tirto.id - Hampir semua orang pasti pernah mencabut kulitnya sendiri, baik dengan jari atau alat khusus seperti pinset. Misalnya mencabut kulit tipis di sekitar kuku, mengorek bekas jerawat, atau menarik kulit bibir yang mengering.
Aktivitas seperti ini tergolong normal bila hanya dilakukan sesekali. Tapi ketika sudah menjadi kebiasaan dan sulit untuk berhenti, maka hal tersebut termasuk skin picking disorder.
Skin picking disorder atau excoriation adalah kondisi psikologis seseorang yang cenderung ingin mencabut kulitnya sendiri secara berulang. Kondisi ini juga sering disebut sebagai dermatillomania. Dalam bahasa Yunani, derma berarti kulit, tillo artinya mencabut, dan mania mengacu pada perilaku yang berlebihan.
Dermatillomania bisa terjadi dalam dua cara, yaitu dilakukan secara sadar dan tidak sadar. Sebagian orang bisa mencabuti kulitnya secara otomatis tanpa perlu berpikir. Sebagian yang lain melakukannya secara sadar, tapi tidak bisa berhenti dan fokus mencabut kulit di area yang spesifik.
Gejala Skin Picking Disorder
Dikutip dari situs NHS, seseorang dianggap mengalami skin picking disorder apabila memiliki beberapa ciri berikut ini:
- Tidak bisa berhenti mencabuti kulitnya sendiri.
- Sering mengorek tahi lalat, bintik hitam di wajah, atau bekas luka karena ingin membuat kulit lebih halus.
- Sering mengalami luka, pendarahan, atau memar akibat kebiasaan mencabut kulit.
- Kebiasaan mencabuti kulit sering dilakukan tanpa sadar, bahkan bisa terjadi saat sedang tertidur.
- Sering mencabuti kulit saat merasa stres dan cemas.
Penyebab Skin Picking Disorder
Belum diketahui secara pasti mengenai penyebab dari skin picking disorder. Namun menurut situs Cleveland Clinic, setidaknya ada tiga faktor yang berpengaruh, yaitu:
1. Faktor genetik
Seseorang dengan skin picking disorder biasanya memiliki anggota keluarga dalam garis keturunan lurus satu derajat (orang tua, saudara, atau anak) yang memiliki gangguan yang sama.
2. Faktor struktur otak
Seseorang dengan skin picking disorder diketahui memiliki perbedaan struktur otak, khususnya di area yang mengontrol cara belajar dan pembentukan kebiasaan.
3. Faktor psikologis
Perilaku mencabuti kulit bisa disebabkan karena kondisi kesehatan mental lainnya atau sebagai respons terhadap situasi tertentu. Misalnya ketika sedang bosan, merasa gelisah, gugup, atau dilanda kecemasan, seseorang bisa mulai mencabut kulitnya sendiri tanpa sadar.
Skin picking disorder juga kerap dihubungkan dengan body dysmorphic disorder, yaitu kondisi ketika seseorang selalu mencemaskan penampilan dan merasa punya kekurangan. Padahal, kekurangan itu tidak tampak dan tidak disadari oleh orang lain.
Dalam kasus skin picking disorder, kekurangan yang dimaksud bisa berupa kulit yang sedikit mengelupas, bekas luka, atau jerawat. Lantaran merasa terganggu, ia pun mulai mencabuti kulitnya untuk membuat penampilannya lebih sempurna.
Efek Skin Picking Disorder
Setidaknya ada dua macam efek yang terjadi akibat skin picking disorder, yaitu efek yang terlihat secara fisik dan efek psikologis. Berikut penjelasannya:
- Efek pada fisik
Di sisi lain, luka juga berpotensi menyebabkan infeksi sehingga butuh pengobatan antibakteri. Meski jarang terjadi, infeksi bisa berpengaruh pada kesehatan dan menyebabkan sepsis, yaitu respons sistem kekebalan tubuh yang berlebihan dan bisa mematikan.
- Efek psikologis
Penulis: Erika Erilia
Editor: Nur Hidayah Perwitasari