Menuju konten utama

AMSI Desak Prabowo Cabut Ucapannya Soal Tak Percaya Media

AMSI heran dengan sikap Prabowo, di satu sisi pernah mengungkap tak percaya media, di sisi lain menggunakan link berita untuk bukti ke MK. 

AMSI Desak Prabowo Cabut Ucapannya Soal Tak Percaya Media
Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto (tengah) didampingi Tim Badan Pemenangan Nasional (BPN) menyampaikan konferensi pers tentang klaim kemenangan di kediamannya, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Rabu (17/4/2019). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/wsj.

tirto.id - Ketua Bidang Organisasi Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Suwarjono, meminta Capres 02 Prabowo Subianto untuk mencabut ucapannya yang kerap menyebut tak percaya kepada media nasional dan media mainstream.

Menurut Suwarjono, Prabowo tidak konsisten dengan ucapannya itu. Pasalnya, Prabowo, Timses dan Tim Kuasa Hukum justru memakai tautan berita untuk menjadi bukti dugaan kecurangan Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Terlepas dari apakah link berita merupakan alat bukti hukum yang paling tepat untuk diajukan oleh Capres 02, terkait gugatan atas hasil Pilpres 2019, saya menilai ada inkonsistensi dari capres Prabowo," kata Suwarjono saat dihubungi wartawan Tirto, Selasa (28/5/2019) malam.

Dalam beberapa kali pertemuan dan kampanye, kata dia, Prabowo kerap mengajak publik untuk tidak percaya media dan tidak mempercayai karya jurnalis, namun saat mengajukan gugatan ke MK terkait hasil Pilpres, Prabowo malah menggunakan link media sebagai rujukan utama gugatan.

"Setidaknya ada 43 link berita yang masuk dalam gugatan Prabowo. Dengan memasukkan link berita sebagai bahan utama untuk menentukan nasibnya, artinya Prabowo percaya dengan produk media nasional kita," kata Suwarjono.

Namun, dirinya mewakili AMSI menyesalkan sikap Prabowo yang sejak awal tak percaya kepada media dan jurnalis membawa efek buruk karena akan diikuti pendukungnya.

"Dengan penggunaan link berita media arus utama sebagai bahan gugatan Prabowo ke MK, saya mendesak Prabowo mencabut omongan dan seruan sebelumnya yang tidak mempercaya media. Sudah seharusnya media arus utama menjadi acuan publik, karena kerja jurnalistik dijalankan secara profesional. Ada kode etik yang menjaga kerja jurnalisme, pencarian fakta hingga verifikasi sebagai kredo," katanya.

"Ini berbeda dengan media sosial yang mengandalkan opini dan tidak ada cek dan ricek lapangan, tidak ada kewajiban verifikasi dan bisa bias," lanjutnya.

Prabowo sempat mengatakan tak percaya pada media ketika berpidato dalam acara peringatan Hari Disabilitas Internasional di Jakarta, Rabu, 5 Desember tahun lalu.

Dalam pidatonya, Ketua Umum Partai Gerindra itu menuding media massa telah berupaya memanipulasi demokrasi. Salah satunya terkait pemberitaan mengenai jumlah peserta Reuni 212.

"Hebatnya media-media dengan nama besar dan katakan dirinya objektif, padahal justru mereka memanipulasi demokrasi. Kita bicara yang benar ya benar, yang salah, ya, salah, mereka mau katakan yang 11 juta hanya 15 ribu. Bahkan ada yang bilang kalau lebih dari 1.000," kata Prabowo.

Setelah acara, Prabowo juga menolak ditanya wartawan. Menurutnya, kebebasan pers harus memberitakan apa adanya.

"Ya tapi redaksi kamu bilang enggak ada orang di situ, hanya beberapa puluh ribu. Itu, kan, tidak objektif, enggak boleh dong," kata Prabowo saat ditanya para wartawan.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Alexander Haryanto