Menuju konten utama

Anomali All England Kala COVID-19: Skuad Indonesia Dijegal

Pemerintah menuntut Inggris adil & transparan terkait didepaknya skuad Indonesia dari turnamen badminton tertua di dunia All England.

Anomali All England Kala COVID-19: Skuad Indonesia Dijegal
Pebulu tangkis ganda putra Indonesia Hendra Setiawan (kiri) dan Mohammad Ahsan menunjukan medali usai memenangi pertandingan melawan ganda putra Malaysia Aaron Chia dan Soh Wooi Yik pada babak final All England 2019 di Arena Brimingham, Inggris, Minggu (8/3/2019). Ganda Putra Hendra/Ahsan menjuarai All England 2019 setelah mengalahkan Aaron Chia/Soh Wooi Yik dengan skor 11-21, 21-14 dan 21-12ANTARA FOTO/Widya Amelia - Humas PP PBSI/hma/foc.

tirto.id - Skuad Indonesia punya peluang besar mendulang mendali All England 2021. Semua atlet bulu tangkis terbaik Indonesia berjumlah 12 orang bertolak ke Birmingham Inggris dan tiba pada Sabtu (13/3). Dalam tim termasuk juara dunia ganda putra Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan, pemenang dua kali All England ganda putra Marcus Gideon/Kevin Sanjaya serta peraih perunggu Olimpiade duet Greysia Polii/Apriyani Rahayu.

Harapan pulang bersama mendali kemenangan pupus seketika setelah Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) dan Badminton England memaksa mereka mundur dari turnamen badminton bergengsi dunia demi dalih pencegahan COVID-19.

Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Indonesia (PBSI), Agung Sampurna gerah dan menuding diskualifikasi sebagai penjegalan. Sebelum dipaksa mundur, semua protokol COVID-19 di Inggris sudah dijalani dan tes pun hasilnya negatif.

“Kalau saya katakan dengan persiapan kami sekarang dengan PBSI yang kami pimpin pada saat ini memang salah satu jalan untuk membuat Indonesia tidak bisa bertanding karena kalau bertanding kita memang pemain yang sangat berbahaya dan kita adalah kandidat juara salah satu yang paling kuat, yang sudah mengalahkan Inggris," kata Agung, Kamis (18/3).

Dalam babak I, Ahsan/Henda dan Marcus/Kevin menumbangkan dua ganda putra Inggris, sehingga tinggal satu wakil Inggris. Ganda putra merupakan nomor pertandingan tertua di dunia yang pernah dimainkan. Sejak 1972 hingga kini sudah 16 kali Indonesia menjuarai nomor ganda putra, dan dalam empat tahun terakhir Indonesia hanya absen menang sekali. Dengan dipaksa mundurnya skuad Indonesia, harapan melanjutkan tradisi kemenangan ganda putra pupus untuk tahun ini.

Keputusan mendadak dari BWF terjadi Rabu (17/3) malam waktu setempat, berselang lima hari setelah tim Indonesia tiba di Inggris. Alasan isolasi mandiri karena satu penumpang pesawat Turkish Airlines TK57 terkonfirmasi positif. Skuad Indonesia menaiki pesawat itu bersama pemain tunggal putri Turki Neslihan Yigit. Namun, Yigit baru wajib isolasi mandiri sehari setelah tim Indonesia mundur.

Dalih BWF telat menganulir Yigit karena informasi wajib isolasi dari Badan pemerintah Inggris untuk penanganan COVID-19 (NHS) kepada Yigit tidak diteruskan kepada BWF dan Badminton England sehingga Yigit sempat bertanding pada Kamis pagi waktu setempat.

Setelah diminta mundur, Yigit mengecam keputusan BWF tidak adil karena seharusnya pemain lain yang berinteraksi dengannya lima hari terakhir juga isolasi mandiri.

Mundurnya tim Indonesia dan Yigit tidak membuat pertandingan yang berakhir 21 Maret ini terhenti atau ditunda. Hingga kini BWF juga tidak mengubah hasil sebelum tim mundur dan melanjutkan begitu saja pertandingan, sehingga lawan tim Indonesia dan Turki di babak berikutnya dapat walkover (WO).

Anomali Keputusan BWF

Pemerintah Indonesia mendesak NHS untuk transparan dalam penelusuran kontak erat karena fakta di lapangan tidak semua orang dalam skuad Indonesia yang ke Inggris—dari 24 hanya 20—diberi surat wajib isolasi mandiri. Salah satunya Mohammad Ahsan yang duduk disamping Hendra Setiawan di pesawat tidak mendapat email wajib isolasi.

Anomali lain dari kebijakan NHS yang didengar pemain ganda putra Mohammad Ahsan adalah tujuh orang atlet positif saat turnamen berjalan lalu dalam hari sama tes ulang sendiri dan hasilnya negatif.

Duta Besar Indonesia untuk Inggris, Desra Percaya menyebut atlet dari Denmark, India dan Thailand mendapat kesempatan menunda pertandingan selama mereka positif. Namun, kontingen Indonesia tidak dapat kesempatan tes ulang atau menunda pertandingan kecuali isolasi mandiri.

Dubes menyesalkan keputusan BWF yang mengikuti NHS tanpa cari solusi untuk antisipasi supaya tidak timbul tudingan diskriminasi dan ketidakadilan.

"Intinya prinsip Indonesia meminta agar tidak ada perlakukan diskriminasi, unfair treat dan harus ada transparansi [..] Jangan sampai ada dugaan kesengajaan,” kata Desra dalam konferensi pers daring, Kamis (18/3).

BWF dan Badminton England mengklaim sudah berupaya keras agar kontingen Indonesia diberi pengecualian untuk tidak wajib isolasi dan mencari cara agar tim dapat berpartisipasi dalam turnamen. Namun dalam undang-undang nasional Inggris, tidak tersedia celah untuk menghindari kewajiban isolasi selama 10 hari.

“Pemerintah UK telah berketetapan, mengutamakan dan mementingkan untuk menjaga rakyat Inggris terhadap wabah COVID-19 dan keputusan ini sudah akhir dan tidak dapat diganggu gugat,” begitu kutipan dari BWF, kemarin.

Seturut dengan BWF, Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Owen Jenkins menyatakan sangat penting untuk tetap memprioritaskan keselamatan dari ancaman COVID-19. Jenkins mengklaim tengah berkoordinasi dengan pemerintah Inggris, “Apakah ada yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan masalah ini,” demikian melansir Antara.

Kini pemerintah dan warga Indonesia menunggu jawaban dari pemerintah Inggris terkait kejanggalan penelusuran kontak erat COVID-19 yang mendepak kontingen Indonesia dari All England.

Baca juga artikel terkait ALL ENGLAND 2021 atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Olahraga
Penulis: Zakki Amali
Editor: Rio Apinino