Menuju konten utama
Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Alasan Mengapa Kasus Dugaan KDRT Bukhori Perlu Diusut Tuntas

Polisi tidak boleh menghentikan perkara ini walau Bukhori adalah anggota dan/atau bekas anggota DPR.

Alasan Mengapa Kasus Dugaan KDRT Bukhori Perlu Diusut Tuntas
Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf (ANTARA/HO)

tirto.id - Dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang melibatkan Bukhori Yusuf, anggota DPR RI dari Fraksi PKS menambah daftar panjang kasus KDRT di kalangan pesohor. Selain Lesti Kejora dan Rizky Billa, publik juga sempat dihebohkan dengan kasus KDRT Venna Melinda oleh suaminya, Ferry Irawan. Akibatnya, Ferry divonis satu tahun bui.

Kasus yang menyeret Bukhori ini mencuat usai perempuan berinisial M, istri kedua dari Bukhori melaporkannya ke Majelis Kehormatan Dewan (MKD) DPR pada Selasa, 22 Mei 2023. Ia dilaporkan atas dugaan kekerasan dalam rumah tangga.

Sebelum dilaporkan ke MKD DPR, korban pernah melaporkan dugaan KDRT ini pada November 2022 kepada Polrestabes Bandung. Lalu, pada Mei 2023 ini, laporan dilimpahkan ke Bareskrim Mabes Polri lantaran lokasi kejadian ada di Depok, Bandung, dan Jakarta.

“Sudah dilimpahkan kemarin sore ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Bareskrim. Saat ini berkas masih dipelajari karena baru datang (dilimpahkan) dari Polrestabes Bandung," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan, di Mabes Polri, Selasa, 23 Mei 2023.

Ia belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut karena penyidik baru mengusut kasusnya. “Saat ini berkas masih dipelajari,” kata Ramadhan menambahkan.

Ketika M jadi istri kedua, Bukhori diduga melakukan kekerasan beberapa kali pada 2022, apalagi korban tengah hamil. Insiden yang terakhir terjadi pada November tahun lalu itu mengakibatkan korban pendarahan.

Hal tersebut membuat M mengadukan perbuatan suaminya kepada MKD DPR. Ia berharap anggota parlemen dapat menindaklanjuti pelaporan tersebut.

Namun sebelum MKD memproses kasus ini, Bukhori terlebih dahulu mundur sebagai kader PKS dan juga anggota legislatif. “BY (Bukhori Yusuf) telah mengundurkan diri, nanti ada proses Pergantian Antar Waktu oleh DPP partai,” kata Ketua MKD DPR RI, Adang Daradjatun.

Adang mengatakan, karena Bukhori mengundurkan diri dari partai dan tidak lagi menjadi anggota DPR, maka MKD tidak bisa memeriksanya. Adang yang juga menjabat sebagai anggota Dewan Penasihat PKS mengklaim, partainya sudah menginvestigasi kasus KDRT ini.

Sementara itu, Ketua DPP PKS Bidang Humas, Ahmad Mabruri mengatakan, kasus yang menyeret Bukhori merupakan masalah pribadi.

“Kasus ini masalah pribadi BY dan bukan masalah partai,” kata Mabruri menegaskan.

Menurut dia, proses penyelidikan internal perihal dugaan pelanggaran disiplin pun sedang berjalan. Bukhori juga sudah menandatangani surat pengunduran diri sebagai anggota DPR RI.

Kasus Dugaan KDRT Tak Boleh Mandek

Meski demikian, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad mengatakan, polisi tidak boleh menghentikan perkara ini walau Bukhori adalah anggota dan/atau bekas anggota DPR.

“Semestinya proses hukum harus berjalan berdasar alat bukti, bukti petunjuk," kata dia kepada reporter Tirto, Kamis, 25 Mei 2023. “Ini berbeda dengan konteks MKD DPR dengan proses hukum oleh polisi.”

Jika kepolisian menutupi kasus ini, kata dia, maka bakal menimbulkan spekulasi publik. Perihal pasal penjerat, Suparji menyatakan, itu tergantung penyidik; yang jelas ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan KDRT.

“Lebih baik serahkan kepala polisi untuk pasal yang tepat,” kata Suparji.

Sementara itu, Sekretaris Nasional Forum Pengada Layanan, Siti Mazuma menegaskan, status mundurnya Bukhori sebagai anggota DPR harus dipastikan, jangan menjadi gimik semata.

“Supaya ini tidak dianggap sebagai kasus pelanggaran kode etik sebagai anggota DPR. Diharapkan korban juga bisa melaporkan kepada polisi,” ucap dia kepada Tirto.

Publik juga bisa mengawal perkara ini dan berharap hak-hak korban turut dipenuhi, misalnya dengan meminta bantuan lembaga pendampingan korban; serta terpenting ialah pelaku KDRT tidak reviktimisasi atau playing victim.

Penyidik Harus Sensitif Gender

Juru Bicara Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti menyatakan, Kompolnas mendorong penyidik untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan sidik secara profesional, dengan perspektif sensitif gender, serta tidak memandang kedudukan korban maupun terlapor melainkan perbuatan jahatnya.

“Kami juga berharap penyelidikan dan penyidikan dilakukan dengan dukungan investigasi berbasis saintifik agar hasilnya valid," ujar Poengky kepada reporter Tirto.

Sebab, kata Poengky, korban KDRT di Indonesia ibarat puncak gunung es, yang melaporkan kasus ini sedikit jika dibandingkan jumlah korban riil.

“Oleh karena itu penyidik dalam kasus BY jangan sampai mengulangi penanganan kasus di Depok, yakni penyidiknya justru menahan perempuan korban KDRT. Jangan sampai kasus Depok menjadi preseden buruk sehingga dalam waktu mendatang korban-korban KDRT enggan atau takut melapor karena jika dilaporkan balik malah akan ditahan,” kata Poengky.

Poengky merujuk pada kasus KDRT yang pernah terjadi di Depok, Jawa Barat. Kala itu, Polres Metro Depok justru menjadikan seorang istri korban KDRT sebagai tersangka dan menahannya. Alasannya karena tidak kooperatif dan turut menjadi terduga penganiaya suaminya. Sementara si suami tidak ditahan karena alasan sakit dan ada rekomendasi dari dokter perihal keadaannya.

Sementara itu, Bukhori lewat kuasa hukumnya, Ahmad Mihdan mengungkapkan bahwa kliennya akan menuntut balik terduga korban KDRT atas pencemaran nama baik. Mihdan mengklaim apa yang disampaikan oleh M tidak sesuai dengan fakta yang terjadi sesungguhnya.

“Maka bukan tidak mungkin kami akan melakukan upaya hukum terhadap tindakan-tindakan yang berupaya fitnah dan menjadi pencemaran nama baik,” kata Mihdan dalam konferensi pers di Rumah Makan Padang Kapau di Jakarta Selatan pada Jumat (26/5/2023).

Meski demikian, Mihdan akan melihat perkembangan kondisi sejauh mana dampak pelaporan dugaan KDRT tersebut kepada kliennya.

"Ya memang itu menjadi konsentrasi kami dan menjadi pertimbangan kami setelah melihat perkembangannya. Jadi kami juga menyampaikan ini sebagai bagian dari klarifikasi,” kata dia.

Meski demikian, Mihdan tak menampik bahwa dalam proses berumah tangga, Bukhori dan M mengalami pertengkaran. Namun dia tak ingin masuk dalam urusan tersebut. Mihdan menyebut hal itu sebagai urusan pribadi di luar kewenangannya untuk klarifikasi.

“Kasusnya adalah kasus rumah tangga mereka. Sedikit pribadi dan tidak masuk dalam konteks KDRT. Kalau kemudian berkembang menjadi liar dan itu bagian dari yang menyudutkan banyak pihak," terangnya.

Baca juga artikel terkait KASUS KDRT BUKHORI YUSUF atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz