Menuju konten utama

Apa Itu Akulturasi dalam Makanan dan Contohnya di Indonesia?

Mengetahui apa itu akulturasi dalam makanan dan contohnya di Indonesia. 

Apa Itu Akulturasi dalam Makanan dan Contohnya di Indonesia?
Sejumlah warga mengarak replika hewan imajiner Warak Ngendog yang menjadi maskot dalam prosesi Kirab Dugderan di kompleks Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Semarang, Jawa Tengah, Kamis (25/5). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

tirto.id - Akulturasi merupakan perpaduan dua budaya atau lebih yang akhirnya menghasilkan budaya baru, namun tidak menghilangkan unsur dari budaya lama.

Akulturasi dapat terjadi jika dipengaruhi oleh mudah tidaknya unsur asing yang diterima dan unsur kebudayaan sulit untuk diganti.

Akulturasi di Indonesia dapat merubah beberapa hal dalam masyarakat, salah satunya dalam bidang makanan.

Akulturasi makanan di Indonesia terjadi karena terjadinya perdagangan bebas yang membuat masyarakat luar negeri memiliki hubungan dagang dan menyebarkan makanan asli mereka.

Selain itu, Indonesia yang sempat dijajah oleh Belanda membuat adanya akulturasi beberapa jenis makanan antara Belanda dan Indonesia. Namun adanya akulturasi akhirnya membawa permasalahan baru.

Dikutip dari buku Tradisi dan Kebiasaan Makan Pada Masyarakat Tradisional di Kalimantan Barat, salah satu contoh kasusnya adalah pada kasus masyarakat Indonesia yang mayoritas tidak menjadikan beras sebagai bahan makanan utama, namun akhirnya menjadikan beras sebagai bahan makanan utama.

Hal ini dapat menyebabkan degradasi budaya dalam bidang makanan. Misalnya adalah masyarakat Papua yang saat ini lebih menyukai mengkonsumsi beras dari pada sagu.

Hal ini akan membuat makanan tradisional hilang, serta terhambatnya pembangunan nasional karena kondisi sawah yang semakin sedikit karena digunakan untuk pembangunan gedung dan perumahan.

Meskipun memiliki dampak negatif, akulturasi tidak sepenuhnya buruk. Hal ini karena akulturasi akan membuat kekayaan dalam bidang kuliner atau makanan.

Meskipun dalam proses akulturasi pada makanan akan membuat makanan yang ada memiliki rasa atau penyajian yang sedikit berbeda dengan negara asalnya.

Misalnya adalah Nasi Goreng, makanan yang berasal dari Cina ini jika ditemui di Indonesia akan memiliki aroma yang berbeda.

Aroma yang berbeda dengan Nasi Goreng di Indonesia karena penggunaan kecap manis,terasi, hingga cabai.

Seiring berjalannya waktu, beberapa wilayah di Indonesia akhirnya memiliki varian Nasi Goreng yang dapat di temui mulai dari tempat kelontong, pinggir jalan, hingga restoran.

Mulai dari Nasi Goreng Babat asli Semarang yang berwarna agak cokelat dengan kombinasi lauk babat, hingga warna merah kecoklatan dengan telur dadar dan suwiran ayam pada Nasi Goreng Surabaya.

Berikut adalah beberapa makanan hasil akulturasi di Indonesia yang dilansir dari laman Kebudayaan Kemdikbud dan buku Multikulturalisme Makanan Indonesia oleh Unsiyah Anggraeni.

Kecap

Merupakan bentuk akulturasi budaya masyakarat Jawa dengan Tionghoa. Dahulu para pedagang asal Tionghoa membawa kecap asin. Namun kultur budaya masyarakat Jawa tidak menyukai kecap asin.

Hingga akhirnya masyarakat Tionghoa tersebut menambahkan gula dari kelapa ke dalam kecap, sehingga rasa asin pada kecap berubah menjadi manis.

Lumpia Semarang

Lumpia dalam bahasa Mandarin disebut dengan chun juan, yang sering dieja dengan kata lun pia.

Hingga akhirnya penyebutannya oleh masyarakat lokal menjadi lumpia. Lumpia merupakan akulturasi kebudayaan Tionghoa dan Indonesia.

Dahulu seseorang bernama Tjoa Thay Joe memulai bisnis makanan berisikan daging babi dan rebung.

Akhirnya ia bertemu dengan Wasih, seorang perempuan Jawa yang akhirnya juga memutuskan untuk berjualan lumpia namun dengan isi kentang serta udang yang memiliki cita rasa lebih manis.

Mereka akhirnya menikah dan memulai berjualan lumpia, namun dengan meleburkan bisnis mereka.

Lumpia yang mereka jual akhirnya berisikan ayam atau udang yang dicampur dengan rebung, dan dibungkus dengan kulit lumpia.

Lontong Cap Go Meh

Merupakan makanan dengan akulturasi Cina dan Indonesia, khususnya Jawa. Lontong Cap Go Meh menjadi sajian yang selalu ada saat perayaan Cap Go Meh di Indonesia.

Tekstur lontong yang kenyal serta kari yang kental memiliki makna kebersamaan serta kekeluargaan yang mengintegrasi kehidupan mereka.

Lontong Cap Go Meh biasa dihidangkan dengan menu lain seperti sayur lodeh, telur pindang, abon, acar, bubuk koya, dambal, serta kerupuk udang.

Mi Ayam

Mi Ayam merupakan makanan yang juga merupakan akulturasi antara budaya Tionghoa dan Indonesia. Pada tahun 1870, banyak orang Tionghoa dan Arab yang singgah dan akhirnya menetap di Jawa.

Mi Ayam juga dikenal dengan nama bakmi. Sama-sama berbahan dasar tepung terigu, namun pada saat penyajian memiliki perbedaan.

Masyarakat Cina melengkapi mi yang disajikan dengan potongan daging babi. Sedangkan masyarakat Indonesia menggunakan potongan ayam yang disemur dengan kecap.

Semur

Semur merupakan makanan yang merupakan hasil akulturasi budaya Indonesia dan Belanda.

Semur berasal dari bahasa Belanda, yaitu smoor yang memiliki artian makanan yang telah direbus dengan tomat dan bawang dalam waktu yang lama dan perlahan-lahan.

Semur sendiri merupakan makanan yang terinspirasi dari Hacce, yang merupakan makanan asli Belanda yang terbuat dari daging sapi, ikan, atau sayuran yang dimasak dengan bawang, cuka, dan kaldu sapi.

Hacce diolah dengan cara slow cooking sehingga menghasilkan daging yang empuk. Cara inilah yang akhirnya diadaptasi masyarakat untuk memasak semur.

Bakso

Merupakan makanan khas Tionghoa, Bakso diciptakan oleh Meng Bo. Saat itu, ibu Ming Bo yang telah berusia tua tidak diperbolehkan untuk memakan daging karena a lot yang akan menggangu penyakitnya.

Akhirnya Meng Bo berinisatif untuk menumbuk daging tersebut membentuknya menjadi bulatan-bulatan yang saat ini dikenal dengan nama Bakso, dan karena adanya perdagangan bebas membuat bakso menjadi terkenal.

Bakso sendiri berasal dari kata bak yang berarti babi dan so yang berarti makanan. Akulturasi akhirnya terjadi dengan makanan ini yang bahan baku dagingnya menjadi daging sapi.

Perkedel

Perkedel merupakan makanan yang berasal dari Belanda. Kata perkedel berasal dari kata serapan dari bahasa Belanda, yaitu frikadel yang berarti daging cincang yang dilumat, lalu digoreng.

Sementara di Indonesia, olahan perkedel berbahan dasar kentang yang diimbuhi beberapa daging, ataupun tanda daging. Perkedel banyak ditemui pada menu nasi kuning.

Lapis Legit

Merupakan makanan hasil akulturasi dengan bangsa Belanda. Awalnya Lapis Legit dikenalkan dengan nama spekkoek. Hingga akhirnya mendapat pengaruh dari masyarakat lokal dengan penggunaan rempah-rempah seperti kapulaga, cengkih, bunga pala, kayu manis, dana das manis.

Lalu ditambahkan dengan kuning telur, tepung terigu, gula, dan mentega. Seiring berjalannya waktu, makanan ini dikenal dengan nama Lapis Legit karena rasa manis serta memiliki lapisan yang banyak.

Nasi Goreng

Nasi Goreng merupakan makanan yang berasal dari masyarakat Tionghoa. Mulai masuk ke Indonesia saat masa perdagangan sekitar abad ke-10.

Nasi Goreng muncul karena kebiasaan masyarakat Tionghoa yang tidak menyukai makanan dingin dan akhirnya menambahkan bumbu-bumbu sehingga tercipta rasa nasi yang lebih bernilai.

Soto

Soto masuk ke Indonesia pada abad ke 19 oleh masyarakat Tionghoa. Awalnya Soto dinamai caudo atau jao to yang merupakan kata dalam dialek Hokkian.

Cau do berarti rerumputan jeroan. Hingga akhirnya berubah menjadi soto agar lebih mudah diucapkan.

Karena Soto menggunakan bumbu pelengkap kunyit, maka masyarakat meyakini bahwa Soto juga dipengaruhi oleh bangsa India. Kini Soto di Indonesia memiliki banyak jenis dari masing-masing daerah.

Pie Susu

Merupakan makanan yang mengalami akulturasi dengan budaya Hongkong dan Portugis. Pie Susu Bali memiliki bentuk yang mirip dengan shortcrust pastry Portugis, namun isian pie berupa ess custard yang mirip dengan Pie Susu Hongkong.

Baca juga artikel terkait AKULTURASI MAKANAN atau tulisan lainnya dari Endah Murniaseh

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Endah Murniaseh
Penulis: Endah Murniaseh
Editor: Yandri Daniel Damaledo