Menuju konten utama
Sidang Sengketa Hasil Pilpres

Alasan Yusril Tak Mau Tanya ke Said Didu Saat Sidang di MK

Salah satu materi gugatan tim hukum Prabowo-Sandiaga ke MK adalah posisi Ma'ruf Amin di dua bank berstatus anak usaha BUMN.

Alasan Yusril Tak Mau Tanya ke Said Didu Saat Sidang di MK
Ketua tim kuasa hukum pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 01 Yusril Ihza Mahendra selaku pihak terkait menyampaikan keterangan pada sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (18/6/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Ketua Tim Hukum Jokowi-Maruf, Yusril Ihza Mahendra memutuskan untuk tidak bertanya kepada saksi yang dihadirkan BPN Prabowo-Sandi, yakni mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu.

Pasalnya, kata Yusril, Said Didu cenderung menyampaikan pendapatnya sebagai ahli ketimbang sebagai saksi.

“Jadi kalau kami bertanya nanti jawabannya pendapat, sementara Pak Said Didu ini hadir sebagai saksi, untuk itu kami memutuskan tidak bertanya kepada beliau,” kata Yusril dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (19/6/2019).

Sepanjang memberikan kesaksiannya, Said Didu menceritakan banyak pengalamannya menjadi petinggi BUMN, terutama terkait posisi BUMN dalam kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu).

Menurut dia, pengurus yang ada di anak perusahaan BUMN, seperti komisaris, direksi maupun dewan pengawas harus mengundurkan diri apabila ingin mencalonkan diri dalam Pemilu.

“Ada Dirut Semen Padang mau dicalonkan oleh partai yang berkuasa tapi saya tegas, dilarang oleh undang-undang, jadi Anda harus mundur, tidak ada jalan lain, maka harus mundur,” kata Said.

Kemudian, ia menceritakan pengalamannya saat harus berhadapan dengan Pilpres 2009, yang di mana ketika itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, sama-sama bertarung menjadi calon presiden. Said mengaku, ia benar-benar menjaga posisi BUMN agar netral.

“Karena saya mengalami betul pemilu 2009, jadi wapres maju, capres maju, betul-betul saya harus jaga BUMN ini jangan sampai tertarik-tarik politik,” ungkap anggota Dewan Pakar BPN Prabowo-Sandi ini.

Bahkan, ia mengaku ada salah satu pasangan calon yang meminta BUMN mengkampanyekan tentang keberhasilan pemerintah. “Ada permintaan salah satu calon tentang keberhasilan, itu saya larang, karena saya bilang, saya tidak mau BUMN terbawa kemana-mana,” kata dia.

Ia juga tegas melarang seluruh aset BUMN ditempelkan alat peraga kampanye. "Segala fasilitas BUMN tidak boleh dipakai untuk kampanye, bahkan aset BUMN tidak boleh ditempelin apa pun,” ungkapnya.

Semua hal itu, kata dia, dilakukan agar tidak terulang seperti Pemilu 2004, yang di mana jalan tol dipenuhi stiker pasangan calon. "Tiang listrik saya larang, pohon sawit saya larang, pohon karet saya larang, tidak boleh ada alat peraga kampanye apa pun di Pemilu 2009."

Status Ma'ruf di Anak Bank BUMN Dibahas di MK

Salah satu materi gugatan sengketa hasil pemilu (versi revisi) yang diajukan tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno ke Mahkamah Konstitusi (MK) adalah posisi Ma'ruf Amin di BNI Syariah dan Bank Mandiri Syariah. Materi gugatan ini jadi pembahasan dalam sidang kedua sengketa Pilpres 2019 di MK, Selasa (18/6/2019).

Pada dua bank berstatus anak usaha Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu, Ma'ruf masih tercatat sebagai Dewan Pengawas Syariah. Tim Hukum Prabowo-Sandiaga beranggapan Ma'ruf semestinya didiskualifikasi karena punya jabatan di dua bank itu.

Ketua tim hukum Prabowo-Sandiaga Bambang Widjojanto mengatakan, Ma'ruf melanggar Pasal 227 huruf P UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyatakan saat pendaftaran, bakal pasangan capres-cawapres harus menyertakan surat pernyataan pengunduran diri dari karyawan atau pejabat BUMN atau BUMD sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilu (jika ada).

"Seseorang yang menjadi bakal calon presiden atau wakil presiden harus berhenti sebagai karyawan atau pejabat BUMN," tegas Bambang, Senin 10 Juni lalu.

Wakil Ketua TKN Arsul Sani menampik anggapan Bambang dan menjelaskan dua bank tersebut bukan bagian dari BUMN atau BUMD, dengan merujuk pada Pasal 1 angka 1 UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

Di sana ditegaskan kalau BUMN adalah "badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya berasal dari penyertaan langsung negara melalui kekayaan negara yang dipisahkan."

"Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah bukan BUMN dalam arti sebagaimana yang didefinisikan dalam Pasal 1 angka 1 UU BUMN itu," kata Arsul, Selasa 11 Juni.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Hukum
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Agung DH