Menuju konten utama

Apa Itu Sindrom Peter Pan? Berikut Pengertian dan Gejalanya

Apa itu Sindrom Peter Pan? Berikut pengertian dan gejala Sindrom Peter Pan yang kerap muncul.

Apa Itu Sindrom Peter Pan? Berikut Pengertian dan Gejalanya
ilustrasi. foto/shutterstock

tirto.id - Sindrom Peter Pan adalah istilah untuk menggambarkan orang yang kesulitan berperilaku dewasa meski usianya sudah matang. Sederhananya, pengertian Sindrom Peter Pan adalah tidak mampu bersikap dewasa dan mandiri sesuai usia.

Orang yang mengalami Sindrom Peter Pan biasanya tidak mampu mengelola tanggung jawab yang harus diemban oleh orang dewasa. Tanggung jawab itu seperti mempertahankan pekerjaan hingga menjaga hubungan yang sehat.

Sikap kekanak-kanakan yang dimiliki orang pengidap Sindrom Peter Pan bisa terkait dengan aspek psikologis, sosial, dan bahkan seksual. Meskipun sindrom ini bisa menerpa semua orang, laki-laki lebih sering mengalaminya.

Namun, Sindrom Peter Pan sebenarnya merupakan istilah informal yang digunakan oleh sejumlah psikolog, demikian mengutip Medical News Today. Hingga kini, Sindrom Peter Pan belum masuk di dalam kategori diagnosis formal untuk masalah kesehatan mental di AS.

Sindrom Peter Pan bukan diagnosis formal yang diakui Centers for Disease Control and Prevention (CDC) maupun American Psychiatric Association (APA). Karena itu, APA beum memasukkannya di dalam The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th edition, text revision (DSM5-TR).

Selama ini belum banyak penelitian tentang Sindrom Peter Pan, sehingga psikolog tidak tahu persis apa penyebabnya. Beberapa ahli psikologi berpendapat, memiliki orang tua yang terlalu protektif dapat membuat seseorang lebih mungkin berprilaku demikian.

Alasan di balik ini menjelaskan bahwa ketika anak-anak dilindungi secara berlebihan, mereka tidak mengembangkan keterampilan yang mereka butuhkan untuk menghadapi tantangan di kehidupan nyata. Ketika tumbuh menjadi dewasa, mereka akan tetap mengharapkan lingkungan masa kanak-kanak yang aman dan istimewa.

Gejala Sindrom Peter Pan

Istilah Sindrom Peter Pan pertama digunakan oleh Dr. Dan Kiley dalam bukunya yang berjudul The Peter Pan Syndrome: Men Who Have Never Grown Up, yang terbit perdana pada tahun 1983.

Menurut Dr. Kiley, orang-orang pengidap Sindrom Peter Pan berperilaku tidak bertanggung jawab dan dapat menunjukkan ciri-ciri kepribadian narsistik. Karakter ini membuat mereka sulit memiliki hubungan sosial, profesional, dan romantis yang fungsional.

Dr. Kiley menulis, karena orang-orang dengan Sindrom Peter Pan menolak mengemban tanggung jawab, mereka cenderung menyalahkan orang lain atas masalah yang sedang dihadapinya. Selain itu, ketidakmampuan mengekspresikan emosi membuat pengidap sindrom ini kerap tidak mampu mempertahankan hubungan.

Dr. Kiley menduga cikal bakal Sindrom Peter Pan dimulai dari sekitar usia 11-12 tahun. Saat anak beranjak remaja, gejala tersebut semakin terlihat jelas.

Biasanya tanda dan gejala awal orang dengan Sindrom Peter Pan dapat dilihat ketika seorang anak atau remaja diberi tanggung jawab. Mereka akan cenderung menolak atau menyalahkan orang di sekitarnya. Hal ini menyebabkan orang di sekitarnya merasakan emosi negatif, seperti memendam perasaan bersalah.

Meskipun demikian, Sindrom Peter Pan tidak dapat berdiri sendiri, gejalanya termanifestasi dan diperburuk akibat respons orang lain.

Mengutip laman Choosing Therapy, berikut adalah beberapa gejala potensial Sindrom Peter Pan:

  • Motivasi rendah
  • Kurangnya minat dalam bekerja
  • Penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol
  • Bermasalah dengan komitmen
  • Tidak bisa diandalkan
  • Kesulitan membuat keputusan
  • Emosi tidak stabil
  • Kurangnya akuntabilitas dan menyalahkan orang lain
  • Keterlambatan dalam pertumbuhan pribadi
  • Berharap orang lain untuk merawatnya
  • Takut dan menolak menerima kritik yang membangun
  • Menunda pekerjaan
  • Penolakan untuk berpartisipasi atau menyelesaikan pekerjaan rumah tangga secara efektif
  • Pengangguran kronis atau setengah pengangguran
  • Mengandalkan orang lain untuk mengelola keuangan
  • Menolak untuk meninggalkan rumah masa kecilnya
  • Memprioritaskan kesenangan dan bermain di atas kewajiban penting
  • Bermasalah atau menolak untuk mendefinisikan sebuah hubungan
  • Menghindari upaya untuk mengatasi konflik dalam hubungan
  • Berteman dengan anak-anak
  • Berteman dengan individu lain yang belum dewasa dengan mentalitas yang sama
  • Penggunaan zat atau kecanduan yang secara khusus dimaksudkan untuk menghilangkan pikiran dan perasaan negatif yang terinternalisasi.

Baca juga artikel terkait KESEHATAN MENTAL atau tulisan lainnya dari Balqis Fallahnda

tirto.id - Gaya hidup
Kontributor: Balqis Fallahnda
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Addi M Idhom