Menuju konten utama

Anggota Dewas KPK Harjono Rangkap Jabatan: Harus Pilih Salah Satu

Mantan hakim MK Harjono menjabat Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu saat diangkat sebagai anggota Dewas KPK.

Anggota Dewas KPK Harjono Rangkap Jabatan: Harus Pilih Salah Satu
Anggota Dewan Pengawas KPK Harjono bersiap mengikuti upacara pelantikan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12/2019). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/wsj.

tirto.id - Pada Jumat pekan lalu (20/12/2019), Presiden Joko Widodo melantik Albertina Ho, Artidjo Alkostar, Harjono, Syamsuddin Haris, dan Tumpak Panggabean sebagai Dewan Pengawas KPK. Dari kelima nama itu, Harjono merangkap jabatan publik, yakni Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Setelah resmi dilantik, mantan hakim Mahkamah Konstitusi ini mengutarakan akan mundur dari Ketua DKPP.

Ahli hukum tata negara Rullyandi mengingatkan memang seharusnya Harjono mengundurkan diri dari salah satu jabatan publik itu. Selain itu, rangkap jabatan secara etik tidak dikenal dalam hukum ketatanegaraan Indonesia.

Undang-Undang 19/2019 sebagai pengganti UU 30/2002 yang mengatur syarat dan tata kerja Dewas KPK mengatur bahwa seseorang dapat dilantik apabila “melepaskan jabatan struktural atau jabatan lainnya” (Pasal 37 D poin f).

Rully menilai syarat itu membuat orang-orang yang menduduki jabatan publik sebagai Dewas KPK harus mundur dari semua jabatan, termasuk bila dia menjabat sebagai komisaris, hakim, maupun peneliti.

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat Alwan Ola Riantoby mendesak Harjono menentukan sikap sebab posisi Ketua DKPP tidak bisa ditinggal sembarangan agar tetap independen.

“Dua-duanya jabatan publik. Beliau harus memilih salah satu sebagai etika pejabat publik,” ujar Alwan.

Bila keputusan Harjono meninggalkan posisi DKPP, posnya harus segera diisi mengingat Pilkada serentak di 270 daerah pada 2020.

Sebagai gambaran, DKPP menerima 332 laporan pengaduan terkait Pilkada Serentak 2018; 162 naik menjadi perkara yang bisa disidangkan, seperti dilansir Kompas.com.

“Jadi kalau bicara urgensi, sangat urgen untuk segera mengganti, mengingat banyak putusan, banyak kasus yang dilaporkan yang segera perlu ditangani,” ujar Alwan.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera Indra dan politikus Gerindra Hendarsam Marantoko mendesak hal sama: DKPP perlu mengganti Harjono agar bisa menghadapi Pilkada 2020 secara optimal.

Harjono berkata akan membahas posisinya di Dewan Pengawas KPK sekaligus Ketua DKPP. Ia siap mundur bila memang aturan melarang. Ia berkata rangkap jabatan “tidak elok juga.”

Harjono berencana bertemu dengan Presiden Jokowi untuk membahas penggantinya mengingat proses pemilukada 2020 di depan mata meski DKPP hanya sebatas menangani pengaduan pelaksanaan pemilu.

“Saya laporkan ke beliau … posisi yang saya tinggalkan ini harus cepat diisi karena Pilkada,” katanya.

“Jadi, tidak ada persoalan kalau Pak Presiden mencalonkan orang lain untuk mengisi di DKPP,” tambahnya.

Anggota DKPP Rahmat Bagja berkata kepada Tirto pada akhir pekan lalu bahwa DKPP belum menerima surat pengunduran diri Harjono. Ia berkata DKPP akan membahasnya bersama Harjono.

“Tapi nanti minggu ini kami ada pertemuan dengan Prof. Harjono," ujar Bagja.

Bagja menduga Presiden Jokowi akan menerbitkan surat keputusan baru untuk pengganti Harjono di DKPP, meski dia bilang pencari hakim pemilu penuh tantangan, apalagi sebentar lagi menghadapi Pilkada 2020.

Baca juga artikel terkait DEWAN PENGAWAS KPK atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Fahri Salam