Menuju konten utama

Alasan Sidang Gugatan Polusi Udara Ditunda Hingga 22 Agustus

Majelis hakim PN Jakarta Pusat memutuskan untuk menunda sidang gugatan 31 warga negara alias citizen law suit (CLS) terhadap Presiden Joko Widodo dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, atas tuntutan pemenuhan hak menikmati udara bersih di Jakarta.

Alasan Sidang Gugatan Polusi Udara Ditunda Hingga 22 Agustus
Seorang warga melakukan aksi mengawal sidang perdana gugatan terkait polusi udara Jakarta di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (1/8/2019). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan untuk menunda sidang gugatan 31 warga negara alias citizen law suit (CLS) kepada sejumlah institusi negara seperti Presiden Joko Widodo dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, atas tuntutan pemenuhan hak menikmati udara bersih di Jakarta.

Penundaan sidang tersebut dikarenakan adanya syarat formal yang belum dilengkapi oleh kuasa hukum penggugat, dalam hal ini Tim Advokasi Gerakan Ibu Kota (Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Udara Semesta).

"Pihak termohon sudah sepakat seluruhnya untuk ditunda karena adanya kekurangan formalitas yang harus dipenuhi dalam persidangan kali ini. Jadi, [sidangnya] kita tunda," kata Ketua Majelis Hakim Saifudin Zuhri di PN Jakarta Pusat, Kamis (1/8/2019) pagi.

Hakim mengatakan, persyaratan formal yang dimaksud adalah tidak adanya surat kuasa asli yang diserahkan dalam persidangan. Sementara kuasa hukum penggugat hanya menyerahkan fotokopi surat kuasa.

"Kami mintakan yang asli yang sudah didaftarkan. Kemudian, dilampirkan dengan, untuk para penerima kuasa berita acara sumpah masing-masing, asli dan fotokopinya, termasuk ID card asli dan fotokopinya," tambah hakim Saifudin.

Berikutnya, dalam surat gugatan atas nama Sandyawan Sumardi belum ada fotokopi surat kuasanya. Selain itu, nama penerima kuasa Matthew Michelle tidak tercantum dalam surat kuasa sementara dalam surat gugatan disebut.

"Mengenai Matthew ini, tadi informasinya sudah ada yang memberikan kuasa, ya, cuma tidak masuk dalam kuasa fotokopi yang kami terima," kata hakim.

Dalam rencana sidang perdana gugatan ini, hanya turut tergugat II (Gubernur Banten) yang absen. Atas dasar itu, kuasa hukum pihak penggugat meminta agar sidang berikutnya pihak yang bersangkutan hadir agar tidak terjadi penguluran waktu.

Kuasa hukum penggugat Ayu Eza Tiara menuturkan, jika sidang terus diundur maka dampak yang dirasakan warga terkait buruknya udara akan semakin parah.

"Kalau enggak hadir ditunda lagi tiga minggu, proses persidangan jadi lebih panjang dan hak warga negara untuk mendapat kesehatan yang lebih baik, lingkungan sehat dan bersih, pasti tertunda," kata Ayu.

Hakim menetapkan agenda ulang sidang gugatan polusi udara ini pada Kamis (22/8/2019) mendatang.

Berdasarkan registrasi nomor perkara 374/Pdt.G/LH/2019/PN Jkt.Pst, para penggugat melayangkan gugatan kepada Presiden RI Joko Widodo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Surat registrasi juga turut mencantumkan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Gubernur Banten Wahidin Halim sebagai pihak tergugat.

Menurut Koordinator Tim Advokasi Gerakan Ibukota, Nelson Simamora, buruknya kualitas udara Jakarta ini disebabkan oleh parameter pencemar yang telah melebihi Baku Mutu Udara Nasional (BMUN) sebagaimana yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 dan dan Baku Mutu Udara Daerah Provinsi DKI Jakarta (BMUA DKI Jakarta) sebagaimana yang ditetapkan dalam Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 551 Tahun 2001 tentang Penetapan Baku Mutu Udara Ambien dan Baku Tingkat Kebisingan di Provinsi DKI Jakarta.

Nelson memberikan contoh, angka konsentrasi PM 2,5 dari Januari hingga Juni 2019 adalah 37, 82 μg/m3 atau 2 kali lebih tinggi dari standar nasional atau 3 kali lebih tinggi dari standar Badan Kesehatan Dunia (WHO).

"Mengapa hal ini begitu penting? Karena tingginya parameter pencemar yang melebihi baku mutu akan menimbulkan gangguan kesehatan. Setidak-tidaknya 58,3% warga Jakarta menderita berbagai penyakit yang diakibatkan polusi udara yang trendnya terus meningkat setiap tahun yang menelan biaya pengobatan setidak-tidaknya Rp51,2 triliun," kata Nelson, Kamis (1/8/2019) pagi.

"Angka ini diprediksi akan semakin meningkat seiring memburuknya kualitas udara Jakarta apabila tidak ada langkah-langkah perbaikan dari para pengambil kebijakan," lanjutnya.

Baca juga artikel terkait POLUSI UDARA atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Hukum
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Maya Saputri