Menuju konten utama

Antara Carlos Queiroz, Nike, dan Superman

Cerita Carlos Queiroz yang bersedia menangani timnas Iran tepat saat ekonomi negara itu sedang babak belur karena embargo.

Antara Carlos Queiroz, Nike, dan Superman
Pemain Iran mengangkat pelatih Carlos Queiroz saat mereka merayakan kemenangan melawan Maroko di Grup B Piala Dunia 2018 di Stadion Saint Petersburg, Saint Petersburg, Rusia, Jumat (15/6/2018). ANTARA FOTO/REUTERS/Henry Romero

tirto.id - Sejak Uni Eropa dan Amerika Serikat memberlakukan embargo minyak terhadap Iran pada awal 2012 karena isu senjata nuklir, Iran mulai dilanda krisis. Pengangguran melonjak, inflasi meninggi, konsumsi berkurang. Nyaris segala sendi kehidupan sosial mulai goyah.

Dengan sanksi tersebut, Barat, terutama pihak AS yang bersuara paling keras, menginginkan agar Iran meninjau ulang (baca: menghentikan) program nuklir mereka. Namun Iran yang kala itu masih di bawah kepemimpinan Mahmoud Ahmadinejad, justru mengancam balik akan menutup Selat Hormuz.

Wakil Presiden Iran kala itu, Mohammad Reza Rahimi, mengatakan dengan tegas: "Jika mereka (Barat) memberlakukan sanksi terhadap ekspor minyak Iran, maka bahkan setetes minyak pun tidak dapat mengalir dari Selat Hormuz."

Ancaman tersebut tidak sembarangan. Selat Hormuz, yang terletak di antara Oman dan Iran, adalah rute maritim utama bagi para eksportir Teluk Persia (Bahrain, Iran, Irak, Kuwait, Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab) untuk mengirim minyak mereka ke pasar dunia. Dilansir Lembaga Administrasi Informasi Energi AS (EIA), kurang lebih 20% minyak yang diperdagangkan pada 2011 didistribusikan lewat Selat Hormuz. Jika Selat Hormuz diutup, harga minyak dunia sudah pasti akan melonjak tajam.

Krisis Iran tersebut juga berdampak terhadap sepakbola mereka. Kesulitan memperoleh visa untuk pemain dan staf untuk uji coba pertandingan, kesulitan mendatangkan sponsor karena keterbatasan perbankan internasional adalah sedikit masalah lain yang dialami Iran akibat dampak tersebut.

Sementara kursi pelatih timnas pun lowong sejak Afshin Ghotbi tidak lagi melatih Iran karena mendapat tawaran dari klub Jepang, Shimizu S-Pulse. Di tengah kerumitan tersebut, Carlos Queiroz muncul dengan keputusan mengejutkan: ia bersedia menangani timnas Iran dengan durasi kontrak 2,5 tahun. Misi awalnya kala itu: meloloskan Iran ke putaran final Piala Dunia 2014.

Misi tersebut tidak hanya sukses dilakoni Queiroz, namun ia melakukannya juga dengan cara yang meyakinkan. Iran dibawa lolos ke Piala Dunia 2014 sebagai juara Grup A putaran akhir kualifikasi zona Asia. Mereka juga menjadi tim yang paling sedikit kebobolan di babak kualifikasi dari empat negara Asia peserta Piala Dunia 2014.

Sejak babak kualifikasi pertama saat menggilas Maladewa 4-0 dan 1-0. Iran masuk dalam kualifikasi 2 Grup E Zona Asia bersama Bahrain, Qatar dan Indonesia. Salah satu kemenangan besar yang diraih Iran adalah saat mengalahkan Indonesia 3-0 di Teheran dan mempermalukan Indonesia 1-4 di Jakarta.

Hasil imbang baru didapat Iran setelah ditahan nya Qatar 1-1 di Doha dan 2-2 di Teheran. Setelah itu, pasukan Queiroz tersebut menggilas Bahrain 6-0 di Teheran dan imbang 1-1 di Manaama. Melalui capaian tersebut, Iran kokoh di puncak klasemen akhir kualifikasi 2 Grup E Zona Asia dengan nilai 12, hasil torehan dari enam kali bertanding, tiga kali menang, tiga kali imbang, tanpa sekali pun menderita kekalahan.

Penampilan Iran makin meyakinkan di babak kualifikasi akhir Grup B Zona Asia. Mereka berhasil memuncaki grup tersebut dengan raihan 16 poin, unggul atas beberapa negara kuat di Asia Barat, seperti Uzbekistan, Qatar dan Lebanon dan satu negara Asia Timur, Korea Selatan.

Di Piala Dunia 2014, Iran tergabung di Grup F bersama dengan Argentina, Nigeria, dan Bosnia Herzegovina. Sayang perjalanan mereka hanya sampai di babak grup setelah meraih hasil imbang 0-0 kontra Nigeria, kalah 0-1 dari Argentina, dan takluk 1-3 dari Bosnia. Queiroz sendiri memutuskan mundur dari kursi pelatih. Tapi belakangan ia meralat niat tersebut dan bersedia kembali menangani Iran hingga lolos ke Piala Dunia 2018.

Optimisme, Perseteruan dengan Nike, dan Superman

Iran memainkan 18 pertandingan sepanjang kualifikasi tanpa sekali pun menelan kekalahan. Menang 12 kali, imbang 6 kali, mencetak 36 gol, dan hanya kemasukan 5 gol adalah rekor Iran yang luar biasa. Mereka bahkan telah memastikan diri lolos sejak pertandingan kedelapan di putaran tiga kualifikasi Zona Asia usai mengalahkan Uzbekistan 2-0. Iran juga menjadi negara kedua yang memastikan diri lolos dari kualifikasi Piala Dunia 2018 setelah Brasil.

Dengan penampilan demikian, tak heran jika mereka mulai merasa optimistis dapat melaju lebih jauh. Terlebih dalam laga pembuka kontra Maroko, Iran sukses meraih kemenangan tipis 1-0 lewat gol Aziz Bouhaddouz di menit-menit akhir jelang laga usai. Sebuah gol yang dianggap Queiroz biasa muncul sebagaimana dalam momen-momen Fergie Time.

"(Gol) itu seperti ‘Fergie Time’ dan, ya, itu untuk Sir Alex," ucap Queiroz.

Kendati demikian, pelatih 65 tahun tersebut menolak anggapan bahwa gol Bouhaddouz berbau keberuntungan. Semua itu, bagi Queiroz, terjadi berkat fokus tinggi dan strategi yang berjalan dengan apik.

Queiroz mengatakan: “Tidak, itu bukan keajaiban atau sihir. Semua itu berkat kerja tim yang terus berkonsentrasi sepanjang 90 menit. Strategi kami sejak menit pertama adalah berupaya merusak mental para pemain Maroko. Dan kami mencoba melakukan itu dengan membuat mereka frustrasi dan memblokade para peracik serangan mereka.”

Infografik Carlos queiroz

Sikap Queiroz mendapat pujian tinggi dari salah satu anak buahnya, Karim Ansarifard. Striker Iran yang juga bermain untuk Olympiacos tersebut bahkan menganggap Queiroz sebagai salah satu pelatih terbaik di dunia.

“Jujur saja, kami memiliki salah satu pelatih terbaik di dunia. Dia terus memberi dukungan kepada kami sejak pertama kali tiba di Iran. Dan sepanjang tujuh tahun hal tersebut selalu ia lakukan, ia tak pernah berhenti berjuang untuk kami, mengajari kami banyak hal setiap hari. Kami bangga memilikinya.”

Salah satu faktor penyebab keberhasilan Queiroz adalah karena ia berani mengubah sistem yang menentukan terpilihnya pemain ke dalam skuat timnas. Jika sebelumnya Iran hanya memanfaatkan pemain asli Iran yang bermain di liga lokal saja, Queiroz bakat-bakat diaspora ke seluruh dunia. Pemain-pemain yang lahir di Iran lalu hijrah ke Eropa menjadi target utama Queiroz.

Pada Piala Dunia 2014, misalkan, tercatat ada beberapa nama hasil bidikan Queiroz: Daniel Davari dan Ashkan Dejagah (Iran-jerman), Reza Ghoochannejhad (Belanda - Iran), Omid Nazari dan Saman Ghoddos (Swedia - Iran, lalu Steven Beitashour (AS - Iran). Dengan pengalaman sebelumnya sebagai pencari bakat di Manchester United, Queiroz tentu sudah paham bagaimana alur kerja sekaligus pemain-pemain yang ia inginkan dalam hal ini.

Namun kerja Queiroz bukannya tanpa hambatan. Kendati Iran telah terbebas dari sanksi Barat menyusul terjadinya kesepakatan program nuklir, perekonomian mereka yang masih belum stabil menyebabkan terbatasnya sarana dan prasarana olahraga. Selain itu, Iran pun juga masih sulit melakukan laga uji coba.

Beberapa hari menjelang digelarnya Piala Dunia 2018, Iran bahkan mengalami masalah tak biasa setelah Nike, produsen apparel asal AS yang semestinya menyuplai sepatu untuk para pemain timnas Iran, memutuskan untuk menyetop suplai mereka. Hal ini dilakukan Nike demi mematuhi sanksi politik AS yang masih berlaku atas Iran.

“Sebagai perusahaan AS, Nike tidak dapat menyediakan sepatu untuk pemain di tim nasional Iran saat ini,” demikian pernyataan resmi Nike.

Queiroz pun mengecam keputusan Nike tersebut:

“Mereka harus menemui kami dan meminta maaf atas tindakan arogan dan konyol terhadap 23 anak-anak ini. Para pemain sudah terbiasa dengan peralatan olahraga mereka, dan tentu tidak baik jika harus menggantinya satu minggu menjelang dimulainya laga penting. Kami hanya pelatih dan pesepakbola, tidak semestinya dilibatkan dalam masalah (politik) ini. Kami akan meminta FIFA untuk mencari jalan keluar.

Kendati demikian, Queiroz enggan terpaku pada kenyataan pahit yang menimpa timnya. Bagi Queiroz, situasi macam ini justru dapat menyatukan para pemain: “Hal ini akan menjadi inspirasi bagi kami. Komentar Nike, dalam pandangan pribadi saya, adalah sesuatu yang tidak perlu. Semua orang sudah paham tentang sanksi tersebut.”

Beberapa hari menjelang laga lanjutan penyisihan Grup B Piala Dunia 2018 di Kazan Arena kontra Spanyol, Queiroz sempat memberi komentar filosofis. “Kami tidak memiliki superman (pemain-pemain super) seperti Spanyol, tapi kami dapat melakukan hal-hal super. Jika ada formula ajaib untuk mengalahkan Spanyol, jutaan euro sekalipun tak akan cukup untuk menebusnya. Kami tak akan fokus kepada mereka, kami harus memikirkan diri kami sendiri. Tidak ada tim yang sempurna dan itulah keajaiban sepakbola.”

Queiroz benar. Tak ada formula ajaib untuk Iran, tak ada pula superman yang membantu. Dalam laga tersebut, Iran mesti mengakui keunggulan Spanyol dengan skor tipis 0-1.

Baca juga artikel terkait PIALA DUNIA 2018 atau tulisan lainnya dari Eddward S Kennedy

tirto.id - Olahraga
Penulis: Eddward S Kennedy
Editor: Zen RS