Menuju konten utama

AMP: Penangkapan Mahasiswa Papua di Unram Rasis & Tak Taat Prosedur

Ketua Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Lombok Nyamuk Karunggu ditangkap tanpa surat penangkapan dan mendapat perlakuan rasis dari aparat.

AMP: Penangkapan Mahasiswa Papua di Unram Rasis & Tak Taat Prosedur
Puluhan mahasiswa asal Papua menggelar aksi di depan Istana Negara, Jakarta, Rabu (28/8/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) mendesak agar Polri memproses polisi yang menangkap Ketua Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Lombok Nyamuk Karunggu. Penangkapan Karunggu dianggap tak sesuai prosedur dan yang bersikap rasis.

Perkara bermula pada 1 Februari 2022, di Asrama Universitas Mataram, pukul 17.50 WITA. Kala itu dua satpam kampus mendatangi asrama. Keduanya lalu mengajak Nyamuk ke gedung rektorat untuk beraudiensi dengan pihak kampus perihal pengibaran bendera Bintang Kejora dan bendera Aliansi Mahasiswa Papua, serta orasinya yang mengkritik rezim. Aksi itu dalam rangka perayaan satu tahun berdirinya organisasi AMP Lombok.

"Sudah ada dua motor milik polisi dan satu mobil putih di halaman asrama saat NK diajak ke rektorat untuk audiensi," ungkap Ketua AMP Bali Yesaya Gobay, dalam konferensi pers daring, Senin (7/2/2022). Saat itu polisi diduga sempat memukul Nyamuk, berkata rasis terhadap si mahasiswa, serta menyita ponselnya.

Karunggu dimasukkan ke mobil, lalu dibawa ke rektorat. Ada sekira 30 polisi, 10 satpam kampus, dan beberapa pejabat universitas termasuk rektor yang menunggu di tempat tujuan.

"Kemudian polisi berdiskusi dengan pejabat kampus selama beberapa menit. Lantas audiensi tidak terjadi, NK justru dibawa ke Polda NTB," sambung Gobay.

Tiba di markas Korps Bhayangkara, Karunggu ditanya oleh kepolisian, seperti "Kakak bisa bahasa Indonesia tidak?", "Kakak sudah mabuk belum?", dan "Kakak rambutnya kenapa?"

Karunggu tak mau menjawab pertanyaan itu dan ia menyadari bahwa polisi tak menunjukkan surat penangkapan ketika menggiringnya ke markas.

Bahkan pihak kampus seolah membiarkan penangkapan itu terjadi di dalam area universitas.

"Universitas tak bisa membiarkan TNI dan Polri menangkap mahasiswanya dengan alasan yang bersifat politis. Tak ada lagi pemikiran kritis ketika kampus menjadi basis pemikiran militeristik yang otoriter. Dampaknya, diskriminasi rasial terus dipelihara di Indonesia," ucap Gobay.

Selain mendesak agar polisi yang menangkap Karunggu diproses, AMP juga meminta Polri memberikan dan melindungi hak bebas beraktivitas bagi mahasiswa yang berorganisasi dan menyampaikan pendapat di muka umum. AMP juga mengutuk birokrasi kampus yang mengizinkan aparat keamanan memasuki area universitas guna penangkapan.

Baca juga artikel terkait PENANGKAPAN MAHASISWA PAPUA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Restu Diantina Putri