Menuju konten utama

Alissa Wahid Nilai Kampanye HAM di Indonesia Butuh Strategi Baru

Alissa Wahid berpendapat strategi untuk mengampanyekan perspektif HAM ke publik di Indonesia saat ini menghadapi tantangan berat sehingga memerlukan strategi baru.

Alissa Wahid Nilai Kampanye HAM di Indonesia Butuh Strategi Baru
Pengunjung berjalan melintas di dekat panggung Peringatan Hari Hak Asasi Manusia Internasional Tahun 2017 di Taman Fatahilah, Kawasan Kota Tua, Jakarta, Minggu (10/12/2017). ANTARA FOTO/Widodo S Jusuf

tirto.id - Koordinator nasional Jaringan Gusdurian Alissa Qotrunnada Munawaroh (Alissa Wahid) berpendapat kampanye isu Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia saat ini memerlukan strategi baru.

Dia menyatakan hal ini saat mengomentari data Komnas HAM soal banyaknya aduan masyarakat yang mempersoalkan sikap pemerintah daerah (pemda) karena permisif terhadap tindakan intoleran.

Dalam sepekan saja, yakni periode 25 September-3 Oktober 2018, Komnas HAM menerima 52 aduan yang melaporkan sikap Pemda terkait kasus intoleransi. Sementara 13 laporan lainnya mengadukan tindakan ormas dan 12 terkait aksi kelompok masyarakat di kasus intoleransi. Komnas HAM menilai hal ini menunjukkan pemahaman aparatur pemda dan kepala daerah terhadap isu HAM masih rendah.

Menurut Alissa, pendidikan mengenai HAM kepada aparatur pemerintahan di daerah sebenarnya bisa menjadi solusi mendorong pemda lebih tegas dalam menyikapi kasus intoleransi. Akan tetapi, kata dia, langkah itu berisiko tidak berdampak besar jika dilakukan tanpa strategi yang tepat.

"Yang perlu digarisbawahi adalah persoalan strategi. Bagaimana mengarusutamakan perspektif HAM pada masyarakat yang hari ini kecenderungannya semakin eksklusif," kata Alissa di kantor Komnas HAM, Jakarta pada Senin (17/12/2018).

Alissa berpendapat demikian karena menilai sebagian masyarakat di Indonesia, khususnya kalangan muslim, terlanjur memiliki pemahaman yang salah soal HAM.

"Narasi yang sudah terbangun ialah muslim versus non-muslim. Dengan upaya non-muslim yang ingin menghancurkan muslim dengan membuat HAM dan Demokrasi. Kata lainnya, [ada stereotip bahwa] HAM dan demokrasi adalah konspirasi non-muslim untuk melawan muslim," kata Alissa.

Streotip seperti itu, menurut Alissa, menjadi tantangan berat bagi upaya mengampanyekan perspektif HAM kepada masyarakat di Indonesia saat ini.

Oleh karena itu, Alissa mengusulkan, salah satu solusi ialah mengubah strategi kampanye isu HAM dari segi komunikasi agar lebih dekat dengan konteks Indonesia.

"Saya lebih senang dengan [menyebutnya] hak-hak konstitusional. Itu lebih Indonesia," ujar Alissa.

Jika hal demikian bisa disepakati bersama, menurut Alisa yang perlu dilakukan ialah meracik formula supaya konsep hak konstitusional ini bisa disampaikan secara baik di level teknis komunikasi dengan publik.

Baca juga artikel terkait INTOLERANSI atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Addi M Idhom