Menuju konten utama

Alasan Maskapai Indonesia Tak Lagi Dilarang Terbang di Uni Eropa

Keputusan mencabut larangan maskapai Indonesia terbang di kawasan Uni Eropa karena direvisinya regulasi terkait keselamatan penerbangan.

Alasan Maskapai Indonesia Tak Lagi Dilarang Terbang di Uni Eropa
Pesawat Garuda Indonesia. Foto/Shutterstcok

tirto.id - Pada 14 Juni lalu, Uni Eropa (UE) telah mencabut larangan terbang semua nama maskapai penerbangan Indonesia dari daftar maskapai yang tidak memenuhi standar keselamatan internasional. Dengan begitu, sebanyak 62 maskapai yang tersertifikasi kini dapat terbang ke kawasan UE.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Agus Santoso mengatakan hadiah menjelang Lebaran itu hasil atas direvisinya regulasi penerbangan yang ada terkait keselamatan penerbangan.

Pada 2007, semua maskapai penerbangan Indonesia dimasukkan dalam Daftar Keselamatan Penerbangan UE yang dilarang terbang karena berbagai kekurangan dalam pemenuhan aturan keselamatan penerbangan. Namun, beberapa tahun kemudian tujuh maskapai telah dihapuskan dari daftar larangan tersebut.

Tujuh maskapai tersebut adalah Garuda Indonesia, Airfast Indonesia, Ekspres Transportasi Antarbenua, Indonesi Air Asia, Citilink, Lion Air, dan Batik Air. Tersisa 55 maskapai yang saat itu masih dilarang.

Awalnya, pemerintah mengupayakan maskapai Indonesia lepas dari daftar larangan tersebut dengan mengujikan satu per satu maskapai ke otoritas penilian keselamatan penerbangan internasional yang menjadi acuan Komite Keselamatan Penerbangan Uni Eropa (ASC).

"Caranya satu per satu airline [maskapai] ini disuruh maju, diantar ke sana [Organisasi Penerbangan Sipil Internasional] tiap tahun satu. Dirilis sampai 10 tahun. Operator kita itu ada 62. Jika (dengan cara itu), satu per satu airline per operator bisa menghabiskan waktu 80-90 tahun," kata Agus kepada Tirto pada Kamis (21/6/2018).

Karena dirasa lama, Presiden Joko Widodo pun mengusulkan regulatornya yang dibenahi terlebih dahulu. "Setelah di regulator diperbaiki, baru nanti yang lainnya akan mengikuti," katanya menambahkan.

Regulasi yang berada di Direktorat Jenderal Perhubungan Udara terkait standardisasi keselamatan penerbangan dikatakannya sudah 10 tahun tidak ada pembaharuan.

"Begitu regulatornya lolos [menyesuaikan standar keselamatan penerbangan internasional yang dipakai Uni Eropa] yang lainnya kan tinggal pelengkap saja. Airline itu hanya dipakai sebagai wahana atau sarana untuk mengecek [aturan] yang diterapkan regulator seperti apa, ada pengecekan berkala soal evaluasi teknis, oversight pilot-pilot yang terbang," ungkapnya.

Setelah regulasi dibenahi dan memenuhi standar ASC yang mengacu pada penilian Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organisation/ICAO), ada tiga perwakilan dari 55 maskapai yang masuk daftar larangan terbang mempresentasikan mengenai program keselamatan penerbangan.

"Ketika lulus, regulator plus 55 operator maskapai lulus semuanya," jelas dia mengenai proses pencabutan larangan terbangan maskapai Indonesia oleh badan eksekutif Uni Eropa.

Selanjutnya, ia mengatakan bahwa ada 8 zona yang dibenahi dalam regulasi penerbangan Indonesia. Beberapa zona tersebut di antaranya, pertama, terkait personal licencing pilot. Licencing yang diberikan kepada pilot menjadi tanda mereka melalukan training sebelum terbang, uji simulator, uji terbang dan sebagainya.

"Ini dicek satu per satu. Itu baru pilot, belum teknisi. Dia mampunya tangani di level pesawat apa. Ada ujiannya dan training. Traning untuk masing-masing tipenya beda, seperti Airbus 33, Boeing 737, Boeing 777, Airbus 330, dan sebagainya. Ini merupakan tipe dari pesawat terbang untuk pilot," ujarnya.

Kedua, mengenai operasinya yaitu cara pilot menjalankan pesawat terbang sesuai aturannya. Ketiga, airways terkait kelayakan keudaraan. "Misalkan pesawat itu dibikin partnya komplit atau enggak. Maintanence leadnya aplicable atau enggak," ujarnya.

Selain itu, masih ada poin lainnya dari sisi navigasi udara, kelayakan bandaranya, dan sebagainya yang terkait. "Pokoknya ada 8 area yang diujikan [untuk diperbarui dalam regulasi]," kata dia.

Dengan keluarnya seluruh maskapai Indonesia dari daftar larangan terbang Uni Eropa, seluruh maskapai Indonesia telah mendapat sertifikasi oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub yang diakui secara internasional.

"Karena regulatornya sendiri sudah lulus. Kalau zaman dulu 2007 itu, regulator memberikan sertifikat dan sebagainya itu tidak diakui, istilahnya sertifikat bodong. Kertasnya ada, tapi enggak lewat ujian, surveillance, enggak melewati licencing yang benar, memiliki regulasi yang tidak sesuai dengan maintanance internasional penerbangan yang ditetapkan oleh ICAO," terangnya.

Pemerintah pun semakin mendorong maskapai Indonesia membuka penerbangan ke Uni Eropa. Hal ini memang dilakukan untuk mengejar pengakuan dari lembaga standardisasi negara tersebut.

"Yang kami kejar adalah pengakuan dari internasional karena yang menerbangi adalah airline-airline itu sendiri. Sekarang Lion [Air] mau apply [buka penerbangan], maka mereka bisa. Pemerintah selalu memberikan dorongan untuk mereka bisa, tidak hanya menang di negara sendiri," ungkapnya.

Baca juga artikel terkait MASKAPAI PENERBANGAN atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yuliana Ratnasari