Menuju konten utama

Alasan PBNU Desak Pemerintah Tak Perlu Pulangkan 600 WNI Eks ISIS

PBNU menilai kepulangan kombatan eks ISIS justru akan mengganggu ketenangan dan keamanan 260 juta penduduk Indonesia.

Alasan PBNU Desak Pemerintah Tak Perlu Pulangkan 600 WNI Eks ISIS
Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini. ANTARA/Nur Imansyah

tirto.id - Wacana pemulangan sekitar 600-an WNI eks kombatan ISIS menuai pro dan kontra. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) misalnya menyebut penolakan wacana pemulangan kombatan eks ISIS telah sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI.

Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini mengatakan, Pasal 23 ayat d UU tersebut menyatakan bahwa WNI kehilangan kewarganegaraannya jika masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari presiden.

Bunyi pasal tersebut, kata dia, menjadi dasar bagi PBNU dalam menyampaikan penolakannya terkait wacana kepulangan kombatan eks ISIS. Sebab, ISIS dinilai gerakan asing yang bertentangan dengan pandangan atau ideologi politik bangsa Indonesia.

“Dari pendekatan itu saja sebetulnya sudah jelas, sudah bisa menjadi payung hukum bagi pemerintah untuk menolak pemulangan eks ISIS,” kata Helmy.

Kombatan eks ISIS juga dianggap telah mengabaikan konstitusi negara dan dengan kemauan sendiri telah melepaskan kewarganegaraan mereka.

“Mereka sudah membakar paspor, bahkan mereka atas nama agama telah melakukan aksi-aksi yang di luar batas kemanusiaan seperti pembunuhan dan pemerkosaan,” kata Helmy.

Helmy berkata, PBNU menilai kepulangan kombatan eks ISIS justru akan mengganggu ketenangan dan keamanan 260 juta penduduk Indonesia, sehingga wacana ini harus betul-betul dipertimbangkan oleh pemerintah.

Hal berbeda diungkapkan Komisioner Komnas HAM Chairul Anam. Ia mendesak pemerintah memulangkan seluruh WNI eks-ISIS. Menurut Anam, pemerintah tak punya alasan secara hukum untuk tak memulangkan para WNI yang disebut terpapar paham radikal itu.

“Kalau statusnya WNI ya dipulangkan, tapi diketati, dipilih. Mana yang memang melakukan kampanye ISIS, atau peran yang pengajakan penyebaran ideologi dan sebagainya, sampai orang yang melakukan kejahatan itu bisa diadili di Indonesia,” kata Anam di daerah Senayan, Jakarta, Sabtu (8/2/2020).

Anam menerangkan, para WNI tersebut tidak kehilangan kewarganegaraan saat menjadi bagian ISIS karena ISIS bukan negara.

“Secara hukum belum ada alasan yang cukup kuat menganggap bahwa mereka bukan WNI, semua aturan soal kewarganegaraan baik undang-undangnya maupun peraturannya itu meletakkan kehilangan dan sebagainya dalam konteks dia negara asing," kata Anam.

Menurut Anam, para WNI tersebut sebaiknya dipulangkan. Sebab, situasi kamp eks ISIS semakin tidak menentu.

Ia mengatakan, Undang-Undang Terorisme terbaru, yakni pasal 12A dan pasal 12 B UU 5 tahun 2018, mengatur hukuman bagi tingkat keterlibatan seseorang dalam kasus terorisme. "Kalau dia bagian dari kombatan melakukan di sana ya harus diadili," tegas Anam.

Sementara bagi para WNI yang diduga menjadi "korban" ISIS, bisa dijadikan juru kampanye untuk mengampanyekan bahayanya ISIS sebagai organisasi terlarang. "Mereka harus dipulangkan. Tapi sebelumnya yang paling penting adalah membuktikan derajat keterlibatan mereka dalam kejahatan ISIS," tandas Anam.

Wacana untuk mengembalikan WNI yang pernah bergabung dengan ISIS dan sekarang tinggal di kamp-kamp penampungan menuai pro kontra. Menurut BNPT, berdasarkan informasi yang mereka dapatkan dari komunitas internasional dan saluran intelijen, ada sekitar 600 orang yang mengaku sebagai WNI, meski belum terverifikasi.

Pemerintah Indonesia sampai saat ini belum menentukan sikap terkait wacana pemulangan itu meski sejumlah pihak seperti Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD bahkan Presiden Joko Widodo mengatakan secara pribadi menolak wacana tersebut.

Baca juga artikel terkait WNI EKS ISIS

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: Antara
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Maya Saputri