Menuju konten utama

Apa Itu KPR Syariah dan Perbedaannya dengan KPR Konvensional

Layanan KPR Syariah disediakan oleh bank syariah maupun unit usaha syariah (UUS) dari bank konvensional.

Apa Itu KPR Syariah dan Perbedaannya dengan KPR Konvensional
Ilustrasi KPR Online. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Kredit Pemilikan Rumah (KPR) menjadi jalan yang memudahkan untuk memiliki hunian sendiri. Terlebih lagi, KPR hanya dipatok dengan tarif bunga rendah dan bisa dicicil cukup lama, bahkan sampai 15 tahun.

Dengan begitu, bagi masyarakat yang penghasilannya menengah masih bisa mengambil kredit ini.

Namun, seiring berjalannya waktu, sebagian masyarakat muslim memandang ada sisi ketidaknyamanan jika bertransaksi dengan sistem kredit berbunga. Untuk mengakomodasi transaksi beli rumah tanpa riba, hadirlah sebuah produk KPR Syariah yang bisa diajukan oleh nasabah muslim atau pun nonmuslim.

Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Syariah dapat menjadi solusi pembelian rumah dengan cicilan yang bebas riba.

Apa Itu KPR Syariah?

Sesuai namanya, KPR ini memiliki proses yang disesuaikan dengan transaksi muamalah sesuai syariat Islam. Laman OJK menyebutkan, layanan KPR Syariah disediakan oleh bank syariah maupun unit usaha syariah (UUS) dari bank konvensional.

Sifat pembiayaannya dapat berjangka pendek, menengah, atau panjang untuk pembelian rumah tinggal yang masih baru atau bekas.

Sementara itu, akad yang dipakai biasanya jual beli murabahah. Namun, kadang juga dipakai akad lain sesuai dengan diskusi nasabah dengan bank. Setelah tercapai kesepakatan dan pembiayaan dilakukan, nasabah akan mencicil angsuran per bulan.

Laman Permata Bank menjelaskan, adanya akad ini juga membedakan jenis pendapatan yang diterima bank antara margin, bagi, hasil, atau ujrah. Inilah beberapa jenis akad yang dipakai pada KPR Syariah:

Apa Itu Akad murabahah & Apa Perbedaan KPR konvensional dan KPR syariah?

Secara teori, akad murabahah melibatkan dua pihak yang saling bertransaksi. Dalam akad ini, pihak pertama (nasabah) meminta kepada pihak kedua (bank syariah) untuk membelikan dahulu barang yang spesifikasinya sesuai permintaan dari pihak pertama.

Selanjutnya, pihak kedua akan menjual kembali barang tersebut kepada pihak pertama, senilai harga perolehan ditambah laba (margin) yang disepakati bersama termasuk cara pembayarannya.

Inilah yang menjadi perbedaan dalam KPR konvensional dan KPR syariah. Pada KPR biasa, transaksi yang dilakukan adalah transaksi uang.

Sementara pada KPR Syariah, bank syariah melakukan transaksi barang dan tidak semata memberikan uang kepada nasabah.

Keuntungan bank diperoleh dengan adanya margin dari akad. Bank tidak mengenakan bunga pada nasabah berdasar persentse tertentu. Selain itu, besaran cicilan yang harus dibayarkan nasabah nilainya tetap dari awal sampai akhir masa angsuran, walaupun di satu sisi terjadi naik-turunnya suku bunga sesuai kebijakan Bank Indonesia.

Akad musyarakah mutanaqisah

Akad ini melibatkan dua pihak atau lebih yang berkongsi untuk membeli suatu barang, lalu salah satu pihak akan membeli bagian dari pihak lain secara bertahap. Jadi masing-masing pihak akan berbagi kepemilikan dari barang atau objek yang dibelinya.

Misalnya, nasabah mengajukan pembelian sebuah gudang kepada bank dengan akad musyarakah mutanaqisah. Nasabah urun modal 20 persen dan bank membayarkan 80 persen dari harga jual. Setelah terbeli, nasabah membeli kembali gudang tersebut dari bank sesuai proporsi kepemilikan. Nasabah akan mengangsur sesuai harga perolehan bank ditambah margin yang disepakati selama masa waktu tertentu.

Akad lain

Meski mungkin jarang, kadang dilakukan juga transaksi KPR Syariah yang melibatkan akad istishna', atau ijarah muntahiyyah bit tamlik pada tenor yang cukup panjang seperti 25 tahun.

Baca juga artikel terkait KPR atau tulisan lainnya dari Ilham Choirul Anwar

tirto.id - Ekonomi
Kontributor: Ilham Choirul Anwar
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Yulaika Ramadhani