Menuju konten utama

Apa Isi Usulan Revisi UU 34/2004, Benarkah Ada Dwifungsi TNI?

Isi usulan revisi UU TNI No. 34/2023 dinilai kontroversial karena dinilai dapat membuka peluang dwifungsi TNI seperti pada masa orde baru.

Apa Isi Usulan Revisi UU 34/2004, Benarkah Ada Dwifungsi TNI?
Komandan Komando Pembinaan Doktrin Pendidikan dan Latihan TNI Angkatan Laut (Dankodiklatal) Letnan Jenderal TNI Marinir Suhartono (kiri) menginspeksi sejumlah siswa (calon anggota) Komponen Cadangan (Komcad) Matra Laut TNI AL saat upacara pembukaan Pelatihan Dasar Kemiliteran Komcad Matra Laut TNI AL Tahun 2023 di Komando Pendidikan Marinir (Kodikmar), Surabaya, Jawa Timur, Senin (8/5/2023). ANTARA FOTO/Didik Suhartono/rwa.

tirto.id - Isi usulan revisi Undang-undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 atau UU TNI menuai banyak kritikan. Hal ini karena ada sejumlah poin usulan revisi dalam UU 34/2004 terkait tugas pokok dan fungsi (tupoksi) TNI yang memicu dwifungsi TNI.

Menurut beberapa pengamat hukum, usulan tersebut dinilai berisiko memundurkan kembali agenda reformasi. Dikutip dari EMedia DPR RI, revisi UU No. 34/2023 ini diusulkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.

Namun, saat ini revisi UU No. 34/2004 belum disahkan oleh DPR RI. Menurut Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin, usulan tersebut masih sebatas rencana dan proses pengesahannya ke saluran pemerintahan masih panjang.

"Itu masih usulan dan masih digodok oleh tim di Mabes TNI. Prosesnya masih panjang salurannya ke panja pemerintah yang di dalamnya ada Menhan, Menkumham dan lainnya," katanya dalam rilis di DPR RI, Selasa (16/5/2023).

Apa Isi Usulan Revisi UU TNI Nomor 34 Tahun 2004

Setidaknya ada beberapa poin usulan revisi UU TNI No. 34/2004 yang menjadi kontroversi baik dikalangan parlemen maupun pengamat hukum. Berikut daftar isi usulan revisi UU TNI No. 34/2004:

1. Penambahan lembaga lokasi penugasan TNI

Poin yang kontroversi dalam usulan revisi UU TNI No. 34/2004 adalah pengubahan Pasal 47 soal penambahan lembaga dan lokasi penugasan TNI.

Pada salah satu klausul disebutkan bahwa anggota TNI-Polri boleh ditempatkan di kementerian/lembaga berdasarkan permintaan instansi terkait.

Ketua Umum YLBHI dan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, M. Isnur, menyebutkan bahwa perubahan pada pasal 47 berisiko membuka kesempatan adanya dwifungsi ABRI seperti masa Orde Baru (orba).

"Usulan perubahan yang memberikan ruang bagi TNI untuk dapat menduduki jabatan sipil yang lebih banyak dan lebih luas sebagaimana tercantum dalam draf RUU Pasal 47 poin 2 dapat membuka ruang kembalinya dwifungsi ABRI seperti yang pernah dipraktikan di era rezim otoritarian Orde Baru," katanya, Rabu (10/5/2023).

2. Pencabutan kewenangan presiden untuk pengerahan TNI

Poin kontroversial kedua terkait usulan revisi UU TNI adalah pencabutan kewenangan presiden untuk mengerahkan dan menggunakan kekuatan TNI.

Masih menurut Isnur, pencabutan kewenangan presiden ini dapat membahayakan situasi keamanan publik. Hal ini karena TNI dapat dikerahkan dan dipergunakan di luar persetujuan dari kontrol presiden.

Akibatnya, militer dapat bergerak tanpa keputusan presiden sebagai supremasi sipil dengan dalih operasi militer.

3. Penambahan Operasi Militer Selain Perang (OMSP)

Masih terkait dengan poin kedua, usulan lainnya yang diajukan untuk revisi UU TNI adalah penambahan jenis-jenis Operasi Militer Selain Perang (OMSP).

Penambahan OMSP ini dilakukan dengan mengubah Pasal 7 ayat 2 dan ayat 3. Menurut Isnur penambahan ini tidak berkaitan dengan kompetensi militer seperti penanggulangan narkotika atau keterlibatan TNI dalam pengamanan proyek nasional.

Selain itu revisi pasal ini juga menyebabkan kemudahan TNI menjalani OMSP. Jika ini terjadi, maka pengawasan dan kontrol pelaksanaan OMSP oleh TNI tidak lagi bisa dilakukan oleh DPR.

4. Perubahan kepatuhan TNI di mata hukum

Usulan lainnya adalah perubahan kepatuhan TNI di mata hukum melalui revisi Pasal 65 ayat 2 UU TNI. Usulan ini dinilai dapat menyebabkan impunitas anggota militer yang melakukan tindak pidana umum semakin kuat.

Hal ini karena prajurit hanya akan tunduk pada kekuasaan militer jika pelanggaran militer dan hukum pidana umum. Padahal ini bertentangan dengan agenda reformasi sesuai Pasal 3 ayat (4) TAP MPR No. VII tahun 2000 dan Pasal 65 ayat (2) UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI.

5. Perubahan mekanisme pertahanan

Poin usulan kelima yang juga kontroversial adalah perubahan mekanisme pertahanan dengan merevisi Pasal 66 ayat 1 dan Pasal 67 UU TNI.

Pengubahan pasal ini sama saja merupakan upaya melangkahi Kewenangan Menteri Pertahanan yang membahayakan sistem kehidupan demokrasi dan negara hukum dan HAM.

Baca juga artikel terkait REVISI UU TNI atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

tirto.id - Hukum
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Yantina Debora