Menuju konten utama

Ancaman Terorisme Belum Redam Jelang Asian Games

Mantan napi teroris mengingatkan agar aparat makin waspada jelang hajatan Asian Games di Jakarta dan Palembang.

Ancaman Terorisme Belum Redam Jelang Asian Games
Tim Reaksi Cepat Tindak (Respati) Polrestabes Surabaya memeriksa identitas dan barang bawaan calon penumpang saat melakukan patroli di Stasiun Pasar Turi, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (6/7/2018). ANTARA FOTO/Moch Asim

tirto.id - Pergelaran Asian Games 2018 tinggal hitungan hari. Sayangnya, hajatan pesta olahraga se Asia itu belum lepas dari bayang-bayang ancaman terorisme. Hal ini setidaknya tercermin dalam kejadian teror yang terjadi dalam sepekan terakhir, mulai dari baku tembak antara polisi dan teroris di Yogyakarta, Sabtu (14/7), hingga ancaman bom panci di Mapolresta Indramayu, Minggu (15/7).

Polisi memang sudah berupaya meredam upaya-upaya teror. Namun, mantan napi teroris, Sofyan Tsauri mengingatkan, aparat tidak boleh abai sedikitpun mengingat gelaran Asian Games yang disorot dunia internasional berpotensi tetap dijadikan momentum oleh teroris untuk amaliyah.

“Sangat mungkin. Ada visi misi politik yang ingin mereka sampaikan dalam aksi amaliyah. Setidaknya menunjukkan eksistensi,” kata Sofyan kepada Tirto saat ditanya soal aksi teror terjadi jelang Asian Games.

Menurut Sofyan, para teroris ingin menunjukkan kesan bahwa mereka tidak lemah, berani, dan polisi sudah kalah. Sofyan berpendapat jaringan teroris sedang menanti momentum yang tepat untuk melakukan aksinya. Dalam konteks ini, terbuka kemungkinan akan memanfaatkan Asian Games yang mendapat sorotan dunia internasional.

“Momentum Asian Games sangat berarti,” kata mantan napi terorisme yang pernah divonis 10 tahun penjara ini.

Sofyan menyarankan, sebaiknya aparat tetap melakukan operasi senyap kepada terduga yang terlibat dalam jaringan terorisme. Tidak perlu woro-woro, apalagi membangun opini yang membuat masyarakat resah.

“Jika kita beropini akan ada serangan, hajatan besar itu bisa membuat masyarakat resah. Meskipun benar, sebaiknya polisi lakukan operasi senyap saja. Jangan menimbulkan paranoid,” kata Sofyan.

Operasi senyap ini, kata Sofyan, untuk mengurangi ketegangan terhadap isu ancaman bom dan sebagai cara polisi untuk menjaga kondisi psikis masyarakat ketika hajatan olahraga internasional itu berlangsung. “Operasi ini bisa membungkam kelompok-kelompok yang ingin melakukan amaliyah,” katanya.

Ia beralasan jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) masih menjadi kelompok yang berpotensi untuk melakukan aksi amaliyah saat Asian Games. Alasannya, JAD berafiliasi dengan ISIS yang memiliki konsep jihad di mana saja dan kapan saja.

“ISIS memacu orang untuk ber-amaliyah. Apalagi jika ada momentum [seperti Asian Games]” kata Sofyan.

Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia (UI) Ali Wibisono sependapat dengan Sofyan Tsauri. Menurut Ali, pengamanan lokasi pertandingan Asian Games akan memiliki ‘weak spots’ atau bahkan ‘blind spots’ karena keterbatasan SDM dan teknologi. Hal ini berpotensi dimanfaatkan kelompok teroris untuk melakukan aksinya.

“Yang penting penyelenggara harus tahu weak spots-nya di mana, sebisa mungkin koordinasi antar lembaga keamanan jangan kendor,” kata Ali memberikan catatan khusus.

Selain itu, kata Ali, teroris juga butuh sumber dana, kemampuan serta koordinasi yang andal untuk menembus keamanan yang berlapis sebelum melakukan aksinya. “Sumber ini tidak bakalan dari teroris lokal, jadi pasti ada pihak transnasional, bisa WNI di luar negeri atau mantan kombatan atau keduanya,” kata Ali.

Menurut Ali, bila ada peluang teroris lokal yang bakal beraksi, maka yang patut dipantau ialah weak spots yang berpotensi untuk diserang. Misalnya, tempat-tempat yang tidak mendapat banyak perhatian publik, dan ruang-ruang terbuka yang ikut berasosiasi dengan acara internasional.

“Untuk tempat-tempat ini, keamanan lebih mudah dipenetrasi, meski korban tidak terlalu banyak atau bahkan zero casualty,” kata Ali.

Ali beranggapan serangan terorisme skala kecil pun akan mendapat sorotan yang luas, dan cukup membuat kerepotan serta menimbulkan citra yang kurang baik bagi Indonesia di mata internasional.

Pandangan Sofyan dan Ali bisa saja meleset, tapi pihak kepolisian menegaskan kesiagaannya jelang dan hingga Asian Games berakhir.

Infografik CI Ancaman Teroris Jelang Event Besar

Antisipasi Pihak Kepolisian

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menyatakan pihaknya meminta kepada seluruh pihak, baik pemerintah dan masyarakat agar bersama-sama mengantisipasi terjadinya kasus terorisme ini. Hal ini menanggapi maraknya ancaman terorisme belakangan ini.

Tito mengklaim, setidaknya ada 200 terduga teroris yang telah ditangkap aparat setelah kasus bom Surabaya. “Kami tidak akan berhenti, kecuali mereka mau diajak berdialog,” kata Tito, di Mako Brimob, Senin (16/7/2018).

Namun, meski dialog antara kepolisian dengan pihak teroris bisa dilakukan, Tito berpendapat, polisi ingin menunjukkan bahwa posisi negara lebih kuat daripada pelaku kejahatan.

Khusus terkait keamanan Asian Games ini, pada 4 Juli kemarin, Tito Karnavian telah menginstruksikan empat kapolda untuk menggelar operasi khusus di wilayahnya masing-masing guna memberantas kejahatan jalanan.

Instruksi tersebut untuk memastikan empat wilayah Polda itu bebas dari kejahatan jalanan jelang pelaksanaan Asian Games 2018. Keempat wilayah polda ini, antara lain: DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, dan Sumatera Selatan.

“Kejahatan jalanan ini sudah menjadi atensi saya. Kami akan adakan operasi kejahatan jalanan, termasuk di terminal, stasiun, bandara dan pelabuhan. Kami akan adakan operasi kejahatan jalanan yang hasilnya akan dievaluasi tiap pekan,” kata Tito di Jakarta, seperti dikutip Antara, Rabu (4/7/2018).

Namun, di luar empat polda tersebut, Tito juga memerintahkan kepada pimpinan wilayah untuk melakukan operasi cipta kondisi secara masif. Menurut dia, operasi kejahatan jalanan ini akan digelar selama Juli 2018 hingga berakhirnya perhelatan Asian Games 2018 pada awal September 2018.

Baca juga artikel terkait ASIAN GAMES 2018 atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz