Menuju konten utama

Apa Itu Rasisme dan Penyebabnya Seperti Dialami Natalius Pigai?

Apa yang dimaksud dengan rasisme seperti yang dialami Natalius Pigai? Berikut penjelasannya. 

Apa Itu Rasisme dan Penyebabnya Seperti Dialami Natalius Pigai?
Mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/foc/16.

tirto.id - Politikus Partai Hanura Ambroncius Nababan ditetapkan sebagai tersangka terkait ujaran rasisme ke Natalius Pigai, eks Komisioner Komnas HAM. Ambroncius ditahan usai pemeriksaan oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.

"Betul (sudah ditahan)," kata Direktur Tindak Pidana Siber Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol Slamet Uliandi, saat dihubungi, Rabu (27/1/2021).

Penahanan dilakukan dengan alasan agar tersangka tidak melarikan diri dan tidak menghilangkan barang bukti.

Polisi sebelumnya menjemput Ambroncius dari kediamannya Selasa (26/1) kemarin sore usai ditetapkan sebagai tersangka. Korban rasisme adalah eks komisioner Komnas HAM Natalius Pigai. Lantas, apa itu rasisme?

Pengertian Rasisme

Rasialisme mengacu pada sikap negatif yang dikaitkan dengan ras. Ras merupakan persepsi dari masyarakat yang menempatkan seseorang pada kelompok tertentu berdasarkan karakter fisik yang dimilikinya. Contohnya berdasarkan warna kulit, jenis rambut, bentuk wajah, sampai bentuk mata.

Menurut laman Komisi HAM Australia, paham rasisme sering dikaitkan dengan tindakan pelecehan dan makian akibat perbedaan ras. Kadang rasisme tidak dilakukan melalui kekerasan atau intimidasi. Memanggil seseorang karena rasnya, atau mengucilkan kelompok dilihat dari mana dia berasal, bisa dikategorikan tindakan rasisme.

Rasisme akan terungkap dari tindakan dan sikap seseorang. Namun, sekarang ini rasisme pun sudah masuk ke dalam sistem dan institusi yang mungkin agak sulit diungkap ke publik. Dan, mulai terjadilah rasisme sistemik.

Aksi rasisme sistemik muncul dari berbagai penyebab di antaranya:

  1. Adanya sejarah hukum yang diciptakan dengan pondasi untuk menguntungkan ras tertentu.
  2. Terdapatnya institusi dengan kebijakan yang berat sebelah berdasarkan ras.
  3. Terpeliharanya ketidakdilan dan rasisme sistemik yang tidak kunjung diselesaikan, seperti penghinaan, pelecehan, atau ucapan yang menyinggung soal ras.

Di sisi lain, rasisme bukan sekadar ucapan, keyakinan, atau tindakan semata. Di dalamnya mencakup semua hal, terutama yang menghalangi seseorang untuk mendapatkan martabat dan persamaan karena ras mereka. Sayangnya, rasisme semakin banyak dilakukan secara terang-terangan, bahkan menjadi parah terutama di media sosial.

Kasus rasisme besar yang terungkap sejarah adalah perilaku Sosialis Nasional Jerman (Nazisme). Nazi menelurkan teori ras Nazi yang mengatakan bangsa Jerman dan Bangsa Eropa utara lainnya adalah ras Arya yang unggul. Lalu, mereka juga membuat UU Nurember tahun 1935 yang berisi kodifikasi definisi biologis ke-Yahudi-an.

Untuk melegitimasi rasisme Nazi tersebut, selama Perang Dunia II, para dokter Nazi melakukan eksperimen medis palsu untuk dijadikan bukti fisik keunggulan bangsa Arya dan kelemahan bangsa non-Arya. Mengutip laman Unites States Holocaust Momorial Museum, akibat eksperimen itu, banyak tawanan non-Arya harus meregang nyawa. Dan, selama itu pula para dokter Nazi gagal membuktikan teori unggulnya bangsa Arya.

Rasisme dapat diperangi. Namun, hal ini membutuhkan komitmen dari setiap orang untuk benar-benar tidak melakukan perbuatan rasis.

1. Memahami arti rasisme

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan rasialisme sebagai prasangka berdasarkan keturunan bangsa, atau sebuah paham jika ras diri sendiri adalah ras unggulan. Dengan memahami arti rasisme, maka perbuatan semacam itu tidak dibenarkan.

2. Memahami kesenjangan sosial

Rasisme memicu kesenjangan dan ketidaksetaraan dalam kehidupan pribadi dan publik. Maka, menjadi anti-rasis artinya memahami dan menyadari ada perlakuan tidak adil untuk ras tertentu yang tidak boleh teru berulang.

3. Berhenti mengatakan "Saya tidak rasis"

Setiap orang memiliki potensi untuk rasis. Berkata "Saya tidak rasis" adalah bentuk pernyataan egois dan menyangkal realita.

4. Menentang gagasan rasisme

Langkah selanjutnya, setiap orang perlu menentang setiap pandangan, keyakinan, hingga dukungan politik yang menghakimi adanya ketidaksetaraan ras. Ini sikap nyata sebagai anti-rasis.

5. Mendukung anti-rasis dan mengedukasi orang lain

Gagasan anti-rasis harus terus ditularkan sehingga mengedukasi orang lain atas kesetaraan ras itu perlu dilakukan berkelanjutan.

Baca juga artikel terkait RASISME atau tulisan lainnya dari Ilham Choirul Anwar

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Ilham Choirul Anwar
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Alexander Haryanto