Menuju konten utama

Apa Itu Husband Stitch, Jahitan Ekstra Usai Melahirkan pada Wanita

Apa itu husband stitch atau yang secara harfiah diartikan sebagai jahitan suami, yang ramai diperbincangkan warga twitter.

Apa Itu Husband Stitch, Jahitan Ekstra Usai Melahirkan pada Wanita
ilustrasi ibu melahirkan. FOTO/Istockphoto

tirto.id - Beberapa waktu lalu istilah husband stitch atau yang secara harfiah diartikan sebagai jahitan suami ramai diperbincangkan warga twitter.

Situs Healthline menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan husband stitch atau daddy stitch adalah jahitan tambahan yang mungkin diterima oleh beberapa wanita pada persalinan pervaginam.

Jahitan ini dimaksudkan untuk mengencangkan vagina ke kondisi sebelum melahirkan atau juga mungkin dimaksudkan dengan tujuan untuk meningkatkan kenikmatan pasangan seksual pria.

Dilansir dari situs Medical News Today yang menyebutkan bahwa husband stitch sebenarnya bukanlah prosedur medis resmi. Tidak ada penelitian atau dokumen medis untuk memverifikasi seberapa sering prosedur dilakukan atau berapa banyak wanita yang menerima husband stitch.

Sebagai penguat, situs Healthline juga menyebutkan bahwa tidak ada studi ilmiah yang menunjukkan berapa banyak wanita yang terkena, juga tidak ada metode yang jelas untuk mengevaluasi seberapa lazim husband stitch sebenarnya dalam dunia kebidanan.

Akan tetapi, beberapa kasus ini didapatkan dari berbagi cerita perempuan sebagai anekdot atau bukti jahitan pada tubuh mereka.

Permasalahan yang Mungkin Ketika Mendapatkan Husband Stitch

Pada dasarnya, semua episiotomi dan beberapa robekan vagina akan membutuhkan jahitan. Meskipun kebanyakan wanita sembuh tanpa masalah, beberapa mungkin mengalami komplikasi dari episiotomi atau jahitan suami.

Dilansir dari situs Medical News Today, berikut beberapa masalah yang mungkin terjadi di antaranya:

  • Peningkatan rasa sakit di sayatan
  • Perdarahan persisten atau meningkat
  • Kebocoran urin atau feses
  • Tanda-tanda infeksi, seperti nanah, bau tidak sedap, atau pembengkakan di tempat sayatan
  • Rasa sakit yang terus-menerus yang berhubungan dengan vagina
  • Ketidakmampuan untuk menggunakan tampon
  • Peningkatan risiko harus menjalani episiotomi lagi pada kelahiran berikutnya
  • Pembentukan jaringan parut
  • Prolaps dari rahim
  • Trauma emosional

Sejarah Episiotomi Husband Stitch

Bagi Stephanie Tillman, CNM, bidan perawat bersertifikat di University of Illinois di Chicago dan blogger di The Feminist Midwife, ide husband stitch dianggap mewakili kebencian terhadap wanita yang terus-menerus melekat dalam perawatan medis.

“Fakta bahwa bahkan ada praktik yang disebut jahitan suami atau husband stitsch adalah contoh sempurna dari persimpangan objektifikasi tubuh perempuan dan perawatan kesehatan. Sebanyak kami mencoba untuk menghapus seksualisasi perempuan dari perawatan kebidanan yang tepat, tentu saja patriarki akan menemukan jalannya di sana, ”kata Tillman kepada Healthline.

Husband stitch mungkin lebih umum ketika episiotomi rutin dilakukan selama persalinan pervaginam. Episiotomi adalah sayatan bedah yang dibuat di perineum – area antara vagina dan anus – biasanya untuk melebarkan vagina untuk mempercepat kelahiran.

Sejak sekitar tahun 1920-an, kepercayaan medis populer adalah bahwa episiotomi membuat sayatan lebih bersih yang akan lebih mudah untuk diperbaiki dan disembuhkan dengan lebih baik. Logikanya juga bahwa mendapatkan episiotomi akan mencegah robekan perineum yang lebih buruk.

Diperkirakan bahwa lebih dari 60 persen wanita mengalami episiotomi di Amerika Serikat pada tahun 1983.

Tetapi mulai tahun 1980-an, penelitian berkualitas tinggi tentang episiotomi dirilis, menunjukkan bahwa episiotomi rutin menyebabkan masalah yang seharusnya dicegah, membuat banyak wanita mengalami trauma jaringan yang lebih parah dan hasil negatif jangka panjang lainnya, termasuk hubungan seksual yang menyakitkan.

Pada 2012, hanya 12 persen kelahiran yang melibatkan episiotomi, turun dari 33 persen pada 2002.

Episiotomi masih terjadi dan dapat diindikasikan secara klinis dalam beberapa situasi, seperti ketika vakum atau forsep diperlukan. Namun, seringkali, keputusan tentang apakah akan melakukannya tergantung pada pelatihan, preferensi, dan kenyamanan penyedia obstetrik.

Studi lain, melihat penggunaan episiotomi rutin di Kamboja, menemukan bahwa keyakinan bahwa "wanita akan dapat memiliki vagina yang lebih kencang dan cantik" adalah alasan yang diberikan oleh penyedia untuk episiotomi rutin.

Saat ini, tujuan dari perbaikan vagina bukanlah untuk mengencangkan vulva atau vagina, tetapi untuk menyatukan kembali kulit yang cukup untuk memfasilitasi proses penyembuhan tubuh sendiri.

Baca juga artikel terkait KEHAMILAN atau tulisan lainnya dari Anisa Wakidah

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Anisa Wakidah
Penulis: Anisa Wakidah
Editor: Yulaika Ramadhani