Menuju konten utama
Periksa Data

Animo Tinggi, 82% Responden Survei Tertarik Beli Mobil Listrik

Survei Tirto menunjukkan sekitar 82,8 persen responden berminat membeli mobil listrik, baik dalam waktu dekat maupun di masa depan.

Animo Tinggi, 82% Responden Survei Tertarik Beli Mobil Listrik
Header Periksa Data Gencar Mobil Listrik, Benarkah Bebas Emisi. tirto.id/Fuad

tirto.id - Mobil listrik menjadi topik yang hangat dibicarakan. Pemerintah aktif mendukung penggunaan mobil listrik lewat pemberian insentif-insentif. Kementerian Perindustrian misalnya, berencana memberi insentif subsidi pembelian mobil listrik sebesar Rp80 juta serta insentif sebesar Rp40 juta khusus untuk mobil listrik berbasis hybrid.

Gayung bersambut, masyarakat pun antusias untuk menggunakan mobil bertenaga listrik. Hal ini tergambar dari survei yang dilakukan Tirto, lewat kerja sama dengan Jakpat. Perlu diketahui bahwa Jakpat adalah penyedia layanan survei dengan lebih dari 1,2 juta responden di Indonesia.

Dalam survei ini, Tirto dan Jakpat melakukan survei terhadap 1.500 orang responden yang tersebar di 34 provinsi yang ada di Indonesia. Mayoritas responden berasal dari Pulau Jawa, yakni Jawa Barat (27,7 persen) dan DKI Jakarta (15,7 persen). Sementara responden dari luar Pulau Jawa sebesar 21 persen.

Dari jenis kelamin, jumlah responden cenderung berimbang antara yang berkelamin laki-laki (50,07 persen) dan perempuan (49,93 persen). Survei juga diikuti oleh responden dengan rentang usia 15 hingga 68 tahun, dengan proporsi responden paling banyak berusia 20-25 tahun (31,33 persen), diikuti kelompok usia 30-35 tahun (22,27 persen) dan 26-29 tahun (19,6 persen). Dengan demikian, rerata responden berasal dari kelompok usia produktif.

Dari survei, diketahui sebanyak 262 responden atau sekitar 17,47 persen yang mengaku telah memiliki mobil listrik.

Data ini tak terlalu mengherankan. Menurut data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), ada 15.437 unit mobil listrik terjual sepanjang tahun 2022, meningkat tajam dari 3.193 unit pada 2021, seperti dilansir dari DataIndonesia.id.

Namun, perlu diingat pula bahwa jawaban responden terkait kepemilikan mobil listrik bisa merujuk ke mobil milik orang yang tinggal serumah, misal mobil milik orang tua.

Lalu, untuk responden yang belum memiliki mobil listrik, terdapat sekitar 67,29 persen responden yang tertarik membeli mobil listrik di masa depan, atau dalam jangka waktu lebih dari dua tahun. Kemudian, sekitar 15,51 persen berencana membeli mobil listrik dalam jangka waktu 1 hingga 2 tahun ke depan.

Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa sekitar 82,8 persen responden survei menyatakan berminat membeli mobil listrik, baik dalam waktu dekat ataupun di masa depan, yang menunjukkan animo masyarakat yang sangat tinggi terhadap kepemilikan mobil listrik.

Hanya 17,21 persen responden yang sama sekali tidak tertarik membeli mobil listrik dalam waktu dekat maupun di masa depan.

Menariknya, jika dilihat dari persebaran umurnya, responden yang berusia muda cenderung memiliki minat yang lebih besar terhadap mobil listrik.

Hal ini terlihat dari persentase responden yang sama sekali tidak berminat membeli mobil listrik yang hanya sekitar 14 persen hingga 17 persen di kelompok usia 16-19 tahun, 20-25 tahun, dan 26-29 tahun. Di kelompok usia di atasnya, persentasenya meningkat di kisaran 20 persen.

Meski begitu, ada pula beberapa keluhan responden terkait mobil listrik. Mayoritas responden, misalnya, menjawab ragu akan daya tahan baterai mobil listrik (62,27 persen), diikuti dengan 61,13 persen responden mengeluhkan ketersediaan infrastruktur pendukung yang terbatas, dan 57,8 persen responden menganggap harga kendaraan listrik yang cenderung mahal.

Temuan ini serupa dengan survei yang dilakukan Katadata Insight Center (KIC) pada April 2022 lalu. Responden menunjukkan keraguan terhadap mobil listrik, seperti harga yang tinggi (73,8 persen), daya cepat habis (59,4 persen), dan fasilitas tidak memadai (59,3 persen).

Berdasar survei Tirto bersama Jakpat, kekurangan mobil listrik yang disebut responden di antaranya takut akan segi keamanan kelistrikan (37 persen), keterbatasan layanan purnajual (29,2 persen), dan keterbatasan pilihan model (22,6 persen).

Sementara itu, terkait model kendaraan listrik yang menarik minat masyarakat, hasil survei menunjukkan bahwa mobil listrik jenis hybrid paling banyak digemari (56,95 persen). Kombinasi mesin bahan bakar bensin dan motor listrik mungkin dianggap menjadi solusi transisi tanpa perlu takut kehabisan daya baterai di tengah jalan.

Sementara terdapat 47,09 persen responden yang memilih mobil listrik berbasis baterai (Battery Electric Vehicle/BEV) sebagai pilihan moda ideal yang ingin dimiliki. Sisanya, terdapat 28,13 persen responden yang tertarik dengan mobil listrik plug-in hybrid (PHEV) dan 17,33 persen yang ingin memiliki mobil hidrogen (Fuel Cell Electric Vehicle/FCEV) di masa depan.

Di sisi lain, Tirto juga menanyakan alasan responden untuk menggunakan atau tertarik menggunakan mobil listrik. Kebanyakan responden menjawab mobil listrik dapat mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak (BBM) (70,86 persen) dan ramah lingkungan (69,85 persen). Ada pula yang menganggap biaya operasional mobil listrik yang akan lebih murah (49,03 persen) dan biaya perawatan yang lebih murah (30,30 persen) sebagai nilai lebih dari mobil listrik.

Terkait dengan penilaian mobil listrik yang lebih ramah lingkungan, memang ada benarnya. Sejumlah penelitian menemukan kalau emisi dari mobil listrik jauh lebih rendah dibanding mobil berbahan bakar minyak. Namun, salah satu kontroversi terkait emisi dan mobil listrik di Indonesia adalah sumber pembangkit tenaga listrik di Indonesia yang masih didominasi oleh batu bara. Batu bara termasuk material pembangkit listrik yang menghasilkan emisi, bukan sumber listrik hijau seperti tenaga bayu atau surya.

Sementara soal ketergantungan terhadap BBM dan biaya operasional yang lebih irit, berdasar hitungan PLN, ongkos bahan bakar mobil listrik dibanding mobil berbahan bakar minyak memang bisa dipotong hingga seperenamnya. Hitungan kasarnya, 1 liter BBM setara dengan 1,2 kWh listrik. Harga listrik Rp1.444 per Kwh, artinya untuk 1,2 kWh listrik harganya sekitar Rp1.700. Bandingkan dengan 1 liter bensin yang berkisar antara Rp14 ribu - Rp21 ribu.

Lebih lanjut, diinformasikan juga dengan kapasitas 45 kWh artinya untuk mengisi penuh daya mobil listrik biayanya sekitar Rp70 ribu, untuk menempuh jarak hingga 300 km.

Dengan demikian, meski animo masyarakat terhadap mobil listrik terlihat sangat tinggi menurut temuan survei, masih ada sejumlah pekerjaan rumah bagi pemerintah dan produsen mobil listrik. Di antaranya, mendorong penambahan infrastruktur pendukung mobil listrik, mengedukasi masyarakat terkait teknologi mobil listrik, dan mengusahakan untuk membuat harga mobil listrik bersaing dengan mobil berbahan bakar minyak.

Baca juga artikel terkait PERIKSA DATA atau tulisan lainnya dari Alfons Yoshio Hartanto & Irma Garnesia

tirto.id - Otomotif
Penulis: Alfons Yoshio Hartanto & Irma Garnesia
Editor: Farida Susanty