Menuju konten utama

Alasan Larangan Ekspor Batu Bara Seharusnya Tetap Dilanjutkan

Pemerintah akan membuka keran ekspor batu bara Rabu ini, pengamat ekonomi dan energi dari UGM menilai larangan ekspor seharusnya tetap dijalankan.

Alasan Larangan Ekspor Batu Bara Seharusnya Tetap Dilanjutkan
Suasana saat pekerja beraktivitas di tempat penumpukan sementara batu bara, Muarojambi, Jambi, Rabu (1/7/2020). ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan.

tirto.id - Pemerintah memutuskan untuk kembali membuka keran ekspor batu bara secara bertahap mulai 12 Januari 2022. Langkah tersebut dilakukan usai pemerintah mendapat desakan dari beberapa negara terkait kebutuhan ekspor batu bara dari Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan, mulai Senin malam, proses pengapalan mulai akan dilakukan oleh sejumlah perusahaan tambang. Sebab saat ini pasokan batu bara untuk pembangkit listrik dalam negeri mencapai 15 hari operasi menuju 25 hari operasi.

“Sudah ada beberapa belas kapal yang sudah diisi batu bara telah diverifikasi malam ini, besok akan dilepas. Kapan mau dibuka ekspor secara bertahap kita lihat Rabu,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Senin (10/1/2022).

Menanggapi kebijakan tersebut, pengamat ekonomi dan energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menjelaskan, hingga Desember 2021, dari 5,1 juta ton kebutuhan PLN, pengusaha hanya memasok sebesar 350 ribu metrik ton atau sekitar 0,06 persen dari total kebutuhan.

“Jika kebutuhan PLN tidak segera dipenuhi berpotensi menyebabkan 20 PLTU batu bara dengan daya sekitar 10.850 mega watt akan terjadi pemadaman. Alternatifnya, PLN membeli batu bara di pasar dengan harga sebesar 196 dolar AS per metrik ton. Namun, alternatif ini menyebabkan harga pokok penyediaan listrik (HPP) PLN membengkak,” jelas dia kepada wartawan, Selasa (11/1/2022).

Fahmi menjelaskan, jika kebijakan larangan ekspor dicabut maka PLN harus menaikkan tarif listrik untuk mencegah kebangkrutan. Kenaikan tarif listrik sesuai harga keekonomian sudah pasti akan menaikkan inflasi yang makin memberatkan beban rakyat dan memperburuk daya beli masyarakat.

“Kalau larangan ekspor batu bara tidak diberlakukan, yang menyebabkan PLN menaikkan tarif listrik, akan semakin memberatkan beban rakyat. Sungguh amat ironis, batu bara yang seharusnya untuk memakmurkan rakyat justru memberatkan rakyat. Biarkan suara-suara lantang menentang, kelanjutan larangan ekspor batu bara harus tetap dilakukan hingga pengusaha batu bara sudah memenuhi ketentuan DMO,” terang dia.

Kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengenai aturan pelarangan penjualan batu bara ke luar negeri yang tertuang dalam surat Menteri ESDM Nomor B- 1605/MB.05/DJB.B/2021 tanggal 31 Desember 2021. Dalam surat tersebut, pemerintah Indonesia melarang ekspor batu bara dari 1 Januari hingga 31 Januari 2022 demi Pemenuhan Kebutuhan Batubara untuk Kelistrikan Umum.

Larangan ekspor tersebut tidak hanya melambungkan harga batu bara dunia hingga mendekati 200 dolar AS per metrik ton, tetapi juga mengancam keberlangsungan pembangkit listrik yang menggunakan energi primer batubara di berbagai negara.

Larangan ekspor batu bara, yang diberlakukan pada 1-31 Januari 2022, dipicu oleh tidak dipenuhinya DMO (Domestic Market Obligation) yang mewajibkan bagi pengusaha untuk memasok batu bara ke Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebesar 25 persen dari total produksi per tahun dengan harga 70 dolar AS per metrik ton.

Memang ada denda bagi pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan DMO batu bara, akan tetapi dendanya sangat kecil. Pada saat harga batu bara membumbung, pengusaha memilih membayar denda untuk lebih mendahulukan ekspor seluruh produksi batu bara ketimbang memasok kebutuhan batu bara PLN sesuai ketentuan DMO.

Baca juga artikel terkait LARANGAN EKSPOR BATU BARA atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Bisnis
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Maya Saputri