleh Satgas Penanganan COVID-19 pada 18 Oktober 2021. Panduan sementara tersebut di antaranya berisikan beberapa hal, utamanya untuk memastikan bahwa pengungsi dan migran memiliki akses yang sama untuk melakukan vaksinasi COVID-19 dan bahwa hambatan yang mencegah pengungsi mengakses layanan vaksinasi COVID-19 perlu diatasi.

Oleh karena itu, pengungsi dan migran tidak boleh ditinggalkan dalam proses vaksinasi COVID-19. Mereka memiliki hak asasi manusia atas kesehatan, dan negara berkewajiban untuk menyediakan layanan perawatan kesehatan.

Baca juga artikel terkait PERIKSA FAKTA atau tulisan lainnya dari Irma Garnesia

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Irma Garnesia
Editor: Farida Susanty