Menuju konten utama

Alkohol dan Ganja, Mana Lebih Berbahaya?

Pengaruh alkohol dan ganja terhadap otak diteliti oleh ilmuwan University of Colorado Boulder, Desember lalu.

Alkohol dan Ganja, Mana Lebih Berbahaya?
Ilustrasi pemakai ganja dan alkohol. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Selama ini, konsumsi ganja dipercaya memberikan efek buruk pada tubuh sehingga banyak negara melarang peredaran tanaman ini. Di sisi lain, alkohol dianggap sebagai produk yang jauh lebih “aman” sehingga dengan mudah dapat dibeli di restoran, kafe, bahkan toko ritel modern. Namun, benarkah persepsi keamanan tersebut?

Medical News Today melansir, penggunaan ganja pernah diduga meningkatkan risiko psikosis pada remaja. Ia dianggap memberikan efek lebih buruk pada kesehatan sistem kardiovaskular dibandingkan efek dari pada rokok. Namun, seiring waktu, banyak penelitian mengulik potensi lain dari ganja yang bisa dijadikan beragam terapi medis, misalnya membantu mencegah migrain atau meningkatkan dorongan seksual.

Data Badan Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan bahaya alkohol bagi kesehatan. Fakta pada 2014 menyatakan alkohol sebagai penyumbang lebih dari 200 kondisi kesehatan dan menjadi penyebab sekitar 3,3 juta kematian di seluruh dunia setiap tahunnya.

Lalu, di antara ganja dan alkohol, manakah lebih berbahaya?

Penelitian dari Rachel E. Thayer, dkk yang baru saja dipublikasi pada Desember 2017 lalu melakukan peninjauan terhadap data pencitraan efek alkohol dan ganja di otak. Para ilmuwan di University of Colorado Boulder ini mengambil sampel 853 orang dewasa berusia 18-55 tahun dan 439 remaja berusia 14-18 tahun.

Mereka menemukan dalam jangka panjang, konsumsi alkohol membuat perubahan struktur materi putih (white matter) dan materi abu-abu (grey matter) di otak. Sementara kondisi tersebut tak berlaku untuk konsumsi ganja selama 30 hari pada sampel penelitian. Tingkat penggunaan alkohol mengurangi volume materi abu-abu dan materi putih.

Materi abu-abu merupakan jaringan di permukaan otak yang terdiri dari sel-sel saraf. Ia berfungsi sebagai pusat pemrosesan, analisis informasi. Sementara itu, materi putih adalah jaringan otak yang lebih dalam, mengandung serat saraf mielin, cabang menonjol dari sel saraf yang mentransmisikan impuls listrik ke sel dan jaringan lain. Fungsinya untuk menghubungkan pusat-pusat informasi analisis. Artinya, perubahan volume kedua materi tersebut dapat menyebabkan gangguan pada fungsi otak.

Salah satu peneliti studi ini, Kent E. Hutchison, tak menampik beragam penelitian tentang asosiasi dampak alkohol dan ganja terhadap otak memiliki hasil yang berbeda-beda. Namun, penelitian yang ia lakukan memberikan gambaran efek samping alkohol dan ganja sekaligus.

“Pada alkohol, selama beberapa dekade kita sudah tahu itu buruk bagi otak. Tapi untuk ganja, kita hanya tahu sedikit.”

Berdasarkan temuan tersebut, para periset mempercayai bahwa minum alkohol cenderung lebih berbahaya bagi kesehatan otak dibanding dengan mengonsumsi ganja.

“Mungkin ganja juga punya efek negatif, tapi tidak seburuk alkohol,” kata Hutchison.

Infografik Efek Alkohol dan ganja

Risiko Alkohol Tergantung Dosisnya

Meski demikian, tak perlu khawatir terhadap efek samping alkohol selama konsumsi masih dalam batas wajar. Penelitian lain yang dilakukan ilmuwan dari University of Rochester Medical Center (URMC) di New York yang baru saja dipublikasikan pada 2 Februari 2018 menemukan jalan keluar meminimalkan efek tersebut.

Hipotesis awal mereka meyakini asupan berlebih alkohol dapat berefek buruk pada sistem saraf pusat. Lalu, penelitian dimulai dengan memberikan dosis etanol (alkohol murni) berlebih, yakni sebanyak 1,5 g/kg pada tikus. Hasilnya, efek paparan etanol akut dan kronis menekan fungsi glimfatik—metode otak menghilangkan limbah/racun—pada tikus yang terjaga.

Sistem glimfatik merupakan proses otak membersihkan diri dari produk limbah yang berpotensi bahaya. Mekanismenya dengan cara memompa cairan tulang belakang serebral ke otak. Limbah otak yang dibersihkan terdiri dari protein beta-amiloid. Jika senyawa ini terakumulasi, akan terjadi peningkatan risiko penyakit Alzheimer.

Paparan alkohol tinggi juga diyakini mengganggu fungsi kognitif dan kemampuan motorik pada tikus. Selain itu, dosis alkohol tinggi juga menginduksi gliosis, yakni fitur yang menonjol dari banyak penyakit sistem saraf pusat, termasuk multiple sclerosis dan stroke.

Di luar masalah-masalah di atas, ada pula berita baik: fungsi glimfatik justru meningkat pada tikus yang diberi etanol dosis rendah, yakni sebanyak 0,5 g/kg. Jumlah ini, setara dengan konsumsi 2,5 gelas alkohol per hari pada manusia.

“Penelitian ini menyatakan, sedikit alkohol membawa manfaat bagi kita,” kata peneliti utama studi ini, Dr. Maiken Nedergaard, dari Pusat Ilmu Kesehatan Translasional di URMC.

Baca juga artikel terkait GANJA atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani