Menuju konten utama

Amnesty Sebut Deklarasi Damai Talangsari Salah Secara Hukum

Kata Usman, kasus talangsari seharusnya diselesaikan oleh DPR RI Komisi III, Kejaksaan Agung, serta melalui rekomendasi Komnas HAM.

Amnesty Sebut Deklarasi Damai Talangsari Salah Secara Hukum
Perwakilan Paguyuban Keluarga Korban Talangsari Lampung (PK2TL) Edi Arsadad menunjukkan surat deklarasi damai terhadap kasus pelanggaran HAM berat Talangsari 1989 di gedung Ombudsman, Jakarta, Senin (4/3/2019). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/ama.

tirto.id - Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid menilai deklarasi damai kasus Talangsari 1989 yang diselenggarakan oleh Kemenkopolhukam dan Kemenkumham bersama pejabat lokal Lampung, salahi aturan hukum yang ada.

Seharusnya, kata Usman, kasus itu diselesaikan oleh DPR RI Komisi III, Kejaksaan Agung, serta melalui rekomendasi Komnas HAM.

"Deklarasi damai yang dilakukan oleh Ketua DPRD Lampung kemudian Wakil Bupati, Kepala Kejari, Komandan Kodim, sampai Camat, itu sesuatu yang salah secara hukum dan secara kelembagaan. Ia memotong wewenang Komnas HAM, Jagung, dan DPR RI," katanya saat ditemui di Komnas HAM, Senin (4/3/2019) sore.

Usman menilai ada tiga kesalahpahaman terhadap deklarasi damai yang dikeluarkan pada 20 Februari lalu.

Pertama, kata Usman, DPRD bukan merupakan lembaga yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan kasus HAM.

"Kedua, tidak benar selama ini jika dikatakan 30 tahun sudah dibangun infrastruktur dan proses penanganan dalam bentuk pemenuhan hak dasar. Padahal baru mulai 2008," katanya.

Ketiga, dalam deklarasi damai tersebut tercantum bahwa pelaku, korban, dan keluarga korban menyepakati peristiwa tersebut untuk tidak diungkap kembali.

"Ini tidak jelas siapa pelaku dan tidak ada korban dan keluarga korban yang dilibatkan. Yang ada hanya seorang tokoh dan kepala desa, ini enggak bisa mengatasnamakan korban apalagi menyepakati kasus selesai," katanya.

"Tim terpadu Kemenkopolhukam mandatnya untuk mengindentifikasi kendala Komnas HAM, yang dilakukan malah menambah kendala dengan mendelegitimasi Komnas HAM, Jaksa Agung, dan DPR RI," katanya.

Dalam “Deklarasi Damai” yang bertanggal 20 Februari 2019 disepakati beberapa hal.

Poin pertama, masyarakat melalui wakilnya pada DPRD telah menyatakan sikap untuk tidak memperpanjang kasus ini berdasarkan surat keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor: 170/32/XII/SK/DPRD-LTM/2000 tentang peristiwa Talangsari Way Jepara Kabupaten Lampung Timur.

Poin kedua berbunyi, "Bahwa selama 30 (tiga puluh) tahun telah dilakukan pembangunan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi dan proses penanganan dalam bentuk pemenuhan hak-hak dasar korban dan keluarga korban."

Kemudian, poin ketiga ditekankan, para pelaku, korban, dan keluarga korban menyepakati agar peristiwa tersebut tidak diungkap kembali oleh pihak-pihak manapun.

Dokumen ditandatangani oleh Ketua DPRD Lampung Timur, Wakil Bupati Lampung Timur, Kepala Kejaksaan Negeri Lampung Timur, Kapolres Lampung Timur dan Dandim 0429 Lampung Timur.

Kemudian juga ditandatangani oleh KPN Sukadana Lampung Timur, Camat Labuhan Ratu, Kades Rajabasha Lama, dan tokoh masyarakat Talangsari. Serta, Ketua Tim Terpadu Penanganan Pelanggaran HAM dan Kemenkopolhukam, Brigjen TNI Rudy Syamsir.

Baca juga artikel terkait TRAGEDI TALANGSARI atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Hukum
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Nur Hidayah Perwitasari