Menuju konten utama

Alasan Serikat Pekerja Rokok Tolak Revisi Aturan Tembakau

"> "Penolakan ini lantaran usulan revisi PP tembakau tidak mengakomodir isu kesejahteraan ekonomi & sosial masyarakat yang bergantung pada industri tembakau." 

Alasan Serikat Pekerja Rokok Tolak Revisi Aturan Tembakau
Pekerja memproduksi rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah, Kamis (23/12/2021). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/wsj.

tirto.id - Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) menolak keras rencana revisi Peraturan Pemerintah 109/2012. Penolakan ini lantaran usulan revisi PP 109/2012 tidak mengakomodir isu kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat yang bergantung pada industri tembakau.

Ketua FSP RTMM-SPSI, Sudarto mengatakan, kajian revisi PP 109/2012 hanya dilihat dari perspektif kesehatan tanpa mengindahkan aspek sosial dan ekonomi masyarakat. Padahal, industri tembakau memiliki kepentingan yang besar bagi jutaan masyarakat Indonesia.

“Landasan yang disiapkan untuk revisi PP 109/2012 dipenuhi data dan alasan yang bias. Kajian yang ada berat sebelah kepada kepentingan Kementerian Kesehatan serta tidak peka terhadap isu kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat yang terlibat dalam industri tembakau di Indonesia,” ujar Sudarto dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) II di Yogyakarta, dikutip Rabu (22/2/2023).

Sudarto menjelaskan intervensi yang eksesif terhadap kebijakan industri tembakau dapat mematikan keberlangsungan industri yang berujung pada hilangnya mata pencaharian para pekerja di pabrik rokok.

Menurut Sudarto, hingga saat ini belum ada industri yang bisa menggantikan penghasilan pekerja yang setara dengan industri tembakau.

“Aspek pengaturan pada PP 109/2012 sudah lengkap, termasuk larangan jual beli rokok pada anak-anak di bawah usia 18 tahun,” papar Sudarto.

Atas dasar indikator tersebut, Sudarto menilai revisi PP 109/2012 tidak perlu dilakukan karena telah berjalan sesuai tujuan. Alih-alih revisi, Sudarto menyarankan agar pemerintah memperkuat penegakan dan pengawasan di lapangan.

“Daripada pemerintah mengeluarkan biaya besar untuk melakukan revisi PP 109/2012, Sebaiknya pemerintah fokus untuk melakukan penegakan dan pengawasan di lapangan,” pungkasnya.

Baca juga artikel terkait EKBIS atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - News
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Reja Hidayat