Menuju konten utama

Apa itu Pola Asuh Otoriter, Ciri-ciri dan Dampaknya Bagi Anak?

Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang diterapkan oleh orang tua yang kerap memberi aturan dan batasan sangat ketat pada anak-anak mereka.

Apa itu Pola Asuh Otoriter, Ciri-ciri dan Dampaknya Bagi Anak?
Ilustrasi orang tua marah ke anak. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Jika Anda sering memberikan batasan sangat ketat kepada anak-anak Anda, dan sering mengatakan, “Pokoknya harus begitu!” atau, Anda cenderung menganggap anak tidak tahu apa-apa, sehingga sering mengabaikan sudut pandang mereka, maka bisa jadi Anda tipe orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter.

Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang diterapkan oleh orang tua yang kerap memberi aturan dan batasan sangat ketat pada anak-anak mereka.

Menurut Very Well Mind, pola asuh otoriter adalah pola asuh yang ditandai dengan tuntutan yang tinggi dari orang tua.

Namun, orang tua tidak terlalu mengharapkan tanggapan atau respons dari anak-anaknya.

Selain itu, orang tua juga tidak terlalu banyak memberikan umpan balik dan pengasuhan kepada anak-anaknya. Ketika orang tua memberikan umpan balik atau respons kepada anak-anaknya, seringkali sangat negatif.

Jika anak berbuat kesalahan, maka anak cenderung dihukum dengan keras. Mereka sering memberi bentakan dan hukuman fisik kepada anak.

Orang tua yang menerapkan gaya pengasuhan seperti ini sering menggunakan hukuman daripada mengajarkan kedisiplinan. Mereka umumnya tidak mau, atau tidak mampu, menjelaskan alasan di balik peraturan mereka.

Ciri-ciri pola asuh otoriter

Beberapa ciri atau karakter dari pola otoriter adalah berikut ini, seperti dilansir dari WebMd, di antaranya adalah:

- Orang tua tidak terlalu hangat, dan tidak terlalu menunjukkan kasih sayang pada anak-anak mereka.

- Orang tua tidak terlalu mengasuh anak-anaknya.

- Orang tua cenderung mempermalukan atau merendahkan anak-anaknya, terutama jika anak-anak berbuat kesalahan.

- Orang tua tidak akan memberikan dorongan positif kepada anak, setelah anak berbuat kesalahan, atau ketika anak tidak berhasil mencapai sesuatu.

- Orang tua otoriter sangat tidak sabar, dan cenderung akan naik darah serta sangat emosi jika anak-anak mereka melakukan tindakan kenakalan anak.

- Orang tua otoriter cenderung tidak mempercayai anak-anak mereka, oleh karena itu, mereka akan selalu memperhatikan gerak-gerik anak-anak mereka, bahkan seringkali melakukan pengawasan yang amat berlebihan.

- Orang tua tidak menunjukkan empati pada anak-anaknya, dan tidak mau repot-repot memahami dari sudut pandang anak, karena orang tua otoriter cenderung sangat percaya bahwa apa yang mereka pikirkan dan pilihan untuk anak-anak mereka adalah hal yang benar.

Dampak pola asuh otoriter

Walaupun tampak sangat keras, pola asuh otoriter ini juga memiliki dampak positif, di antaranya, seperti dilansir dari WebMD:

- Anak selalu ingin melakukan yang terbaik.

- Anak yang diasuh dengan pola otoriter, cenderung menjadi pribadi yang bertanggung jawab.

- Anak akan menjadi pribadi yang selalu fokus pada apa yang mereka kerjakan, dan fokus pada tujuan yang sudah mereka rencanakan.

Selain dampak positif, pola asuh ini tentu juga memiliki dampak negatif, dilansir dari laman Michigan State University, berikut dampak negatif dari pola pengasuhan otoriter,

- Anak akan menjadi pribadi yang agresif.

- Anak dengan orang tua otoriter biasanya tidak terlalu berhasil secara sosial.

- Anak juga tidak bisa mengambil keputusan sendiri.

- Anak memiliki penghargaan terhadap diri yang sangat rendah.

- Anak tidak terlalu pandai menilai karakter seseorang.

- Ketika dewasa, anak biasanya akan memberontak terhadap figur-figur otoritas.

- Anak akan mencontoh perilaku yang diberikan kepada mereka, terutama saat bersama teman sebaya, ataupun kepada anaknya kelak.

- Anak sulit untuk berpikir sendiri atau memutuskan sesuatu sendiri.

- Anak sulit untuk mengelola kemarahan dan emosinya.

Baca juga artikel terkait LIFESTYLE atau tulisan lainnya dari Lucia Dianawuri

tirto.id - Gaya hidup
Kontributor: Lucia Dianawuri
Penulis: Lucia Dianawuri
Editor: Nur Hidayah Perwitasari