Menuju konten utama

Apa Itu La Nina & Bagaimana Dampaknya Terhadap Cuaca di Indonesia?

La Nina adalah kondisi anomali suhu permukaan laut Samudera Pasifik tropis bagian tengah dan timur yang lebih dingin daripada kondisi normalnya.

Apa Itu La Nina & Bagaimana Dampaknya Terhadap Cuaca di Indonesia?
Prakiraan cuaca hujan dan berawan. FOTO/istockphoto

tirto.id - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menginformasikan bahwa sejak September dasarian III 2021, berdasarkan hasil pemantauan terhadap anomali iklim global di Samudera Pasifik Ekuator menunjukkan Indeks ENSO (El Nino-Southern Oscillation) di wilayah Samudra Pasifik Tengah telah melewati ambang batas La-Nina.

Nilai anomali iklim global di Samudera Pasifik telah melewati ambang batas La Nina yakni mencapai -0.63°C pada dasarian III September 2021, -0.61°C pada dasarian I Oktober 2021 : -0.61°C dan -0.92°C pada dasarian II Oktober 2021. Padahal ambang batas kategori La Nina hanya -0,5°C.

"Indeks Enso Oktober 2021 sebesar -0.83°C menunjukkan ENSO dalam kondisi prasyarat La-Nina Lemah. Diprakirakan fenomena ENSO La-Nina Lemah dan dimungkinkan menjadi La-Nina Moderat berlangsung hingga awal tahun 2022," kata Kepala Stasiun Klimatologi Sleman Yogyakarta Reni Kraningtyas.

Apa itu fenomena La Nina?

Kepala Sub Bidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara, Siswanto kepada Tirto mengatakan fenomena La Nina adalah kondisi penyimpangan (anomali) suhu permukaan laut Samudera Pasifik tropis bagian tengah dan timur yang lebih dingin daripada kondisi normalnya.

Menurutnya, fenomena La Nina akan dinyatakan sebagai “Kejadian La Nina” atau “La Nina event” apabila kondisi penyimpangan (anomali) suhu permukaan laut Samudera Pasifik tropis bagian tengah dan timur yang lebih dingin daripada kondisi normalnya.

Selain itu, perubahan permukaan laut tersebut juga diikuti oleh perubahan sirkulasi atmosfer di atasnya berupa peningkatan angin pasat timuran lebih kuat dari kondisi normalnya, dan telah berlangsung beberapa bulan (2-3 bulan).

"Kondisi La Nina dapat berlangsung dengan durasi selama beberapa bulan hingga dua tahun dan berulang setiap beberapa tahun (siklus 2-8 tahun). Kejadian La Nina dapat mempengaruhi perubahan pola cuaca global," kata Siswanto.

Dampak fenomena La Nina

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyampaikan ancaman La Nina berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologi berupa banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang, puting beliung, dan sebagainya.

Sehingga, Dwikorita meminta Pemerintah Daerah serius menanggapi peringatan dini La Nina yang dikeluarkan BMKG guna meminimalisir dampak dan kerugian yang lebih besar. Pemerintah Daerah, kata dia, harus menyiapkan rencana aksi hadapi La Nina.

"Mohon kepada daerah untuk tidak menyepelekan peringatan dini La Nina ini. Jangan sampai melupakan upaya mitigasi dan fokus pada penanggulangan pasca kejadian. Mitigasi yang komprehensif akan bisa menekan jumlah kerugian dan korban jiwa akibat bencana hidrometeorologi," ungkap Dwikorita, Jumat (29/10/2021).

Sebelumnya, BMKG telah menyampaikan peringatan dini untuk waspada datangnya La-Nina menjelang akhir tahun ini.

Dwikorita menyebut, statistik kebencanaan saat ini didominasi oleh peristiwa-peristiwa bencana yang terkait dengan cuaca/iklim. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan bahwa dalam kurun waktu tahun 2019 hingga 2020, kejadian bencana angin ribut/puting beliung, banjir, longsor dan kekeringan mencapai 79% dan 83% dari total bencana yang tercatat.

Hal tersebut menegaskan bahwa kesiapsiagaan mutlak diperlukan atas jenis bencana ini karena frekuensi kejadiannya yang sangat dominan. Tentu saja, sebagian dari bencana alam tersebut tidak bisa kita cegah, namun resiko kerugiannya dapat kita kurangi melalui upaya yang massif, koordinasi yang efektif dan sinergi yang baik antar kementerian/lembaga.

"Peringatan dini yang dikeluarkan bukan untuk menakut-nakuti, melainkan jeda waktu yang bisa dimanfaatkan utnuk mempersiapkan segala sesuatunya, mengingat fenomena cuaca dan iklim bisa diprakirakan," ujarnya.

Lebih lanjut, Dwikorita mengatakan, meskipun La Nina tahun ini tidak sama persis dengan kejadian tahun 2021 lalu, karena lebih lambat kemunculannya, namun anomali curah hujan yang tercatat dapat menjadi referensi dalam melakukan upaya-upaya untuk mengurangi resiko yang mungkin terjadi.

Baca juga artikel terkait LA NINA atau tulisan lainnya dari Nur Hidayah Perwitasari

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Nur Hidayah Perwitasari
Editor: Iswara N Raditya