Menuju konten utama

Apa Dampak Konsumsi Amfetamin saat Menyusui kepada Bayi?

Ibu yang sedang hamil atau menyusui sebaiknya tidak mengonsumsi obat-obatan sejenis amfetamin. 

Apa Dampak Konsumsi Amfetamin saat Menyusui kepada Bayi?
Ilustrasi Ibu menyusui anak. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Pengusaha sekaligus desainer, Medina Zein belum lama ini ditangkap kepolisian dan ditetapkan menjadi tersangka kasus penyalahgunaan narkoba. Berdasarkan hasil tes urine, Medina positif mengonsumsi amfetamin. Kepolisian kemudian merekomendasikan agar Medina menjalani rehabilitasi selama 3 bulan.

Amfetamin adalah obat stimulan yang bersifat anti-depresan apabila dikonsumsi. Medina mengaku mengonsumsi amfetamin atas izin dokter untuk pengobatan gangguan bipolar yang ia alami.

Di sisi lain, sekitar 3 bulan sebelum ditangkap polisi, Medina melahirkan bayi. Namun, ia mengaku tidak memberi ASI kepada bayinya, dengan alasan sedang menjalani pengobatan bipolar.

Lalu, apa dampak konsumsi amfetamin saat menyusui kepada bayi? Mengutip healthline, ibu yang sedang hamil atau menyusui sebaiknya tidak mengonsumsi obat-obatan sejenis amfetamin.

Sementara sebuah ulasan di laman Drugs, menyatakan meski ada yang menyatakan tidak bermasalah bagi bayi, efek ampetamin dalam ASI pada perkembangan neurologis bayi belum diteliti secara mendalam.

Sementara hasil penelitian yang dipaparkan di laman Drugs justru menunjukkan ibu menyusui tidak disarankan untuk mengonsumsi amfetamin, terutama jika dosisnya tinggi. Selain itu, konsumsi amfetamin akan mengganggu produksi ASI, khususnya pada para ibu yang memiliki masalah laktasi.

Dikutip dari Journal of Perinatologi, amfetamin dapat menghambat pelepasan prolaktin, sehingga mempengaruhi suplai ASI dan membuatnya terus menurun. Namun secara realistis, pada jurnal tersebut juga dituliskan bahwa beberapa wanita dapat terus menyusui bayinya terlepas dari saran medis.

Sebuah studi meneliti ibu yang secara aktif mengonsumsi amfetamin 5mg selama 4 kali dalam sehari. Ia memiliki seorang bayi yang meminum ASI dan secara otomatis terpapar obat stimulan tersebut melalui susunya.

Memang tidak ada tanda-tanda perkembangan abnormal selama 2 tahun setelahnya. Meskipun demikian, tetap tidak dibenarkan mengonsumsi amfetamin selama masa kehamilan dan menyusui bayi.

Sebagaimana dilansir oleh laman Mater Mother’s Hospital, amfetamin akan berpengaruh pada daya konsentrasi bayi, membuat bayi menjadi irrabilitas, dan menyebabkan gangguan tidur pada bayi.

Journal of Perinatologi menuliskan bayi yang mengonsumsi ASI dari ibu pengguna amfetamin juga akan terpapar efek dari obat tersebut.

Dalam sebuajh riset, empat orang ibu ditranfer D-amfetamin pada ASI-nya dengan dosis harian 18 mg. Hasilnya, dua bayi terpapar amfetamin dengan konsentrasi sekitar 6 persen dan 14 persen. Padahal, nilai rata-rata dosis yang aman bagi setiap bayi adalah 3,3 persen.

Dari hasil tersebut, ada baiknya untuk menunda pemberian ASI saat ibu terpaksa mengonsumsi amfetamin untuk keperluan medis. Hal tersebut dibenarkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Anne Bartu dan kawan-kawannya yang menyimpulkan bahwa pemberian ASI sebaiknya ditunda 24-48 jam usai ibu mengonsumsi amfetamin.

Selain itu, ada efek jangka panjang yang dapat timbul saat bayi yang baru lahir terpapar amfetamin. Hal tersebut dibuktikan oleh stress neurologis seperti gerakan yang berkualitas buruk, lesu, dan hipotonisitas atau otot anak yang melemah.

Mengutip Journal of Perinatologi, ada perbedaan motorik dan hasil kognitif anak-anak yang terpapar amfetamin di usia 3 tahun bila dibandingkan dengan bayi yang tidak terpapar. Namun, masih diperlukan studi lebih lanjut untuk mengetahui efek jangka panjang amfetamin kepada bayi secara pasti.

Perlu dicatat pula, ada kemungkinan anak akan memiliki masalah pada prestasi akademis, prospek masa depan, dan prospek sosialnya, apabila pernah terpapar amfetamin saat bayi. Sebuah penelitian di Swedia menunjukkan paparan amfetamin mengakibatkan prestasi lebih buruk di bidang matematika, bahasa dan olahraga. Sikap yang agresif juga dapat muncul ketika anak menuju usia pra-remaja.

Baca juga artikel terkait NARKOBA atau tulisan lainnya dari Dinda Silviana Dewi

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Dinda Silviana Dewi
Penulis: Dinda Silviana Dewi
Editor: Addi M Idhom