Menuju konten utama

Anggota DPR dari Fraksi PKS Kecewa BBM Premium Batal Naik

Rofi’ Munawar menyatakan, pembatalan kenaikan harga premium oleh pemerintah sebagai kegagalan pengelolaan tata niaga BBM.

Anggota DPR dari Fraksi PKS Kecewa BBM Premium Batal Naik
Ilustrasi. Petugas mengisi premium ke dalam sepeda motor di salah satu SPBU di Jakarta, Rabu (10/10/2018). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

tirto.id - Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia Rofi’ Munawar menilai, pembatalan kenaikan harga BBM jenis Premium oleh pemerintah sesungguhnya menunjukan kegagalan dalam pengelolaan tata niaga (mis management) BBM.

Di sisi lain menunjukkan bahwa pengelolaan BBM Premium tidak lagi memperhatikan faktor-faktor objektif, namun lebih pada pertimbangan non teknis dan konsideran dadakan.

"Rencana kenaikan kemarin, yang kemudian dibatalkan dalam waktu kurang dari satu jam, menunjukkan mis-koordinasi dan buruknya tata kelola energi selama ini,” ujar Rofi’ dalam keterangan pers pada hari Kamis (11/10/2018).

Pemerintah sebelumnya telah berjanji tidak menaikan harga BBM Premium sampai dengan tahun 2019. Pada Rabu (10/10/2018) di Bali, Menteri ESDM Ignatius Jonan menyatakan bahwa harga BBM Premium akan dinaikan pemerintah, dari Rp6.550 per liter menjadi Rp7 ribu per liter.

Klaimnya saat itu, langkah kenaikan harga Premium diambil pemerintah karena mempertimbangkan lonjakan harga minyak mentah dunia.

Kemudian, dalam waktu tidak lama ia menarik ucapannya dan berdalih bahwa kenaikan Premium ditunda dalam waktu tidak ditentukan.

Harga minyak mentah dunia saat ini berada di kisaran 80 dolar AS per barel, jauh dari patokan harga minyak mentah Indonesia yang ditetapkan dalam asumsi APBN 2018 sebesar 48 dolar AS.

Patokan harga yang jauh berbeda dengan perkembangan riilnya semakin berat dengan mengetahui kondisi rupiah yang saat ini tengah tertekan terhadap dolar AS, hingga menyentuh level Rp15.200.

Sementara, total kuota untuk Premium pada 2018 yang ditetapkan pemerintah untuk dipenuhi Pertamina sebanyak 11,8 juta kilo liter (KL).

"Dengan angka sebesar itu sudah sepantasnya Pemerintah memiliki perhitungan yang cermat dan kajian yang mendalam, khususnya terkait dengan naiknya harga minyak dunia dan depresiasi rupiah terhadap dolar AS. Namun apa yang ditunjukan kemarin sungguh telah mengabaikan aspek-aspek mendasar di atas," ungkapnya.

Menurutnya, salah satu indikator keseriusan pemerintah dalam mengelola energi nasional sesungguhnya dapat tercermin dalam kematangan mengelola tata niaga BBM bersubsidi maupun penugasan. Mengingat BBM ini mempengaruhi kehidupan rakyat banyak.

"Kebijakan sekecil apapun akan memberikan dampak yang luar biasa,” ucapnya.

Saat ini, ia menilai bahwa pengelolaan harga BBM, khususnya Premium tidak lagi memperhatikan faktor-faktor objektif lapangan. Namun lebih pada pertimbangan non-teknis dan subjektif.

"Seperti alasan pembatalan menunggu kesiapan Pertamina dan memperhatikan daya beli masyarakat. Nampak tidak relevan dengan pola kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah selama ini, sehingga cenderung membingungkan. Saya khawatir akhirnya kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak selalu diukur dan dikaitkan dengan tahun politik” ujarnya mewakili suara kubu fraksi PKS.

Baca juga artikel terkait KENAIKAN HARGA BBM atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Politik
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yandri Daniel Damaledo