Menuju konten utama

Alasan KPK Tak Ambil Alih Kasus Djoko Tjandra dari Polri-Kejagung

KPK menaggapi tudingan ICW soal takut mengambil alih penanganan kasus Djoko Tjandra dari tangan Polri dan Kejagung.

Alasan KPK Tak Ambil Alih Kasus Djoko Tjandra dari Polri-Kejagung
Pekerja membersihkan logo Komisi Pemberantasan Korupsi di gedung KPK, Jakarta, Senin (5/2/2018). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

tirto.id - Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) takut mengambil alih penanganan kasus Djoko Tjandra dari tangan Polri dan Kejaksaan Agung. Bahkan menurut dia, gelar perkara yang dilaksanakan pada 11 September 2020 dinilai main-main.

Menanggapi hal tersebut, Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri menghormati pernyataan ICW. Namun, menurutnya, persoalannya bukan berani atau tidak KPK mengambil alih kasus tersebut dari aparat penegak hukum lainnya.

"Akan tetapi di sini adalah bagaimana cara berhukum yang benar tentu dengan mengikuti ketentuan UU yang berlaku yang dalam hal ini Pasal 6, 8 dan 10 A UU KPK," ujar Ali dalam keterangan tertulis, Senin (14/9/2020).

Pasal 6 mengatur tugas KPK, salah satunya yakni berkoordinasi dengan instansi lain untuk pemberantasan korupsi. Pasal 8 mengatur wewenang KPK dalam penanganan perkara korupsi yang dilakukan instansi lain.

Sementara pasal 10 A mengatur wewenang KPK mengambil alih penanganan kasus—penyidikan dan penuntutan—di Polri dan Kejagung.

Dalam pasal tersebut dikatakan, KPK dapat mengambil alih perkara jika proses penanganan di Polri dan Kejagung tertunda tanpa alasan, ada indikasi korupsi, melindungi pelaku sesungguhnya, dan terhambat pemegang kekuasaan.

Sebelumnya, Kurnia menduga pihak KPK tidak cermat menilai kinerja Kejagung menangani perkara Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Pernyataan Ketua KPK Firli Bahuri terkesan normatif.

"Firli Bahuri hanya sekadar membaca apa yang tertera dalam Pasal 10 A UU KPK, bukan justru penilaian terhadap kinerja Kejaksaan Agung," ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (12/9/2020).

"Diikuti juga oleh Deputi Penindakan saat menghadiri gelar perkara di Kejaksaan Agung. Irjen Pol Karyoto mengatakan kinerja Kejagung sangat bagus dan cepat. Padahal publik menduga sebaliknya."

Kurnia juga mengkritik gelar perkara yang dilakukan di kantor KPK pada 12 September 2020, sebagai "ajang pencitraan KPK agar terlihat seolah serius menanggapi perkara Djoko Tjandra."

Padahal, menurutnya, masyarakat berharap KPK berani mengambil alih perkara Djoko dari tangan Polri dan Kejagung.

"Hal ini semakin menguatkan dugaan publik selama ini bahwa KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri memang akan sangat berupaya untuk menghindari perkara-perkara yang bersentuhan dengan aparat penegak hukum," tandasnya.

Baca juga artikel terkait KASUS DJOKO TJANDRA atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Maya Saputri