Menuju konten utama

Amnesty Desak Polisi Pelaku Penganiayaan di Kampung Bali Dipidana

Amnesty International Indonesia mendesak anggota Brimob yang terlibat penganiayaan di Kampung Bali dijerat hukuman pidana. 

Amnesty Desak Polisi Pelaku Penganiayaan di Kampung Bali Dipidana
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyampaikan keterangan terkait tindakan tim terpadu inisiasi Kemenko Polhukam atas deklarasi damai terhadap kasus pelanggaran HAM berat Talangsari 1989 di gedung Ombudsman, Jakarta, Senin (4/3/2019). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/ama.

tirto.id - Amnesty International Indonesia mendesak Polri mengenakan sanksi pidana terhadap polisi yang terbukti menganiaya dan mengeroyok warga di Kampung Bali, Jakarta Pusat.

Penganiayaan tersebut terjadi saat kepolisian menangani kerusuhan di Jakarta pada 23 Mei 2019 dan sempat terekam video yang viral di media sosial.

Mabes Polri sudah menyatakan 10 personel Brimob Nusantara, yang merupakan anggota Bawah Kendali Operasi (BKO), akan dikenai hukuman disiplin, administrasi dan penahanan 21 hari sebab terlibat dalam penganiayaan di Kampung Bali.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengapresiasi pemberian sanksi itu. Namun, menurut dia, tetap diperlukan sanksi pidana.

“Bila itu merupakan tindakan kriminal seperti kekerasan atau pelanggaran HAM, harus dibawa ke pengadilan umum,” kata dia di kantor Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Senin (8/7/2019).

Usman memahami tugas dan kewenangan polisi dalam menangani kerusuhan, tetapi hal itu tidak menjustifikasi praktik penganiayaan ke warga sipil. Apalagi, jika korban sudah tidak berdaya.

Selain itu, Usman juga meminta agar Polri mengusut tuntas seluruh pihak terlibat kerusuhan di kerusuhan 21-23 Mei 2019. Terkait korban tewas, ia menyatakan harus dipertanggungjawabkan secara hukum melalui proses peradilan terbuka.

“Siapa pun pelakunya harus diperlakukan setara, dihadapkan di muka pengadilan,” kata Usman.

Tim Amnesty Temui Tiga Lembaga Negara

Amnesty International Indonesia hari ini mengerahkan tiga tim untuk tiga tim menggali keterangan dari Komnas HAM, Ombudsman RI dan Bareskrim Polri terkait kerusuhan 21-23 Mei 2019.

"Kami bertemu Komnas HAM untuk membicarakan hasil penyelidikan mereka berkaitan dengan standar HAM yang diterapkan oleh kepolisian di penyelidikan dan penyidikan kasus kerusuhan," ucap Usman.

Sementara, tim kedua menemui jajaran Bareskrim untuk mengetahui rincian kematian 10 korban dan dugaan tindak kekerasan anggota polisi terhadap warga sipil dalam erusuhan 21-23 Mei 2019.

Sedangkan tim ketiga menemui Ombudsman dan berencana untuk menyerahkan beberapa berkas sesuai dengan permintaan lembaga pengawas itu.

"Tiga pertemuan ini kami harapkan bisa mendorong kejelasan seperti masyarakat, kepolisian juga terkait oleh hukum," kata Usman.

Dia berharap Ombudsman memeriksa kesesuaian hukum antara penugasan, penempatan personel kepolisian di lapangan, dan akuntabilitas penggunaan senjata api atau kekuatan Polri di kerusuhan 21-23 Mei 2019.

"Hari ini kami berharap seluruh institusi bisa ikut mendorong kejelasan bagi semua pihak. Semoga tidak ada politisasi di kasus semacam ini, itulah yang dibutuhkan oleh keluarga korban tewas," terang Usman.

Baca juga artikel terkait AKSI 22 MEI atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Addi M Idhom