Menuju konten utama

Anies Minta Penolak Imunisasi Tak Ragukan Keamanan Vaksin Difteri

“Kita tentu tidak menginginkan anak-anak kita justru menderita di kemudian hari,” kata Anies.

Petugas kesehatan mempersiapkan vaksinas difteri untuk karyawan di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Senin (8/1/2018). ANTARA FOTO/Rosa Panggabean.

tirto.id - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menanggapi kabar adanya segelintir sekolah di Jakarta Barat yang menolak pemberian imunisasi difteri kepada siswanya karena meragukan aspek kehalalan vaksin.

Anies menegaskan pemberian vaksin difteri kepada anak-anak merupakan salah satu bentuk pemenuhan terhadap hak mereka. Ia juga memastikan bahwa vaksin difteri terjamin keamanannya.

“Kita tentu tidak menginginkan anak-anak kita justru menderita di kemudian hari,” kata Anies seusai membuka acara Bakti Sosial Vaksinasi Difteri di Balai Pengobatan Wisma Siti Mariam, Jakarta Barat pada Minggu (14/1/2018).

Anies mengatakan pemerintah menggunakan vaksin hasil produksi perusahaan BUMN, yakni Bio Farma, yang merupakan produsen vaksin dan antisera. Karena itu, menurut dia, masyarakat tidak perlu khawatir dengan vaksin produksi dari Bio Farma tersebut.

“Tapi kalau vaksin dari tempat lain, kita nggak tahu (dari segi terjaminnya keamanan),” kata Anies.

Dia menambahkan Pemprov DKI saat ini masih menunggu datangnya kembali suplai vaksin dari Bio Farma. Menurut Anies, melalui rapat khusus dengan Kementerian Kesehatan pada dua minggu lalu, dirinya telah meminta agar stok vaksin segera ditambah jumlahnya sehingga mempercepat proses penanganan wabah difteri.

“Kecepatan kita melakukan imunisasi itu bukan semata-mata tergantung kepada personalia kita, tapi pada ketersediaannya vaksin itu sendiri,” ujar Anies.

Pemprov DKI Jakarta telah menargetkan ada sebanyak 2,9 juta anak dan remaja di bawah usia 19 tahun yang memperoleh vaksin difteri. Pemberian vaksin dibagi menjadi dua fase, yakni periode sejak Desember 2017 yang menyasar 1,2 juta anak, lalu di tahap kedua menargetkan 1,7 juta anak.

Anies mengklaim penyebaran difteri di ibukota awalnya berasal dari daerah Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Munculnya bibit penyakit di dua wilayah tersebut sebagai dampak dari tingginya angka kasus difteri di Provinsi Banten.

“Karena di tetangganya (Provinsi Banten) ada kasus difteri yang cukup besar, yakni 300 kasus. Interaksi (warga) membuat penyakit ini mudah menular, maka diperlukanlah langkah yang luar biasa,” kata Anies.

Kendati demikian, Anies menekankan bahwa tidak ada niatan untuk menyalahkan daerah lain terkait merebaknya kasus difteri di DKI Jakarta, yang pada 2017 lalu tercatat sebanyak 109 kasus.

“Ini tidak perlu saling menyalahkan, mulai datangnya dari mana, keluarnya mana. Kenyataannya sekarang ada kasus difteri, kita harus bergerak, yang penting jumlah kasus menurun,” kata Anies.

Baca juga artikel terkait DIFTERI atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Addi M Idhom