Menuju konten utama

Anjing Saluki Sobat Suku Badui Arab

Anjing dengan kemampuan berburu yang luar biasa ini telah menemani orang Badui sejak awal bertahan hidup di tengah kerasnya gurun di Semenanjung Arab.

Anjing Saluki Sobat Suku Badui Arab
Balapan tradisional anjing Saluki di Abu Dhabi. FOTO/Dayofdubai

tirto.id - Hamad al Ghanem percaya pada pepatah klasik Arab: “Dia seorang lelaki sejati, dia besar bersama saluki.” Lebih dari percaya, ia pun mencintai saluki sebagaimana ia mencintai tradisi di tempat tinggal sekaligus tanah airnya yang bergurun-gurun.

Hamad sendiri telah membuktikan: hidup bersama anjing saluki kesayangannya, Reasha, mampu melunakkan kerasnya bertahan hidup di Semenanjung Arab.

Hamad adalah generasi kelima pembiak saluki dan kini menjabat sebagai kepala Arabian Saluki Centre di Abu Dhabi. Ia memiliki misi untuk mengedukasi publik tentang anjing gurun, efektivitasnya dalam berburu, dan ini semua adalah bagian dari visinya dalam melestarikan jenis anjing asli dari tanah Arab. Saluki, bagi Hamad, memiliki peran penting dalam peradaban masyarakat Arab asli, terutama Suku Badui.

Pujian Hamad kepada saluki, sebagaimana ia ceritakan kepada The National, pertama-tama adalah kecepatan yang tiada tanding. “Banyak yang berpikir bahwa greyhound adalah anjing tercepat di dunia, dengan kecepatan mencapai 70 km/jam, tapi saluki sebenarnya lebih cepat.”

Greyhound adalah anjing yang kerap diikutsertakan dalam lomba lari. Bagaimana dengan saluki? Hamad mengaku akan kesulitan untuk mengetesnya karena saluki telalu pintar untuk mengejar kelinci mainan yang biasa dipasang di lintasan dan bergerak sendiri dengan dorongan tenaga listrik sebagai umpan lari. Hamad memperkirakan kecepatan lari saluki bisa mencapai 80 km/jam. “Sebab menurut asal-usulnya, saluki dipakai untuk memburu rusa,” tambahnya.

Pada tahun 1996 Buku Rekor Guinness pernah mencatat saluki sebagai anjing tercepat di dunia sebab mampu melaju hingga 68,8 km/jam. Perkiraan Hamad boleh meleset dari catatan rekor ini, tapi pengalamannya saat berburu bersama saluki memang luar biasa.

Saluki bisa mendapatkan kecepatan yang luar biasa sebab memiliki fisik anjing pelari: postur tubuh ramping dan tungkai kaki panjang. Permukaan kakinya yang sangat empuk mampu menyerap benturan dengan baik. Stamina saluki juga di atas rat-rata jenis anjing lain.

Saluki bukan tipe anjing dengan penciuman super tajam dalam berburu. Ia mengandalkan matanya yang bulat lebar dan menghasilkan penglihatan yang tajam. Kepalanya memanjang ke depan, menjadikan saluki efektif kala menembus angin. Mulut yang panjang juga membuat saluki bisa menggigit erat mangsa buruannya. Dengan tinggi normal 58-71 cm dan berat rata-rata 18-27 kg, saluki memiliki warna bulu dari putih, krim, cokelat, merah, abu-abu, hitam, maupun campuran putih-hitam-cokelat.

Dalam buku Natural Emirates: Wildlife and Environment of United Arab Emirates (1997) karya Peter Vine, saluki dalam lintasan sejarah tak bisa dilepaskan dari suku-suku nomaden penghuni Semenanjung Arab, termasuk Suku Badui. Mereka biasa digunakan untuk memburu rusa, kelinci, rubah, maupun anjing hutan. Sebagai salah satu anjing generasi pertama dan paling tua yang dibiakkan oleh manusia, saudara dekat serigala ini sangat efektif saat diperintahkan untuk menyergap mangsa.

Saat berburu kelinci, misalnya, saluki dibawa oleh majikannya sambil menunggang unta agar tak gampang lelah dalam perjalanan menuju tempat buruan. Saluki akan dilepaskan ke arah target saat sudah dekat dan larinya bisa mencapai kecepatan maksimal. Sedangkan pemburu rusa biasa menyertakan elang untuk mencukil mata mangsa sehingga Saluki bisa mudah saat menangkap dan membawanya.

Ada sejumlah sumber literatur yang menyatakan bahwa nama saluki, yang juga dikenal dengan nama Persian Greyhhound ini, berasal dari puisi Arab era pra-Islam. Tepatnya dari kata “Saluqiyyah”, bahasa Arab “Seleucia” atau Seleukus, dinasti yang pernah berkuasa sepanjang Kuwait, Turkmenistan dan sedikit di Arab Saudi pada tahun 312-63 SM. Namun data ini dianggap tak valid dan diperdebatkan para ahli.

Sir Terence Clark adalah diplomat Inggris untuk kawasan Timur Tengah di akhir 1950-an yang menulis banyak tentang anjing saluki di websitenya, saluqi.net. Selama Clark dulu belajar bahasa Arab, ia menemukan referensi tentang perburuan Suku Badui dengan anjing mereka yang disebut "saluqi" dalam bahasa Arab klasik. Asumsinya tentang saluki berasal dari Barat, gugur sudah.

Bagi Clark, Barat juga salah dalam memahami saluki dalam bahasa Arab berarti “anjing dengan penglihatan yang tajam” atau "sighthound." Kata sifat itu sesungguhnya menggambarkan seseorang atau sesuatu yang berasal dari tempat bernama Saluq, yang menurut tradisi Arab adalah sebuah kota kuno di Yaman yang tak jauh dari Kota Ta'izz. Di situlah asal pengembangbiakan saluki untuk pertama kali sebelum akhirnya menyebar ke daerah Arab lain maupun hingga ke Eropa.

Meski demikian, interpretasi atas wilayah Saluq tak tunggal. Saluq juga ada di Armenia. Ada juga tiga kota lain yang disebut Saluqiyah. Pertama dan kedua ada di dekat Selifke dan Antioch yang berada di Turki, dan yang ketiga di dekat Baghdad, Irak.

Dalam perkembangannya, faktor penyebab kedekatan antara saluki dan Suku Badui yang makin harmonis dan alasan utama mengapa jenis anjing itulah yang dibiakkan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup. Suku Badui tak bisa mengandalkan sepenuhnya bahan makanan dari tumbuh-tumbuhan sebab di gurun hampir mustahil untuk berkebun.

Meski dikenal sebagai suku penggembala, namun kebutuhan akan hewan buruan tetap penting sebagai cadangan makanan. Saluki jelas hewan terbaik untuk urusan ini.

Dalam pengalaman Hamad, pentingnya eksistensi Saluki bagi orang Badui direfleksikan dengan bagaimana si anjing diperlakukan. Mereka dianggap sebagai bagian dari keluarga sendiri yang bisa hidup hingga usia 18, atau bahkan 21 tahun. Saluki diperbolehkan memasuki tenda majikannya dengan bebas, tidur di karpet dan bantal, dan sesekali ditemani oleh anggota rumah lain.

Pemberian nama adalah previlise lain untuk saluki. Kadang-kadang dibutuhkan waktu hingga berbulan-bulan untuk mencari nama yang pas. Nama saluki, bagi suku Badui, mesti merefleksikan karakter serta manfaat masing-masing anjing. Ada nama-nama seperti Nirman (harimau kumbang) Saqar (burung elang) atau Khalaf (penangkap mangsa yang baik). Ada juga Lateef (ramah), Sougha (hadiah), Sharrek (pasangan), Shihaab (bintang jatuh), Shadeed (kuat), atau nama anjing Hamad, Reasha (berbulu).

Hadiah bagi saluki yang mampu menangkap mangsa buruannya juga termasuk mewah. Mereka diberi susu khusus untuk diet, beras, kurma, zaitun, dan daging. Saluki termasuk anjing yang rewel untuk urusan makan sehingga benci air kotor atau makanan dan susu basi. Air minum mereka selalu ditempatkan di pot tanah liat agar tetap segar dan seringkali diberi beberapa tetas perasan bunga mawar untuk rasa tambahan.

Infografik Saluki Sobat Badui Arab

Orang Terkuat di Gurun Pasir

Siapa sebenarnya Suku Badui Arab? Dalam buku The Bedouin of the Middle East (2003) karya Elizabeth Losleben, Suku Badui (بَدَوِي) adalah orang Arab kuno yang hidup di sepanjang gurun Arab dan Suriah, juga di Semenanjung Sinai di Mesir, dan Gurun Sahara di Afrika Utara. Di dunia modern, Suku Badui kini tersebar di Mesir, Suriah, Israel, Palestina, Yordania, Arab Saudi, Yaman, dan Irak di Timur Tengah dan Maroko, Sudan, Aljazair, Tunisia, dan Libya di Afrika Utara. Mereka berbicara bahasa Arab dan kini mayoritas beragama Islam.

Meski liur anjing dianggap najis dalam Islam, penggunaan saluki sebagai teman penjaga maupun 'mesin tempur' saat berburu tetap populer di kalangan Suku Badui sejak sebelum kedatangan Islam maupun era-era setelahnya. Beberapa sumber mengatakan bahwa tak ada larangan untuk memelihara anjing jika memiliki manfaat praktis terutama untuk bertahan hidup asal tak menyentuh liurnya. Jika terkena liur, sesuai ajaran Islam, seseorang mesti mencuci tangannya sebanyak tujuh kali dan salah satunya dengan memakai debu/tanah.

Nama “badui” berasal dari bahasa Arab “badawi” yang berarti penghuni gurun. Mereka berpindah-pindah tempat tinggal dengan tujuan mencari sumber air sambil membawa serta unta, domba, dan kambing peliharaan mereka. Rumah mereka terbuat dari tenda sehingga mudah dibongkar pasang. Satu hal yang pasti, Suku Badui sangat bangga dengan kebudayaan dan tradisi mereka, dan mereka telah berusaha melestarikannya sejak berabad-abad lampau.

Suku Badui terpecah menjadi banyak suku-suku kecil. Contohnya Suku Badui Rwala tinggal di al-Nafud, bagian dari Gurun Suriah. Suku Badui Jebaliya ada di Semenjung Sinai. Suku Badui Sanusi hidup di Gurun Sahara bagian Utara. Sedangkan suku Badui Jahalin tinggal di Gurun Negev di Israel. Nama masing-masing suku berasal dari para pendahulu atau pendiri suku. Masing-masing suku pun masih dibagi lagi menjadi klan-klan yang berisi beberapa keluarga yang tinggal bersama di sebuah area.

Di akhir tahun 1300-an, sejawaran Arab Ibnu Khaldun menyebut Suku Badui sebagai orang paling tangguh yang pernah ia temui selama berpergian di Timur Tengah dan Afrika Utara. Mereka memiliki kemampuan bertahan hidup yang brilian di tengah gurun dan dikenal sangat loyal dengan satu dan yang lain.

Tradisi dan sifat Suku Badui yang kaya dan unik inilah yang membuat Hamad sedih jika akhirnya tergerus zaman modern. Komitmennya adalah untuk terus menjaganya tetap hidup, khususnya dengan menjaga pembiakan saluki dengan kualitas terbaik. Hamad mengaku paling senang dengan saluki putih. Ia agak menyayangkan kepopuleran saluki di Barat lebih tinggi dibanding di daerah asalnya di Timur.

“Dengan tumbuhnya kehidupan modern, kebutuhan berburu juga menurun drastis. Tapi ini tetap tugas kami untuk menjaganya tetap ada. Agar generasi masa depan tahu bahwa nenek moyang mereka dulu pernah hidup berdampingan dengan binatang yang dianggap sebagai bagian dari keluarga sekaligus teman sejati mereka sendiri,” pungkasnya.

Baca juga artikel terkait JAZIRAH ARAB atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Humaniora
Reporter: Akhmad Muawal Hasan
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Maulida Sri Handayani