Menuju konten utama

Anies Dianggap Ingkar Janji: Maju Kotanya, Tak Bahagia Warganya

Sebelum digusur, warga Kampung Bayam menghasilkan dua ribu ikat sayuran per hari. Kini untuk pakan ternak saja, harus berburu sisa sayuran di pasar.

Anies Dianggap Ingkar Janji: Maju Kotanya, Tak Bahagia Warganya
Ilustrasi HL Indepth Sumber Ekonomi Warga Kampung Bayam. tirto.id/Lugas

tirto.id - Muhammad Furqon, 43 tahun, warga Kampung Bayam mencacah limbah sayuran dengan golok untuk makanan ayam dan bebek. Limbah itu ia dapatkan setiap subuh dari Pasar Tanah Pasir, Penjaringan. Ini rutinitas barunya di tempat hunian sementara yang ia sebut selter. Sebelumnya rumahnya di Kampung Bayam digusur.

Selter itu berada di Jalan Tongkol 10, Kelurahan Ancol, Pademangan, Jakarta Utara. Jaraknya enam kilometer dari perkampungannya yang digusur dan dibangun Jakarta International Stadium (JIS), proyek PT Jakarta Propertindo (Jakpro) bernilai Rp5,9 triliun.

Semula Furqon bertani bersama kelompok urban farming di Kampung Bayam yang terdiri dari 126 kepala keluarga (KK). Rutinitasnya menanam dan memanen bayam, kangkung, padi, membuat pakan ikan, berternak lele, kambing, ayam, dan bebek.

Kondisi bapak tiga anak ini berubah 180 derajat sejak tinggal di selter. Dia harus mencari limbah sayuran. Kemudian menjelang petang, mencari rumput untuk makanan kambing. Padahal dulu, semua kebutuhannya sudah tersedia di perkebunan bersama. Saat ini, ia hanya bisa pelihara hewan ternak yang sebagian besar sudah dijual untuk menyambung hidup.

"Aku jual kambing dari 25 ekor tinggal 3 ekor," ujarnya saat ditemui reporter Tirto pada pekan ketiga September 2021. "Ayam lebih dari 100 ekor, tinggal 40, mesin minyak limbah gorengan milik kelompoknya dijual untuk makan bersama."

Furqon merupakan koordinator kelompok urban farming. Dia bersama 49 KK menempati selter pada hari ketiga setelah Hari Raya Idulfitri yang lalu. Sedangkan 76 KK lainnya sudah berpencar.

Sebelumnya, dua hari menjelang Hari Raya Idulfitri 2021, tepatnya 11 Mei, Walikota Jakarta Utara Ali Maulana Hakim mengirim surat kepada warga Kampung Bayam. Poinnya, meminta 74 KK warga Kampung Bayam yang masih bertahan di rumahnya untuk untuk mengosongkan atau pindah secepatnya ke lahan selter, milik Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP). Padahal bangunan selter belum selesai.

Furqon menuturkan butuh waktu enam bulan untuk membersihkan lahan dengan peralatan manual. Walikota ini, lanjutnya, tak mengetahui lahan kosong itu sebagian dipenuhi tanaman merambat, pohon besar, sampah fiber, rongsokan speed boat dan tanah yang tak rata. Sebagian lagi sebagai tempat lahan parkir truk kontainer. Lahan ini pernah diusulkan untuk selter warga Kampung Akuarium, tapi ditolak warga korban gusuran Ahok karena lahannya tidak layak.

"Mereka enggak tahu, di sini atap belum terpasang, dibilang barak bukan, kalau hujan kami berteduh di bawah terpal. Coba bayangin, apa enggak sedih," lirihnya.

Mirisnya, bayi berusia tiga bulan ikut terdampak penggusuran Kampung Bayam. Martin, menuturkan terpaksa memindahkan bayi dan istrinya ke selter dalam keadaan belum selesai dibangun. Jangankan atap, dinding saja belum ada.

“Pas aku sampai sini, anakku baru tiga bulan. Dinding enggak ada, atap enggak ada. Jadi pakai triplek satu-dua lembar untuk jadi dinding sementara buat tidur malam,” kata Martin saat ditemui reporter Tirto, Senin (20/9/2021).

Pemprov DKI menawarkan rumah susun (rusun) Nagrak Clincing untuk selter, akan tetapi kelompok Furqon menolak. Sebanya, lokasinya jauh, berjarak sekitar 15 kilometer dari lokasi penggusuran. Jarak ke tempat kerjanya pun menjadi semakin jauh dan ia kebingungan menempatkan hewan ternaknya.

Pertimbangan di atas yang membuat warga Kampung Bayam memilih alternatif terakhir, mereka bersepakat pindah ke selter dengan membangun secara mandiri dari uang "ganti untung" yang diberikan Jakpro. Biaya yang dihabiskan untuk membangun selter yang terbuat dari kayu, bambu, trilipek bekas mencapai Rp234 juta. Itu pun hingga kini, pembangunan selter belum tuntas.

Warga Kampung Bayam hanya meminta kepada Pemprov DKI Jakarta untuk menyediakan dua kebutuhan dasar: listrik dan air. Namun tidak ada tindak lanjut. Akhirnya, warga nekat menyambung kabel listrik secara ilegal karena ini kebutuhan primer. Akibatnya, mereka dikenakan denda senilai Rp227 juta oleh PLN UP3 Bandengan. Sedangkan air untuk kebutuhan sehari-hari, warga mengambil dari sumur tua yang telah diremajakan.

Anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta, Angga Putra Fidrian mengatakan, terkait persoalan listrik, pihak Walikota Jakarta Utara dan Kelurahan Ancol sudah beberapa kali fasilitasi pertemuan antara warga dengan PLN. Pihak kelurahan, lanjutnya, sudah memberikan bantuan terkait administrasi pemasangan listrik.

Selain itu, Angga menjelaskan, Pemprov DKI Jakarta tidak memiliki anggaran pembangunan selter pada 2020 karena semua difokuskan untuk penanganan Covid-19. Namun DPRKP telah menawarkan untuk pindah sementara ke rumah susun sewa (rusunawa) dengan dibebaskan biaya, akan tetapi warga menolak.

"Warga memilih untuk membangun hunian secara swadaya dengan menggunakan uang ganti yang sudah dibayarkan oleh Jakpro," kata Angga kepada reporter Tirto, Kamis (23/9/2021).

Sementara itu, Direktur Eksekutif Rujak Center for Urban Studies, Elisa Sutanudjaja mengatakan, Pemprov harus bertanggung jawab membangun selter bagi warga Kampung Bayam. Terlepas mereka sudah mendapatkan ganti rugi atau belum. Menurutnya, faktor hunian layak penting dipenuhi karena warga yang digusur bisa menggunakan tabungannya untuk mengembangkan kehidupan yang lebih baik.

Kasus Kampung Bukit Duri, mirip dengan Kampung Bayam. Kalau Bukit Duri, Pemprov DKI Jakarta tidak menemukan lahan untuk selter. Pada kasus Kampung Bayam, Pemprov DKI Jakarta tidak memiliki anggaran. Tak adanya fasilitas selter yang tak layak, bakal menyulitkan warga.

"Permasalahan yang akhirnya berpengaruh pada penghuni sosial di sana [Kampung Bayam]. Kalau dibangun bagus selter, minimal kaya Kampung Akuarium. Jadi ada peluang untuk hidup lebih baik dari sekarang," ujar Elisa kepada reporter Tirto, Rabu (21/9/2021).

Elisa menuturkan, Kampung Akuarium memiliki selter yang layak sehingga warga bisa mengembangkan hidup yang lebih baik. Contohnya, warga membangun kolam lele, taman toga, dan tanaman rempah-rempah. Hampir semua koridor selter hijaunya semua. Kondisi ini bisa dilakukan ketika tahapan rumah layak sudah dimiliki warga.

Kompensasi yang Dianggap Merugikan

PT Jakarta Propertindo (Jakpro) telah menyelesaikan program ganti untung atau Resettlement Action Plan (RAP) terhadap 642 kepala keluarga (KK) di Kampung Bayam.

"Sejak 5-18 Agustus 2021 telah dilaksanakan pemberian buku tabungan kepada 54 kk secara bertahap di Bank DKI cabang Balai Kota. Pemberian pada 100 KK per hari dengan prokes ketat," kata Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan Jakpro, Nadia Diponsajoyo seperti dikutip Antara, Rabu (18/8/2021).

Manajemen Jakpro melaksanakan program ganti untung untuk membantu warga Kampung Bayam, mendapat kehidupan yang lebih baik.

Furqon menegaskan, pihak yang mengklaim warga Kampung Bayam sudah menerima ganti untung itu adalah orang zalim. “Sehari aja, mereka tukaran hidup sama kami, bagaimana rasanya. Wajar saja mereka berkata ganti untung karena mereka tidak merasakan hidup kami,” ucap Furqon.

Warga Kampung Bayam harus terpaksa kehilangan sumber ekonomi keluarga maupun kelompok urban farming. Sebab kebun bayam sebagai tumpuan ekenomi kelompoknya rata dengan tanah. Dulunya, warga bisa distribusikan dua ribu ikat bayam atau kangkung per hari ke pedagang di enam pasar seputaran Jakarta Utara.

Satu ikat harganya Rp3 ribu, artinya dengan distribusi dua ribu ikat dalam sehari bisa memperoleh Rp6 juta. Furqon bilang itu belum termasuk usaha pakan ikan yang menjadi pendapatan warga. Dalam sebulan, kelompoknya membagi hasil jualan pakan ikan kepada warganya sebesar Rp300 ribu per kepala keluarga. Pembagian ini dibagi rata untuk 126 KK yang masuk dalam kelompok Urban Farming.

Infografik HL Indepth Warga Kampung Bayam

Infografik HL Indepth Sumber Ekonomi Warga Kampung Bayam. tirto.id/Lugas

Furqon menuturkan ketika kebun kolektifnya diluluhlantakkan, Jakpro mengganti lahan usaha warga dengan kantin di lokasi proyek JIS: melayani kebutuhan makanan, minuman, rokok bagi pekerja proyek. Masalahnya, baru beberapa bulan beroperasi, mandor kabur tanpa membayar utang.

“Empat mandor utangnya sekitar Rp67 juta,” terangnya.

Dia mengadu kepada Jakpro terkait persoalan utang mandor di kantin, akan tetapi mereka meminta warga komfirmasi kepada perusahaan sub kontraktor. Lalu perusahaan sub kontraktor juga meminta warga untuk mencari mandornya karena sudah diberikan gajinya. Dia sudah meminta Jakpro untuk menahan gaji mandor sebelum melunasi utang, tetapi tidak ada tindak lanjut.

“Ini mah lepas tanggung jawab,” ucapnya. “Kok orang miskin kasih makan orang kaya. Sampai sekarang masih terjadi dan belum ada penanggulangannya.”

Hendro Subroto, Staf Ahli PT Jakarta Propertindo meminta Furqon tak menyalahkan mandor, melainkan kesalahan tata kelola mereka sendiri. Dia mengklaim tujuh kantin lagi untung, kenapa hanya warga Kampung Bayam kelompok Furqon yang rugi.

“Sekarang ada 2.600 pekerja, masa iya seribu [pekerja] saja yang jajan enggak bisa untung atau minimal 500 aja jajan setiap hari. Logikanya, jangan salahin mandornya tapi tolong dilihat [tata kelolanya], itu solusi yang paling mudah,” kata Hendro kepada reporter Tirto, Minggu (26/9/2021).

Dia mengatakan, ada delapan kantin di kawasan pembangunan JIS yang dibagi ke beberapa pihak; ada Kelurahan Sunter Agung, Warga Kampung Bayam, dan kelurahan lainnya. Pihaknya juga melarang pekerja beli di luar kawasan JIS.

Janji Manis Anies Baswedan dan Jakpro

Kampung Bayam kerap digusur oleh Pemprov DKI Jakarta, dimulai era Gubernur Fauzi Bowo, pada 24 Agustus 2008. Selanjutnya era plt Gubernur Djarot Saiful Hidayat pada 1 Agustus 2017. Berulangkalinya penggusuran membuat Muhammad Furqon belajar politik, awalnya ikut bergabung dengan Jejaring Rakyat Miskin Kota (JRMK) mendukung Joko Widodo jadi Gubernur DKI Jakarta.

Salah satu kontrak politiknya yang ditandatangi pada 15 September 2012 itu, pemukiman kumuh tidak digusur, tetapi ditata. Namun belum selesai memenuhi janjinya, Jokowi ikut Pilpres 2014 dan terpilih. Selanjutnya, pada 25 Januari 2017, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno membuat kontrak politik dengan warga Kampung Bayam, poinnya tidak ada penggusuran melainkan penataan atau dibuatkan rumah deret, bukan rumah susun.

"Banyak sakali ketraumaan kami digusur sebagai rakyat kecil, kayak dibinatangkan bukan dimanusiakan. Kok pemerintah enggak berpihak ke masyarakat kecil, nah sekarang ini halus banget [digusur], enggak berpihak [orang miskin]. Kalau berpihak, permasalahan rakyat kecil harus dibenahi. Kan maju kotanya bahagia warganya, yang mana kita maju dengan kehidupannya, bahagia warganya. Nah bagaimana [realitanya]?" ungkap Furqon.

Sebelum menjadi orang nomor satu DKI Jakarta, warga Kampung Bayam memiliki hubungan mesra dengan Anies Bawsedan dan Sandiaga Uno. Furqon menuturkan, Sandi meresmikan Kampung Kebun Bayam, jadi kampung kreatif Anies-Sandi. Setelah terpilih, hubungan mesra masih berlanjut, pada 9 April 2018, Gubernur Anies Baswedan mendatangi warga Kampung Bayam untuk melihat lahan pertanian warga dan memberi pesan.

"Teruslah jadikan Kampung Bayam ini sebagai lahan berpahala, sebagai sumur yang akan mengalirkan kebahagiaan di balik kerja keras bersama warga di sini. Jaga stamina moral, stamina intelektual dan stamina jasmani. Insya Allah tanda pahala ini akan menjelma menjadi sebuah kampung contoh, kampung yang ada keadilan, kesejahteraan, dan kebahagiaan," pesan Anies.

Pada hari yang sama, Anies mengajak warga Kampung Bayam untuk berkolaborasi dalam pembangunan JIS. Furqon sepakat untuk kolaborasi membangun Kampung Bayam lebih baik, tapi realitanya dua tahun kemudian berbeda. Pada Mei 2020, Furqon mengadu ke Anies lagi, Kampung Bayam memprihatinkan, Jakpro selaku petugas yang membangun proyek JIS tidak transparan kepada warga Kampung Bayam.

"Pemukiman kami sangat memprihatinkan, kondisi kami sangat memprihatinkan, ekonomi kami sangat memprihatinkan setelah urban farming hilang berubah menjadi JIS," kata Furqon.

Dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 14/2019, Jakpro selaku BUMD yang ditugaskan Gubernur memiliki empat tugas. Pertama, membangun dan mengelola stadion. Kedua, membangun dan mengelola kawasan terpadu yang terintegrasi dengan sarana angkutan umum massal. Ketiga, membangun dan mengelola fasilitas kegiatan campuran. Kemudian keempat, menyediakan ruang terbuka hijau. Aturan ini, tidak membahas sedikit pun soal penataan warga Kampung Bayam.

Furqon bilang, semua janji untuk mengubah Kampung Bayam lebih baik, menata kampungnya bersama dengan kolaborasi hanya pemanis. Faktanya, sampai sekarang, Furqon tidak mengetahui konsep hunian yang akan dibangun perusahaan plat merah daerah itu. Banyak janji Jakpro kepada warga Kampung Bayam.

Pada 27 Juli 2020, Jakpro diwakili Hendro Subroto berjanji membangun rumah deret, selanjutnya memberi pelatihan kuliner, pelatihan menanam rumput, dibantu diberi modal koperasi untuk buka usaha sebesar Rp1 miliar. Semua janji Jakpro tersebut sampai saat ini tidak ada yang terealisasi.

"Jakpro ngomong manis banget. Akhirnya warga dapat pelatihan kuliner dari Baznas. Malah Baznas yang edukasi warga untuk pelatihan, bukan Jakpro. Ini kan terbalik,” katanya.

Selain itu, Furqon bersama warga Kampung Bayam kembali resah ketika mengetahui tempat selter mereka hanya diberi batas waktu tinggal sampai Desember 2021. Hal itu tertuang dalam surat DPRKP tanggal 17 Juni 2021 terkait izin penggunaan sementara lahan Jalan Tongkol 10 kepada Direktur Pengembangan Bisnis Jakpro.

Lurah Ancol, Rusmin membenarkan lokasi hunian semetara warga Kampung Bayam bakal menjadi rumah susun bagi warga Ancol ke depannya. Ia mengungkap pihaknya sudah melakukan sosialisasi bagi warga sekitar. Saat ditanya bagaimana nasib warga Kampung Bayam di lokasi tersebut, Rusmin hanya menjawab diplomatis.

"Enggak ada masalah, harusnya mengerti," katanya kepada reporter Tirto, Kamis (23/9/2021).

Bantahan Pemprov dan Jakpro

Terkait janji memberikan pelatihan bagi warga Kampung Bayam, Hendro Subroto, Staf Ahli PT Jakarta Propertindo mempertanyakan balik, apakah warga Kampung Bayam siap diberi pelatihan. Dia mengklaim pihaknya akan memberikan pelatihan, melalui dinas-dinas pemprov yang dikoordinasikan oleh Jakpro.

Selain itu, Hendro menuturkan, kalau masalah rumah deret bukan janjinya. Melainkan janji Anies pada masa kampanye. Janji itu menurutnya, perlu kajian dahulu.

“Kalau rumah deret, rumah apa harus ada kajiannya, ini kan menyesuaikan,” ujar Hendro.

Selanjutnya, saat dikonfirmasi terkait Gubernur Anies Baswedan tak memenuhi janji politiknya dengan warga Kampung Bayam, Anggota Tim TGUPP DKI Jakarta, Angga Putra Fidrian berdalih, janji politik Anies adalah tidak ada penggusuran paksa seperti yang sudah ada sebelumnya.

"Saat ini tidak ada lagi penggusuran besar seperti Bukit Duri, Akuarium, dan Kalijodo paling tidak dalam empat tahun terakhir," ungkapnya.

Pernyataan Angga berbeda dengan dokumen yang diperoleh reporter Tirto, dalam kontrak politik yang ditandatangani Wakil Gubernur Sandiaga Uno yang dibubuhi materai 6.000, Anies-Sandi memiliki tiga kesepakatan. Pertama, tidak ada penggusuran melainkan penataan atau dibuatkan rumah deret bukan rumah susun.

Kesepakatan kedua, siap melegalitaskan RT/RW yang selama ini hanya bersifat badan keorganisasian di Kampung Kebon Bayam Gree Area ex Taman Bersih, Manusiawi dan Berwibawa (BMW) sesuai peraturan daerah, dan ketiga akan diikutsertakan mengawasi program-program maupun kebijakan yang dibuat Pemprov DKI Jakarta.

Selain itu, terkait hunian bagi warga Kampung Bayam, Angga berkata, saat ini hunian di JIS sedang tahap perancangan basic design antara Jakpro dan warga Kampung Bayam. Pembangunan sendiri, lanjutnya, dilakukan oleh Jakpro. "Harapannya saat stadion sudah digunakan, hunian pengganti Kampung Bayam sudah dapat digunakan oleh 135 KK," kata Angga.

Namun, Furqon mewakili 49 warga Kampung Bayam di Jalan Tongkol 10 tidak mengetahui dan tidak dilibatkan dalam konsep atau perancangan desain hunian. Menanggapi persoalan ini, Angga menjelaskan 135 KK yang sedang dalam proses perencanaan desain, punya fasilitator masing-masing. Baik difasilitasi Jakpro, JRMK/UPC, maupun dari Universitas Indonesia.

"Proses fasilitasi memang dinamis, tentu ada beberapa perbedaan pendapat antara masing-masing kelompok namun itu esensinya demokrasi. Prinsip dasarnya adalah semua didengar masukannya dengan posisi yang setara. Itu terjadi di Kampung Akuarium, Kunir, dan Bukit Duri serta kampung-kampung lainnya," kata Angga.

Warga yang mendapatkan hunian 135 KK, akan tetapi jumlah warga yang tergusur lebih dari 600 KK. Menanggapi persoalan kekurangan hunian, Angga berkata yang lain sudah diproses ganti untung sama Jakpro dan sudah memutuskan pindah ke tempat lain.

Kondisi tersebut dianggap tak sesuai dengan janji politik Anies Bawsedan, seperti pilih kasih. Pembangunan JIS merupakan salah satu janji kampanye saat Pilkada DKI 2017 bersama Sandiaga Uno. Selain itu, dalam kampanye untuk merebut hati warga miskin kota, Anies memiliki slogan “maju kotanya, bahagia warganya”.

"Slogan Pak Anies, maju kotanya, bahagia warganya. Bagaimana maju kotanya bukan hanya maju pembangunannya, tapi tidak melihat kebahagiaan warganya. Harapannya harus diselaraskan dengan slogan itu," ungkap Furqon, generasi kedua yang menempati Kampung Bayam.

Baca juga artikel terkait KAMPUNG BAYAM atau tulisan lainnya dari Reja Hidayat

tirto.id - Hukum
Reporter: Reja Hidayat
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Dieqy Hasbi Widhana