Menuju konten utama

Apa Itu Angpau, Sejarah, dan Cara Bijak Mengelolanya?

Angpau pertama kali ditemukan oleh Dinasti Han di Cina. Angpau identik dengan warna merah dan tradisi Imlek. Temukan sejarahnya di sini.

Apa Itu Angpau, Sejarah, dan Cara Bijak Mengelolanya?
Ilustrasi Angpao. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Angpau identik dengan Imlek. Amplop merah berisi uang tunai ini memiliki sejarah panjang. Bagaimana tradisi pemberian angpau tersebut bermula?

Salah satu tradisi Hari Raya Imlek adalah pemberian angpau atau uang. Namun, pada Imlek kali ini, pemberian angpau akan berbeda dengan tahun sebelumnya akibat pandemi.

Mengirim angpau saat perayaan Imlek di tengah pandemi disarankan secara digital menggunakan dompet elektronik untuk menekan penularan COVID-19.

Layanan dompet elektronik atau e-wallet saat ini menjamur yang menawarkan fitur, kelebihan, dan promo masing-masing. E-wallet memudahkan masyarakat dalam bertransaksi non-tunai.

Angpau atau amplop merah berisi sejumlah uang sebagai hadiah menyambut Tahun Baru Imlek juga dapat diberikan secara digital. Hal ini dimungkinkan berkat kehadiran dompet elektronik.

Meski tak dapat bertemu langsung, kita tetap bisa bagi-bagi angpau yang telah menjadi tradisi dengan memanfaatkan layanan e-wallet.

Apa itu Angpau?

Seperti layaknya perayaan Idul Fitri, Imlek, perayaan pernikahan, kegiatan melayat, dan lain sebagainya masyarakat di Indonesia akan memberi uang sebagai perayaan hadiah.

Pemberian uang pada hari raya adalah hal yang lumrah. Khususnya pada hari raya seperti Imlek, pemberian uang dikenal dengan istilah angpau.

Istilah angpau dipahami sebagai kegiatan menyambut tahun baru Imlek.

Sejarah Angpau

Warna merah pada angpao melambangkan kegembiraan dan harapan nasib baik bagi penerimanya. Angpau pertama kali ditemukan oleh Dinasti Han di Cina.

Pada masanya, sebagian besar angpau menggunakan uang tembaga dengan lubang bundar dan lubang segi empat di bagian tengah.

Biasanya pada bagian depan, tertulis kalimat keberuntungan “fu shan shou hai”. Kalimat keberuntungan itu berarti semoga berbahagia dan panjang usia.

Tidak hanya “fu shan shou hai”, ada juga angpo yang bertuliskan “qiang shen jian ti”.

Ungkapan tersebut berarti semoga sehat selalu. Sementara di bagian belakang terdapat lambang keberuntungan seperti harimau, kura-kura, dan sebagainya.

Menurut tradisi orang Tionghoa, seseorang yang wajib memberikan angpao adalah mereka yang sudah menikah. Pernikahan dimaknai sebagai batas antara masa anak-anak dengan usia dewasa.

Harapannya pemberian angpau dari orang yang telah menikah dapat memberikan nasib baik kepada orang yang menerima. Tidak hanya masyarakat Tionghoa tradisi ini juga berlaku untuk masyarakat Malaysia, Brunei, dan Singapura.

Tradisi memberi angpau juga sering disebut green envelope, karena uang sebagai hadiah tersimpan dalam amplop berwarna hijau.

Warna hijau melambangkan warna yang melekat bagi umat Muslim. Tradisi ini merupakan bagian dari konsep zakat. Nantinya, kaum muslim akan menyisihkan sebanyak 2,5 persen dari kekayaan.

Uang yang disisihkan diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan.

Selain di Indonesia, tradisi semacam ini juga berlangsung di Jepang, Cina, Nigeria, dan Polandia.

Tradisi memberi uang sebagai hadiah kepada anak-anak setiap tahun disebut sebagai tradisi "Otoshidama". Semula tradisi tersebut menggunakan kue beras sebagai lambang.

Arti penggunaan lambang kue beras yaitu semangat. Kemudian, sejak periode Edo--sekitar 410 tahun lalu pemberian kue beras digantikan dengan uang.

Setiap tahun nilai uang yang diberikan sebanyak 5.000 yen sampai dengan 10.000 yen. Anak-anak juga akan mendapat kesempatan untuk memberikan "Otoshidama" ketika mereka sudah dewasa.

Cara Bijak Mengelola Angpau

Angpau dapat dimanfaatkan secara bijak agar tak habis dalam waktu yang cepat. Menurut pakar, angpau semestinya dilihat sebagai dana tambahan untuk mencukupi kebutuhan saat ini atau cadangan masa depan, bukannya sebagai dana untuk dihambur-hamburkan.

"Jika Anda memilih untuk tidak menggunakannya saat ini, tentu sangat baik karena uang tambahan dapat menambah saldo tabungan atau investasi," kata Branding and Communication Strategist MiPOWER by Sequis, Ivan Christian Winatha, seperti dikutip dari Antara.

Bila ingin mendapatkan nilai yang lebih besar dari jumlah angpau yang diterima saat ini, dapat memilih investasi guna mendapatkan keuntungan pada jangka panjang.

Jika masih pemula, jangan fokus pada keuntungan semata, tetapi pelajari dulu risikonya lantaran investasi selalu berkaitan dengan keuntungan dan risiko.

Ivan juga menyarankan prinsip Pareto, yakni 80:20, yang berarti 80 persen dari dana yang dimiliki untuk biaya hidup saat ini dan 20 persen untuk tabungan masa depan.

Prinsip Pareto sangat baik untuk diterapkan karena dapat melatih hidup hemat, tidak boros, dan memiliki kesempatan mempersiapkan masa depan.

Cara mempraktekkan prinsip Pareto adalah menilik kembali kebiasaan dalam melakukan pengeluaran, lalu pertimbangkan apakah pengeluaran itu bisa ditunda, dibatalkan, atau dikurangi.

Baca juga artikel terkait IMLEK atau tulisan lainnya dari Ega Krisnawati

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Ega Krisnawati
Penulis: Ega Krisnawati
Editor: Yandri Daniel Damaledo
Penyelaras: Ibnu Azis