Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

Ambang Batas Calon Presiden, BMI: Hanya Untungkan Parpol Besar

BMI mendukung upaya penghapusan aturan ambang batas presiden karena berpotensi melahirkan calon tunggal.

Ambang Batas Calon Presiden, BMI: Hanya Untungkan Parpol Besar
Foto kolase dari sejumlah pengurus partai politik berfoto dengan nomor urut partai politik peserta pemilu 2019 hasil pengundian di Gedung KPU, Jakarta, Minggu (18/2/2018). ANTARA FOTO/Reno Esnir

tirto.id - Aturan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) 20% selalu mengemuka jelang pemilu. Selain menjadi bahasan di sejumlah forum, para penolak aturan ambang batas ini juga melakukan uji materi Pasal 222 UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Bintang Muda Indonesia (DPN BMI) Farkhan Evendi sangat mendukung penghapusan ambang batas pencalonan presiden ini. Ia menilai PT 20 persen sebagai syarat lolosnya pencalonan seseorang merupakan bentuk sikap dominan kepentingan dan utang jasa yang besar pada pengusung.

“PT 20 persen itu angka yang membuat tersenyum dua partai terbesar di pemilu sebelumnya. Ini bisa saja dikendalikan oleh para elite politik dan membuat keputusan,” ujar Farkhan dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Kamis (16/12/2021).

Farkhan menjelaskan capres dan cawapres hasil seleksi PT 20 persen dikhawatirkan dapat diduga berujung pada capres yang demam oligarki serta balas jasa pada para pengusung.

“Jika ini terjadi, maka yang ada hanyalah kepentingan parpol, sedangkan kepentingan rakyat akan dijauhkan dari tujuan kesejahteraan. Maka demokrasi hanya menjadi pesta oligarki, padahal PT rendah pun teruji hasilnya capres berkualitas, dulu SBY menang walau perolehan partainya baru masuk lima besar,” ujar Farkhan.

Lebih lanjut, Farkhan mengingatkan soal bahaya aturan ambang batas 20 persen ini, di antaranya adalah terbelahnya masyarakat dan partisipasi politik yang menurun sehingga berujung pada lemahnya demokrasi.

“BMI menyebut luka sejumlah persoalan di negeri ini karena oligarki merampas semua termasuk demokrasi bermartabat,” ucap Farkhan.

Menurut Farkhan, ambang batas 20 persen akan berpeluang besar untuk melahirkan calon tunggal dalam pemilu. Sementara menurut dia, tidak ada istilahnya dalam konteks demokrasi hanya ada satu calon presiden atau calon tunggal.

Analis politik dan Direktur IndoStrategi Research and Consulting Arif Nurul Imam menilai penghapusan presidential threshold penting dilakukan, baik lewat gugatan di MK maupun melalui revisi UU Pemilu. Ia beralasan, penghapusan aturan ini akan membuat kandidat tidak tersandera parpol untuk maju dalam pilpres mendatang.

“Saya kira permohonan kepada MK untuk uji materiil UU Pemilu agar menghapus presidential threshold atau diubah menjadi nol persen dalam rangka agar kita tak tersandera oligarki parpol,” kata Imam kepada reporter Tirto, Rabu (15/12/2021).

Imam berpendapat, ambang batas presiden sebaiknya atau setidaknya diturunkan dari 20 persen menjadi 10 persen. Partai menengah dan kecil akan diuntungkan bila presidential threshold turun, apalagi sampai 10 persen.

Namun ia menduga sulit angka tersebut turun karena partai besar akan mengalkulasi ulang lantaran berkaitan dengan kepentingan politik masa depan, apalagi partai besar belum berbicara dalam isu ini.

“Partai besar kenapa masih diam? Bisa jadi melihat respons publik, di samping boleh jadi ingin mempertahankan hegemoni politiknya," kata Imam.

Imam mengatakan, ada dampak besar bila ambang batas presidensial turun atau dihapus. Ia menduga, setidaknya ada 4 paslon yang akan maju dengan struktur 5 faksi besar, yakni faksi Cikeas, faksi Golkar, faksi Teuku Umar, faksi JK dan faksi Jokowi. Kelima faksi besar ini bisa saja saling bergabung dalam menghadapi pilpres mendatang.

Baca juga artikel terkait AMBANG BATAS PRESIDEN atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Politik
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Maya Saputri