Menuju konten utama

Apa Itu Corona Varian Eek atau E484K yang Ditemukan di Jakarta?

Apa itu virus corona varian Eek atau mutasi E484K? Mengapa persebaran varian virus corona dengan mutasi E484K mengkhawatirkan?

Apa Itu Corona Varian Eek atau E484K yang Ditemukan di Jakarta?
Petugas kesehatan melakukan vaksinasi COVID-19 terhadap karyawan Jakpro Group di Jakarta International Velodrome, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (31/3/2021). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/wsj.

tirto.id - Penularan virus corona varian Eek atau mutasi E484K terdeteksi sudah terjadi di Indonesia. Kasus pertama infeksi Covid-19 akibat penularan varian ini di tanah air ditemukan di DKI Jakarta.

Informasi tersebut sudah dikonfirmasi oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi. Dia menjelaskan pemeriksaan spesimen varian E484K dilakukan oleh otoritas berwenang di Indonesia sejak Februari 2021.

"Tetapi dilaporkannya [temuan kasus] pada 2 atau 3 hari yang lalu di GISAID oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman," kata Nadia pada Senin, 5 April 2021, seperti dilansir Antara.

GISAID merupakan organisasi nirlaba yang menyediakan bank data untuk acuan riset pengurutan genom virus corona penyebab Covid-19 (SARS-CoV-2). Data mengenai persebaran varian-varian baru hasil mutasi virus corona dari seluruh negara juga ditampung GISAID sehingga bisa diamati oleh semua peneliti di dunia.

Apa Itu Varian Corona Eek?

Mutasi virus corona E484K merupakan salah satu yang saat ini menarik perhatian banyak ilmuwan. Oleh sebagian ilmuwan, E484K sering disebut dengan mutasi Eek.

Peringatan untuk mewaspadai risiko penularan varian E484K di Indonesia sudah disampaikan juru bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito pada awal April lalu.

Wiku menjelaskan E484K merupakan hasil mutasi dari B117, varian baru virus corona (SARS-CoV-2) yang terbukti punya tingkat penularan tinggi dan pertama kali teridentifikasi di Inggris.

Selain itu, kata Wiku, mutasi E484K yang terjadi pada protein spike virus corona juga ditemukan di varian Afrika Selatan (B1351) dan Varian Brazil (P1).

"Berdasarkan hasil penelitian, varian ini lebih cepat menular. Oleh karena itu, masyarakat diminta tetap mematuhi protokol kesehatan di setiap aktivitas yang dilakukan, sebagai upaya mencegah penularan," kata Wiku pada Kamis, 1 April 2021.

Mutasi virus corona yang terjadi di protein spike, seperti E484K, selalu menarik perhatian ilmuwan. Sebab, protein spike yang bentuknya serupa paku-paku di permukaan virus corona adalah bagian yang berperan penting dalam proses infeksi.

Protein spike merupakan bagian dari virus corona yang bisa terikat dengan reseptor ACE2 di sel tubuh manusia. Dengan kata lain, protein spike menjadi sarana virus corona untuk menempel dan masuk ke sel tubuh.

Di banyak kasus, mutasi protein spike bisa meningkatkan kapasitas penularan virus corona. Mutasi protein spike juga dapat melemahkan pengaruh vaksin dalam menciptakan kekebalan tubuh untuk menangkal Covid-19.

Merujuk laporan epidemiologis WHO terbitan 30 Maret 2021, mutasi E484K merupakan salah satu dari beberapa mutasi di varian Afrika Selatan (B1351) dan Varian Brazil (P1).

Virus corona B1351 sudah menyebar di 80 negara, sementara P1 terdeteksi menular di 45 negara, berdasarkan data per akhir Maret lalu.

Data WHO menunjukkan varian B1351 dari Afsel lebih cepat menular dibanding strain terdahulu, dan meningkatkan risiko kematian pasien Covid-19 sampai 20 persen.

Varian B1351 pun terindikasi dapat mengurangi kemanjuran beberapa jenis vaksin, serta memicu infeksi ulang pada mantan pasien Covid-19.

Sedangkan varian P1 terbukti lebih cepat menular dibanding strain terdahulu, terindikasi memicu infeksi ulang pada eks pasien Covid-19, dan menurunkan efikasi beberapa jenis vaksin, termasuk Sinovac.

Kenapa Mutasi Corona Eek Mengkhawatirkan?

Mutasi corona E484K atau Eek diduga kuat membikin sejumlah varian baru mampu menurunkan kemanjuran vaksin. Karena itu, penemuan sebaran corona dengan mutasi Eek di Jepang baru-baru ini memicu kekhawatiran pada awal April 2021, mengutip Reuters.

Penyebabnya, temuan yang menunjukkan bahwa 70 persen pasien Covid-19 di sebuah rumah sakit di Tokyo tertular virus corona yang mengandung mutasi E484K.

Mutasi ini ditemukan pada 10 dari 14 pasien Covid-19 yang menjalani rawat inap di Tokyo Medical and Dental University, Medical Hospital, pada Maret lalu.

Sedangkan selama Februari dan Maret 2021, rumah sakit itu menemukan 12 dari 36 pasien Covid-19 membawa virus dengan muatan mutasi E484K.

Selain itu, tidak ada satu pun dari pasien itu yang baru-baru ini pergi ke luar negeri. Mereka juga tidak terdeteksi melakukan kontak dengan pasien yang terinfeksi virus corona dengan mutasi Eek. Ini merupakan indikasi bahwa mutasi Eek menyebar via penularan lokal di Tokyo.

Mengutip laporan The New York Times pada 5 April lalu, mutasi E484K menarik perhatian karena telah berevolusi secara independen dalam banyak varian di seluruh dunia.

Fenomena ini menunjukkan bahwa mutasi E484K berpotensi menyebabkan virus corona memiliki daya tahan lebih kuat untuk terus hidup di dunia manusia.

Hasil studi di laboratorium menunjukkan vaksin Pfizer-BioNTech dan Moderna sedikit kurang efektif melawan B1351 dari Afsel. Vaksin yang dibuat oleh Johnson & Johnson, AstraZeneca dan Novavax bahkan kurang ampuh melawan penularan corona B1351.

Mutasi Eek yang terkandung dalam corona B1351 diduga membuat varian itu mampu mengelak dari respons kekebalan tubuh yang dipicu oleh sejumlah jenis vaksin.

Sebab, ada indikasi bahwa mutasi E484K mengubah protein spike di virus corona sehingga hal itu membuat antibodi tubuh lebih sulit memeranginya.

"Saya kira, pada 1 atau 2 tahun ke depan, E484K akan jadi mutasi yang paling mengkhawatirkan," kata Jesse Bloom, ahli biologi evolusi di Fred Hutchinson Cancer Research Center di Seattle, AS, seperti dikutip dari NYT.

Meski demikian, kemampuan adaptasi virus corona belum terlalu sulit untuk diatasi. Mutasi E484K diduga merupakan "senjata utama" virus corona dalam menghadapi penguatan sistem kekebalan manusia, demikian kata Michel Nussenzweig, ahli imunologi di Rockefeller University di New York.

Asumsi tersebut menandakan para ilmuwan belum mengalami kesulitan berarti untuk mencari cara mengatasi dampak mutasi tersebut.

Di sisi lain, sejumlah peneliti dari Afrika Selatan baru-baru ini melaporkan bahwa vaksin baru yang dibuat khusus melawan B1351 ternyata juga mampu menangkis penularan semua varian lainnya.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Agung DH