Menuju konten utama

Antasari Azhar Diagendakan Bertemu Jokowi Hari Ini

Setelah permohonan grasinya dikabulkan, Antasari Azhar akan bertemu Presiden Jokowi hari ini. Pertemuan dengan Jokowi ini merupakan permintaan Antasari yang sudah diajukan sejak lama.

Antasari Azhar Diagendakan Bertemu Jokowi Hari Ini
Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan) disambut Antasari Azhar setibanya di tempat acara syukuran kebebasannya di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (26/11). Acara yang juga dihadiri sejumlah pejabat dan mantan Jaksa Agung ini diadakan dalam rangka ucapan syukur atas bebas bersyaratnya Antasari Azhar atas hukuman pembunuhan terhadap Nasruddin Zulkarnaen. ANTARA FOTO/muhammad Iqbal

tirto.id - Menindaklanjuti keputusan soal dikabulkannya permohonan grasi, mantan Ketua KPK Antasari Azhar hari ini, Kamis (26/1/2017), diagendakan bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana. Hal itu telah dikonfirmasi oleh Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi.

"Pertemuan Antasari dengan Presiden adalah atas permohonan yang diajukan Pak Antasari. Permohonan untuk bertemu presiden sudah diajukan oleh Pak Antasari sejak lama melalui Menteri Sekretaris Negara dan baru sore hari ini presiden bisa menerima Antasari," kata Johan Budi di Jakarta.

Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi pada 16 Januari 2017 sudah menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) yang mengabulkan permohonan grasi Antasari Azhar yang berisi pengurangan masa hukuman pidana dari 18 tahun menjadi 12 tahun. Keppres itu sudah disampaikan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 23 Januari 2017.

"Presiden menerbitkan Keppres itu salah satunya karena ada pertimbangan yang disampaikan Mahkamah Agung yang isinya mengurangi hukuman selama enam tahun dari tadinya 18 tahun dikurangi sebanyak enam tahun," ungkap Johan.

Kabar soal dikabulkannya permohonan grasi Antasari oleh Presiden Jokowi ini pun sebelumnya telah dibenarkan pengacara Antasari, Boyamin Saiman. Untuk memastikan informasi tersebut, Boyamin mendatangi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (25/1/2017) pukul 11.00 WIB untuk melihat langsung surat persetujuan grasi tersebut.

“Pagi ini saya mendapat informasi dari orang Sekretariat Negara bahwa [permohonan] grasi Antasari Azhar telah dikabulkan Presiden,” jelas Boyamin menurut rilis yang disampaikan kepada Tirto.id.

Terkait pertemuan hari ini dengan Presiden, Boyamin mengaku tidak mendampingi kliennya. "Saya tidak ikut, hanya khusus Pak Antasari. Saya tidak bisa jawab soal materi pertemuan. Mari kita doakan terlaksana dengan lancar," kata Boyamin seperti yang dikutip dari Antara.

Sementara itu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly menyatakan bahwa grasi itu membuat Antasari bebas.

"Kalau sudah selesai kan bukan bebas murni lagi namanya, bebas. Tidak perlu menjalani [hukuman] lagi karena sudah ada grasi," kata Yasonna, kemarin.

Ditanya mengenai adanya kejanggalan dalam kasus Antasari, Yasonna mendukung mantan Ketua KPK itu membongkar kasus pembunuhan Direktur PT Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen yang terjadi pada 2009.

"Biarlah Pak Antasari dulu yang menyampaikan itu. Kalau penegak hukum kan harus merespon, kan sudah ada pengaduan Pak Antasari. Kita lihat saja lah karena memang bayangkan saja, keluarga korban sendiri merasa beliau tidak melakukan. Keluarga Nasruddin sendiri mengatakan ya sering ketemu dan banyak kejanggalan-kejanggalan, baik dari hasil forensik, dan lainnya," tambah Yasonna.

Seperti diketahui, Antasari adalah Ketua KPK pada 2007-2009. Ia dijatuhi hukuman 18 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Februari 2010 dalam kasus pembunuhan Direktur PT Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen pada 2009 dan menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Tangerang.

Setelah memenuhi sebagian masa tahanan dari total masa hukuman 18 tahun dan mendapatkan remisi 53 bulan 20 hari, pada 10 November 2016 Antasari dinyatakan bebas bersyarat.

Tudingan sebagai aktor pembunuhan berencana terhadap Nasruddin Zulkarnaen berkali-kali dia bantah. Banyak yang berharap jika lelaki kelahiran Pangkal Pinang itu berani bersuara atas jeratan kasusnya. Namun Antasari mencoba ikhlas, dia memilih untuk diam.

Di balik diamnya, Antasari itu memberikan isyarat tentang siapa di balik pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen. Dia meminta bekas lembaga pernah dipimpinnya itu menyelidiki kasus kasus korupsi kelas kakap.

“Harusnya KPK meneruskan pekerjaan rumah yang belum selesai seperti Bank Century, BLBI yang berplat merah belum tersentuh hukum sama sekali BLBI ini yang ini rancu karena BLBI Bank Swasta,” ujar Antasari pascapembebasan bersayarat.

Dugaan rekayasa kasus menjerat Antasari memang bermuara ketika dia menjadi Ketua KPK. Saat itu, Antasari sedang gencar membongkar serangkaian kasus korupsi.

Besan Susilo Bambang Yudhoyono, Aulia Tantowi Pohan, menjadi salah satu bidikan Antasari dalam kasus pencairan dana sebesar Rp100 miliar dari Yayasan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (YLPPI). Aulia pun divonis bersalah dan menjalani hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp 200juta pada 15 Maret 2010.

Dugaan rekayasa kasus menjerat Antasari Azhar sejatinya memang terlihat dalam persidangan. Hotma Sitompul, pengacara Antasari Azhar dalam persidangan kala itu membeberkan 32 kejanggalan kasus menjerat kliennya.

Adapun beberapa kejanggalan tersebut, misalnya, saksi dalam kasus pembunuhan Nasrudin diperiksa secara paralel. Penyidik bahkan tidak mencantumkan BAP terdakwa Kombes Wiliardi Wizar. Selain itu, alat bukti baju Nasrudin sampai saat ini tak pernah diketahui keberadaannya.

Sebelumnya saat diwawancara Tirto.id, Ida Laksmiwati, istri Antasari Azhar mengungkapkan dengan bebas bersyarat suaminya dinilai bisa membahayakan. Meski tak menyebut siapa yang dimaksud, Ida mengatakan dengan bebasnya Antasari, ada orang-orang yang memang ketakutan kasusnya diungkap.

“Di luar ini masih banyak orang yang tidak suka dengan kiprah bapak. Kalau bapak keluar bisa membahayakan mereka,” ujar Ida.

Baca juga artikel terkait KASUS ANTASARI AZHAR atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Hukum
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari